Para imigran itu terlihat terkejut saat mengetahui identitas dari bayi perempuan yang sedang berbicara dengan mereka itu, lagipula untuk anak berumur dua tahun bukankah ketegasan milik Putri Amerilya terlihat luar biasa menakutkan.
"Memangnya mengapa jika ia adalah Putri dari Kerajaan Meztano. Selama bukan Yang Mulia Raja Azvago yang meminta kami untuk pergi kami tak akan pergi." ucap seorang imigran dengan ekspresi menyebalkan. Mendengar hal itu Putri Amerilya berdecak kesal.
"Kami bertiga perwakilan dari Raja Azvago, perintah kami adalah perintah Yang Mulia. Mau tidak mau kalian harus menuruti semua perkataan kami." ucap Pangeran Mixo, ia tak menyangka para imigran itu tak memiliki rasa malu.
"Hanya Yang Mulia Raja Azvago yang bisa mengusir kami dari wilayah ini." ucap beberapa imigran secara serentak.
Putri Amerilya mendekat ke arah Kesatria Nicko, ia meminta sang kesatria untuk menggendongnya agar terlihat lebih tinggi. Dengan senang hati Kesatria Nicko menuruti keinginan Putri Amerilya, setelah di gendong sang putri kembali menatap ke arah para imigran.
"Ternyata kalian tak memiliki rasa malu." ucap Putri Amerilya dengan keras, ia sudah sangat kesal dengan tingkah imigran imigran itu.
"Kau hanyalah anak kecil jaga ucapan mu." ucap seorang wanita dari kelompok imigran itu. Seorang anak berumur dua tahun seperti Putri Amerilya tak mengetahui apapun mengenai sulitnya bertahan hidup.
"Kalian sudah merugikan orang lain dan masih membantah perintahku, berani sekali kalian!!!." teriak Putri Amerilya seketika pohon pohon yang ada di sekitar mereka terguncang hebat.
"Kalian membuat adik kecilku marah, haruskah aku membakar mulut kalian itu?." ucap Pangeran Luke yang sudah siap dengan fire ball di hadapannya, menghina Putri Amerilya seperti menghina satu Kerajaan Meztano karna putri kecil itu kesayangan seluruh anggota kerajaan.
Para imigran ketakutan melihat bola bola api yang siap membakar mereka kapan saja, semua ini karna anak kecil yang ada di gendongan sang kesatria. Para imigran tak menyukai cara bicara Putri Amerilya yang sangat kasar, itulah yang mereka pikirkan saat ini.
"Tambang ini akan resmi saya tutup." ucap Putri Amerilya yang tak ingin bernegosiasi lagi dengan para imigran, sebenarnya sang putri ingin mencarikan solusi terbaik atas masalah yang sedang mereka hadapi saat ini. Namun setelah melihat bagaimana tingkah para imigran itu, Putri Amerilya langung mengurungkan niatnya.
"Anda tak bisa menutup tambang minyak ini secara sepihak." ucap para imigran yang terlihat sangat marah, meskipun wilayah itu adalah milik Kerajaan Meztano akan tetapi merekalah yang menemukan letak tambang minyak itu.
"Kalian tak memiliki kekuasaan untuk melarang kami." ucap Pangeran Mixo.
"Saya mencabut semua izin yang telah saya berikan pada kalian." ucap Duke Elister, ia akan mendukung setiap keputusan sang putri. Tindakan para imigran memang sangat keterlaluan, mereka tak memberikan salam ketika melihat putri dan pangeran Kerajaan Meztano ada di hadapan mereka.
"Anda membela anak kecil itu tuan Duke?." ucap para imigran dengan tatapan tak terima, seseorang di antara mereka berlari ke arah tambang minyak.
Seorang imigran ingin membuka jalan yang mereka sumbat agar air yang tercemar itu mengalir di seluruh penjuru Kerajaan Meztano, melihat hal itu membuat sang putri geram. Putri Amerilya turun dari gendongan Kesatria Nicko ia berlari ke arah imigran itu dengan menodongkan sebuah pedang yang ia simpan di dalam jubah panjang miliknya.
Putri Amerilya menyerang imigran itu di bagian tangan dan kakinya, akhirnya imigran itu kesakitan dan tak bisa berbuat apapun. Para Kesatria Black Night terkesan dengan kemampuan berpegang milik sang putri, sebuah bakat yang tak boleh di sia siakan.
"Dia bisa menggunakan sebilah pedang dengan baik." ucap Kesatria Rozel dengan tatapan senang.
"Bukankah dia masih berusia dua tahun." ucap Duke Elister yang tak berhenti kagum dengan setiap kemampuan yang dimiliki oleh Putri Amerilya, sepertinya Raja Azvago memiliki keturunan yang mahir dalam berpedang seperti keinginannya.
"Anak kecil itu sangat berbahaya kita harus membunuhnya." ucap beberapa imigran yang tak senang dengan kemampuan sang putri, suatu hari anak kecil itu akan menjadi seorang penguasa yang disegani oleh banyak kerajaan.
Para imigran berlarian ke arah Putri Amerilya mereka ingin membunuh gadis kecil itu, tentu para Kesatria Black Night tak akan membiarkan hal itu terjadi mereka menghalangi para imigran. Pangeran Mixo, dan Pangeran Luke berlari ke arah adik merek.
"Tetaplah berada di belakang kami." ucap Pangeran Luke dan Pangeran Mixo secara serempak, mereka akan melindungi Putri Amerilya dari para imigran gila itu.
Duke Elister tak membayangkan bahwa negosiasi ini akan berakhir dengan pertarungan, ia mengerahkan para prajurit untuk membalas serangan dari para imigran. Hasil dari peperangan itu sama dengan prediksi Putri Amerilya, banyak imigran yang terluka parah bahkan di antara mereka ada yang meregang nyawa karna tak memiliki kemampuan yang memadai.
"Sialan kalian semua." ucap seorang pria dari kelompok imigran itu saat melihat teman temannya yang lain terluka parah, pria itu menerobos para prajurit dan berlari ke arah Putri Amerilya.
Dengan cepat Pangeran Mixo melempar bola bola api miliknya, pria itu terkena serangan sihir api tingkat menengah tubuhnya mengalami luka bakar yang sangat parah. Pria itu menatap ke arah Putri Amerilya dengan tatapan tak suka, jika bukan karna anak perempuan itu semua rencana mereka tak akan gagal seperti ini.
Pertarungan berakhir dengan kekalahan para imigran, para imigran di bawa ke tempat Duke Elister untuk diintrogasi sedangkan imigran yang terluka di kuburkan dengan kayak di hutan itu.
"Semua berakhir dengan sangat kacau." ucap Putri Amerilya yang tak puas dengan hasil yang ia dapatkan.
"Tolong jangan menyalahkan diri anda Tuan Putri. Mereka sangat keras kepala hingga tak ingin mendengar saran anda." ucap Duke Elister dengan tatapan sayu, ia sangat iri dengan Raja Azvago. Bagaimana bisa pria itu memiliki seorang anak perempuan yang cantik, pintar, tegas, dan pemberani seperti Putri Amerilya.
"Kita akan kembali ke kediaman duke sekarang." ucap Kesatria Nicko saat menyadari bahwa hari sudah mulai gelap, tak akan bagus jika mereka terus berada di dalam hutan saat malam tiba karna akan banyak binatang buas yang mengincar nyawa mereka.
Akhirnya mereka semua berjalan menuju kediaman Duke Elister, dan untuk masalah penyaringan minyak di sungai akan difikirkan esok pagi. Putri Amerilya masih sangat kecil dan membutuhkan waktu untuk beristirahat agar ia bisa tumbuh dengan baik, setelah sampai di kediaman Duke Elister mereka masuk ke kamar masing masing yang telah di siapkan oleh pelayan.
Saat ini para kesatria sedang berada di sebuah ruangan yang cukup luas, di ruangan itu tersedia beberapa kasur yang cukup untuk mereka tiduri.
"Tuan Putri Amerilya terlihat seperti gadis yang sudah dewasa dari cara bicaranya maupun tindakan yang ia lakukan." ucap Kesatria Black Arsal, ia tak mengerti dari mana semua pemikiran itu muncul. Kepintaran Putri Amerilya sudah melebihi para jenius yang pernah ia temui.
"Yang Mulia Raja Azvago tak seberani itu saat ia masih berusia dua tahun." ucap Kesatria Black Darren dengan alis yang terangkat ke atas, ia mendengar kisah kisah mengenai Raja Azvago dari sang ayah. Dahulu ayah dari Kesatria Black Darren adalah pelayan setia mendiang ayah dari Raja Azvago.
Malampun tiba Putri Amerilya keluar dari kamar setelah merasa lebih baik, ia berjalan menuju ruang kerja Duke Elister untuk meminta izin bertemu dengan para imigran yang sedang dipenjara, suasana kediaman Duke Elister cukup sunyi saat malam hari.
Tok tok tok.
Suara ruang kerja Duke Elister yang diketuk oleh Putri Amerilya, sang Duke mempersilahkan tamunya masuk ke dalam.
"Selamat malam Tuan Duke Rigel Elister." ucap Putri Amerilya sembari menundukkan kepalanya sebagai rasa hormat pada yang lebih tua.
"Salam hormat saya pada Tuan Putri Amerilya." ucap Duke Rigel Elister dengan senyuman cerah di wajahnya, pria itu sangat senang saat sang putri datang mengunjunginya.
"Aku ingin meminta izin pada tuan Duke untuk mengunjungi para imigran yang sedang di tahan itu." ucap Putri Amerilya dengan sopan, tutur kata gadis itu lebih dewasa daripada anak sepantarannya.
"Baiklah saya akan meminta Edwig untuk menemani anda." ucap Tuan Duke Rigel Elister yang tak bisa menemani sang putri karna ia masih sibuk mencari data data tentang para imigran itu. Sang Duke meminta seorang prajurit untuk memanggil putra pertamanya pertamanya itu, setelah menunggu beberapa saat Edwig pun datang dengan mata yang sudah sedikit terpejam.
"Salam hormat saya pada ayah dan Putri Amerilya." ucap Edwig Elister yang menahan rasa kantuknya, ia terpaksa bangun dalam tidur lelap karna ada prajurit yang mengetuk pintu kamar dan mengatakan bahwa sang ayah ingin bertemu dengannya.
"Tolong temani Putri Amerilya ke penjara di kediaman Duke Elister ini, pastikan tak ada imigran yang menyakiti tuan putri." ucap Duke Rigel Elister, keselamatan Putri Amerilya adalah prioritas utama mereka untuk saat ini.
Edwig Elister mengajak sang putri untuk keluar dari ruang kerja ayahnya, mereka berdua berjalan beriringan melewati lorong yang sangat panjang. Edwig Elister tak mengerti mengapa anak kecil yang ada di sampingnya itu ingin pergi menemui para imigran daripada tidur untuk kebaikan pertumbuhannya.
"Jika saya boleh tau mengapa anda ingin bertemu dengan para imigran itu?." tanya Edwig Elister.
"Ada beberapa hal yang ingin aku tanyakan pada mereka." ucap Putri Amerilya tanpa menutupi apapun, ia akan bertanya secara baik baik namun jika mereka bersikeras tak ingin menjawab maka Putri Amerilya akan menggunakan cara kekerasan.
Setelah berjalan cukup lama akhirnya mereka sampai di ruang tahanan kediaman Duke Elister, terlihat beberapa orang yang berada di dalam sel penjara menatap tajam ke arah Edwig Elister. Beberapa dari tahanan itu kebingungan karna ada anak berusia dua tahun yang mungkin akan dipenjara juga seperti mereka, memangnya kejahatan seperti apa yang bisa dilakukan oleh anak berusia dua tahun?.
"Hei Tuan Muda Edwig Elister apakah anda ingin memenjarakan anak perempuan itu?." tanya salah seorang tawanan dengan dahi yang berkerut.
"Apa kalian sedang bercanda? mengapa saya ingin memenjarakan tuan putri." ucap Edwig Elister, raut wajah pemuda itu terlihat sangat kesal setelah mendengar pertanyaan seorang tahanan.
"Tuan Putri?." ucap beberapa tahanan yang lain, bukankah Kerajaan Meztano hanya memiliki para pangeran saja? bagaimana bisa muncul seorang putri?.
"Perkenalkan saya Putri Amerilya, senang bertemu dengan kalian semua." ucap Putri Amerilya dengan senyuman tulus yang ia tunjukkan pada para tahanan.
"Maaf jika saya lancang, apakah anda di adopsi oleh Raja Azvago?." tanya tahanan lain yang ingin tau asal usul sang putri, mereka sudah berada di dalam penjara selama beberapa tahun sehingga tak tau apapun yang terjadi di luaran sana.
"Jaga ucapan kalian!!!." teriak Edwig Elister yang sangat marah, para tahanan itu seperti sedang menghina tuan putri.
"Tenanglah Tuan Muda Edwig, mereka sudah lama berada di dalam penjara sehingga tak tau apapun yang terjadi di luar sana." ucap Putri Amerilya yang berusaha menenangkan Edwig Elister.
Setelah menunggu beberapa saat akhirnya ketegangan yang terjadi antara Edwig Elister dan beberapa tahanan mulai hilang. Putri Amerilya menceritakan dari mana ia berasal, sang putri mengatakan bahwa ia anak kandung dari Raja Azvago dan Ratu Zivaya dan ia lahir dua tahun yang lalu, Putri Amerilya juga mengatakan bahwa ia berhasil mematahkan kutukan yang membuat setiap bayi perempuan yang lahir menjadi keturunan Raja Azvago akan mati ketika mereka berulangtahun yang ke dua. Setelah penjelasan yang cukup panjang para tahanan itu mengerti dan meminta maaf atas sikap kurang sopan mereka tadi.
"Terimakasih karna telah menjelaskan semuanya pada kami, kami senang akhirnya Kerajaan Meztano memiliki seorang putri yang baik dan bijaksana seperti anda. Ketika kami bebas dari tempat ini kami akan menjalani hidup yang lebih baik agar tak mengecewakan tuan putri." ucap para tahanan itu, aura positif milik Putri Amerilya memang sangat kuat hingga berdampak pada orang orang di sekitarnya.
"Baiklah saya harus pergi karna ada hal lain yang perlu saya urus, sampai jumpa lagi semua." ucap Putri Amerilya yang melanjutkan perjalanannya menuju sel tahanan para imigran.
Putri Amerilya menatap para imigran itu dengan perasaan cemas, ia tau mereka tak akan diam dan menunggu sidang dari kerajaan. Di sisi lain Edwig Elister berjaga jaga jika ada hal buruk yang terjadi karna para imigran itu sangatlah licik.
"Untuk apa kalian datang kesini?." ucap beberapa imigran dengan tatapan sinis.
"Tempat ini bukan milik kalian jadi saya bebas untuk datang kapanpun selama Tuan Duke Rigel Elister memberikan izin." jawab Putri Amerilya dengan tegas, ia masih bisa melihat raut wajah kesal dari para imigran itu.
"Karna mu kami menjadi seperti ini, lihatlah anak anak kami menderita di dalam penjara." ucap seorang wanita bagian dari kelompok imigran itu, dia sedang berusaha memancing simpati dari Putri Amerilya.
"Seharusnya kalian berfikir panjang sebelum melakukan hal yang merugikan banyak orang, ah saya lupa bahwa saya masih anak anak juga." ucap Putri Amerilya dengan wajah polosnya. Edwig Elister tak mengerti dengan perkataan sang putri, apakah putri itu merasa bahwa dirinya sudah dewasa?.
Seorang imigran menatap penuh kebencian ke arah Putri Amerilya, ia berharap bahwa Kerajaan Meztano tak pernah diberkahi dengan kehadiran seorang putri yang sangat merepotkan seperti itu.
"Dari kerajaan mana kalian berasal ?." tanya Putri Amerilya dengan santai ia tak menanggapi tatapan kebencian yang mengarah padanya itu, yang ia perlukan adalah informasi mengenai para imigran.
"Kau kira kami bersedia menjawab pertanyaan mu itu?." ucap para imigran secara bersamaan.
Putri Amerilya menggerutu karna sangat kesal dengan tingkah para imigran itu, apakah mereka tak menyadari bahwa posisi mereka saat ini sedang di ujung tanduk. Memang apa susahnya menjawab sebuah pertanyaan sederhana seperti itu.
"Jawablah!!!!." triak Edwig Elister, ternyata pemuda itu lebih kesal dari Putri Amerilya. Sudah sangat baik sang putri menanyai mereka dengan lembut namun mereka malah melunjak.
Putri Amerilya menarik seorang anak perempuan berusia enam tahun yang ada di pinggir sel penjara itu, ia menolehkan pedangnya pada leher gadis itu hingga kedua orang tua sang gadis panik.
"Cepat lepaskan putriku." teriak ibu dari sang gadis kecil, mengapa seorang anak berusia dua tahun memiliki pemikiran yang sangat rumit seperti itu.
"Jika kalian tak bisa diajak berbicara dengan cara damai maka saya akan menggunakan kekerasan." ucap Putri Amerilya yang mengambil tindakan terlebih dahulu daripada Edwig Elister.
Beberapa imigran berusaha untuk mendekat dan membebaskan gadis yang sedang di tawan oleh sang putri, lagipula mereka berada di dalam penjara dan putri berada di luar akan sangat mudah mengambil gadis itu.
"Kalian kira saya sedang bercanda? satu langkah lagi kalian maju kedepan gadis ini akan saya tusuk dari belakang." ucap Putri Amerilya dengan tatapan tajamnya.
"Ibu, ayah tolong aku." ucap gadis itu yang merasa ketakutan, bagaimana bisa ia mati sebelum beranjak dewasa dan menikah.
Hai guys akhirnya bisa update Putri Amerilya lagi hehehe, gimana kabar kalian semoga sehat selalu ya. Jangan lupa follow buat yang belum, vote karna wajib, gift hadiah apapun, like, komen buat ninggalin jejak, rate bintang lima, share juga ya guys.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
eva
top markotop
2022-07-10
1
👑Queen 👑
kejam nya auhtor orng terluka di kubur🤭
2022-06-25
7
Dhika Ahmad
halu nya itu lho terasa agak terlalu
2022-05-06
8