Satu minggu, dua minggu berlalu, Sari benar-benar menikmati aktifitas barunya. Ia seperti seorang koki yang mondar mandir menyelesaikan masakan tepat waktu, agar pelanggan yang memesan makanan buatannya tidak kecewa.
“Sar, kamu pucat banget. Kamu kelelahan, Sar. Besok istirahat saja dulu.” Ucap Salsa yang tak tega melihat temannya yang masih gigih memasak pesanan pelanggan di restorannya.
Sari mengusap bulir-bulir keringat di dahinya. memang akhir-akhir ini ia mudah sekali lelah.
“Tidak apa kok, Sa. Aku suka dengan pekerjaan ini. Senang aja, ketika orang yang makan masakan aku dan bilang enak.” Senyum Sari.
“Lah, emang rawon buatanmu tuh enak, Sar.”
“Makasih, ya Sa.” Sari tersenyum dan langsung di balas oleh Salsa.
“Pokoknya, nanti di flat langsung istirahat ya.” Ucap Salsa sambil menepuk bahu Sari dan meninggalkannya.
Sari masih mengusap keringat di dahinya. Ia memang lelah, tapi ia pun tak kunjung berhenti mengerjakan pekerjaannya. Tiba-tiba pandangannya kabur, Sari memegang ujung meja marmer, tempatnya berdiri. Ia menarik nafasnya dalam, lalu di keluarkan perlahan. Tapi kepalanya semakin pusing, hingga pandangan semakin gelap dan ia pun pingsan.
Salsa, terkejut melihat Sari yang tergeletak di lantai. Ia dan satu orang karyawannya ikut membantu membawa Sari ke rumah sakit terdekat.
“She is pregnant.” Ucap dokter yang memeriksa keadaan Sari, membuat Salsa terkejut dan menutup mulutnya.
“Take care your friends, her gestational age is still very vulnerable.” Ucap dokter itu lagi, lalu meninggalkan Salsa yang masih mematung di sana.
Sari mengerjapkan kedua matanya. Lampu di ruangan itu menyilaukan pandangan matanya.
“Sa..” Panggil Sari dengan suara yang masih sangat lemah.
“Sar.” Salsa menghampiri tempat tidur pasien yang Sari gunakan.
“Sa, tolong jangan kabari keluargaku dengan kondisiku yang seperti ini.”
Salsa menggeleng.
“Kamu sudah tau, Sar? Kamu tau kalau kamu sedang hamil?”
Sari menangis. “Baru dua hari yang lalu, aku tahu, Sa.”
Salsa memeluk erat tubuh Sari yang sedikit kurus, dari saat pertama kali ia bertemu dengannya di Bandara dua minggu yang lalu.
“Tamu bulananku tidak pernah telat, Sa. Malah lebih sering maju. Tapi bulan ini telatnya jauh. Aku khawatir, dan kemarin pagi aku mengeceknya ternyata positif.” Ia kembali menangis tersedu-sedu.
“Minta pertanggung jawaban padanya, Sar. Pada lelaki itu. Katamu dia juga mau menikahimu.”
Sari menggeleng. “Aku tidak mau, Sa.”
“Aku tidak kenal dia, aku juga sangat membencinya. Aku tidak pernah lupa bagaimana dia memperlakukanku pada malam menjijikkan itu.”
“Sar.” Salsa kembali memeluk Sari.
Di luar sana, David mendengar pembicaraan Sari dan Salsa dari balik pintu ruang perawatan itu. Sudah satu minggu David berada di negara ini, ia mencari dan melacak keberadaan Sari. Akhirnya, hari ini ia menemukan Sari di sebuah rumah sakit, berdasarkan informasi dari orang suruhannya yang tak kenal lelah mencari wanita yang David maksud.
“I will have baby?” Gumam David dengan mata berbinar.
“I will have baby.” Ia terus tersenyum. Lalu melangkahkan kakinya keluar.
Ia merancang segala banyak hal di kepalanya. Di mulai dari memasukkan Sari ke ruang perawatan ekslusif.
“Sa, kamu pulang saja, masih banyak perkerjaan di restoran. Jika kamu di sini terus, di sana berantakan.” Kata Sari, setelah selesai memakan separuh bubur di mangkuk itu.
“Tidak Sari, aku tidak mungkin tega meninggalkanmu sendiri di sini.”
“Tidak apa, Sa. Lagi pula ada pasien yang lain di sini.” Sari mengedarkan pandangannya ke arah pasien yang ada di depannya.
Tiba-tiba, dua orang suster masuk ke dalam ruang perawatan itu.
“Excuse me, Mam. We will move you.” Kata salah seorang suster itu.
Sari dan Salsa bingung dan saling melempar tatapan.
“Where will my friends be moved?” Tanya Salsa.
“VIP.” Jawab Salah seorang suter itu lagi, membuat Sari dan Salsa menganga.
Namun Sari, yang tak bisa berbuat apa-apa hanya bisa menurut.
“Sar, kamu punya teman di sini?” Tanya Salsa bingung.
Sari menggeleng.
“Keluarga?”
“Tidak, Sa.”
“Terus siapa donk yang pesan kamar VIP ini untukmu?”
“Mana aku tahu.” Jawab Sari bingung.
Keduanya terdiam, sesaat hening dan memikirkan siapa orang yang memesankan kamar ekslusif untuk Sari.
Tak lama kemudian ponsel Salsa berbunyi. Ia di beri kabar oleh salah seorang karyawannya karena ada touble di Restoran.
“Aku semakin tak tega meninggalkanmu sendiri, Sar.” Kata Salsa lagi.
“Sudah sana, aku tidak apa di sini sendiri.” Ucap Sari,
Salsa langsung meraih tasnya. “Sar, maaf ya aku tinggalin kamu, nanti aku suruh Erlin jagain kamu, kita bergantian.” Kata Salsa, yang ingin menyuruh salah seorang karyawannya untuk menemani Sari saat ia sampai di Restorannya nanti.
“Tidak usah, Sa. Erlin sibuk di dapur. Dia juga lelah. Aku bisa sendiri, bener deh.” Ujar Sari.
“Baiklah, cepat sehat dan jangan banyak pikiran!” Salsa memeluk tubuh Sari dan mninggalkannya.
Sari mengangguk. “Strong woman.”
Sari mengepalkan tangannya ke atas. Lalu, Salsa tersenyum sebelum ia membuka pintu ruang vvip itu untuk keluar.
Rasa lemah masih menggelayuti tubuhnya, di iringi kantuk akibat obat yang ia minum untuk membuatnya beristirahat total. Sesaat kemudian Sari memejamkan matanya.
Ceklek.
David membuka pintu ruangan itu, ia tersenyum melihat sosok wanita yang ia rindukan ini tengah meringkuk seperti bayi. Tubuhnya mungil dan agak sedikit kurus dari terakhir ia memeluk dan menciumnya.
David meraih kursi dan duduk persis di depan wajah mungil Sari. Ia mengelus wajah teduh yang sedang memejamkan matanya itu.
“Kamu akan menjadi ibu dari anak-anakku.” Gumamnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 137 Episodes
Comments
Siti solikah
David suka ya
2025-02-04
0
Yul Yati
pantes quen terobsesi sama adam nurun dari bapak david haaaa
2022-09-21
2
Tina febria
hanya didunia novel sesuatu yang mustahil menjadi nyata contohnya dengan kedatangan David yang cepat banget berada disisi sari.. cengar cengir sendiri kayak beneran nyata padahal hanya halu an saja😌
2022-08-29
2