petaka itu terjadi

Tuk Tik Tak..

Suara high heels sepatu Sari terdengar di lorong yang sepi itu, ia berjalan menuju kamar 201.

Sesampainya di depan pintu kamar, ia mengetuk.

Tok.. Tok.. Tok..

Tak ada sahutan dari dalam, tak ada pula yang membuka pintu itu. Akhirnya ia berinisiatif untuk menekan gagang pintu dan ternyata memang tak di kunci.

Ceklek.

Ia memasuki ruangan yang tak ada penerangan sama sekali. Ruangan itu begitu gelap. Ia menelusuri ke dalam.

"Tante, tante Vivian.." Panggilnya.

Ceklek.

Tiba-tiba pintu yang tadi terbuka itu, kembali tertutup.

Jegrek.

Ia menoleh kaget ke arah pintu yang tertutup itu, karena suaranya begitu keras.

Saat kepalanya ingin menelusuri lagi keberadaan tante Vivi. Tiba-Tiba ada tangan besar membekap mulutnya dan melemparnya ke tempat tidur. Lalu menindihnya.

"Lepas."

Pria besar itu menahan kedua tangannya ke atas, ia juga mengunci kaki wanita itu.

"Jangan! Tolong.." Teriak wanita itu.

Pria itu langsung mel*umat bibir manis wanita yang sedang dalam kungkungannya. Lum*t*n yang tadinya lembut berubah menjadi kasar. Pria itu sengaja menggigit pelan bibir bawah sari, agar terbuka dan memberi akses padanya.

"Aaa.." Teriak Sari, saat bibir bawahnya di gigit, membuat si pria mengulas senyum.

Pria itu semakin brutal, melepas pakaian satu persatu pakaian wanita yang tak berdaya di depannya itu. Ia merobek semua pakaian Sari, hingga tak ada sehelai benang pun yang menutupinya.

"Jangan! Tolong.." Sari terus berteriak hingga suaranya serak dan tak lagi terdengar nyaring.

"Jangan! Tolong jangan lakukan ini!"

Namun teriakannya tak di hiraukan, pria itu tengah asyik menelusuri tubuhnya.

Sari berontak, mengeluarkan segala tenaga yang ia punya. Tapi tenaganya kalah kuat dengan pria besar itu. Jangankan tenaga, postur tubuhnya pun sangat jauh berbeda.

"Mengapa kau lakukan ini, siapa kamu?" Tanya Sari lirih, sambil terisak. Pasalnya ruangan itu sangat gelap, hingga wajah pria itu tak terlihat jelas.

Tak henti-hentinya ia menangis.

Hingga akhirnya. "Aaaa.."

Ia menjerit karena kejantanan si pria sudah berada di kewanitaannya. Sontak membuatnya semakin menjerit dan menangis histeris.

Tapi semua itu tak di hiraukan pria itu. Ia justru semakin brutal dan menggagahi Sari sesukanya. Seperti ia tidak pernah melakukan hal ini sebelumnya, pria itu sangat menikmati tubuh tak berdaya Sari yang ada di hadapannya, karena rasanya sangat berbeda. Ada hal lain yang membuatnya tak ingin berhenti, walau tangisan Sari sangat menyayat hati.

Pria itu terus berada di atas tubuh Sari, ia terus melakukannya lagi, walau Sari sudah memohon untuk di lepaskan. Namun, lagi-lagi ia enggan untuk melepas kejantanannya pada bagian kewanitaan Sari. Sungguh ia merasakan hal yang berbeda pada tubuh Sari, walau sebelumnya ia sudah menikmati banyak tubuh wanita. Sari begitu berbeda. Walau sebenarnya target yang seharusnya berada dalam kungkungannya saat ini bukanlah Sari, melainkan Inka, Bos Sari yang sudah ia incar sejak pandangan pertama saat ia bertemu dengan istri pengusaha Cyber itu di sebuah lift.

Sari melemah, ia tak lagi bicara. Ia hanya bisa menggingit bagian bawah bibirnya, menahan perih di hati dan di bagian ke wanitaannya.

Cup

Pria itu ******* lagi bibir Sari, mengemutnya bagai permen. Ia menggigit semua tubuh Sari, seperti yang gemas akan tubuh itu.

“Hmm...” Suara Sari tertahan, walau ia tak mau, entah mengapa tubuhnya seolah menerima sentuhan itu, karena pria itu semakin lama melakukannya dengan lembut.

Namun, otaknya kembali normal. Ia kembali mengerakkan tubuhnya untuk di lepas. Namun, pria itu tetap mengungkung tubuh Sari.

Hingga akhirnya, pria itu ambruk di atas tubuh sari, sambil menggigit pundaknya.

“Aaaa...” Teriakan pria itu menggema isi kamar yang mereka gunakan untuk merengkuh kenikmatan. Kenikamtan yang di rasakan bukan untuk Sari, tapi untuk pria itu.

Pria itu tidur di atas tubuh Sari yang melemah. Sari pun melemah, ia menutup kedua matanya dengan deraian air mata yang masih mengalir.

“Maaf Rama, kita memang tidak di takdirkan bersama.” Gumam Sari, sesaat sebelum memejamkan matanya.

Sebelumnya, selama ia berjalan menuju kamar 201, ia sempat berpikir akan hubungannya kedepan dengan sang tunangan. Ia berniat akan memaafkan Rama, jika tunangannya itu meminta maaf, menjauh dari sahabatnya itu dan tak akan mengulangi apa yang ia lihat tadi. Namun, kini apa yang ia pikirkan tidak akan ia lakukan. Ia akan menjauh dari Rama sejauh-jauhnya, karena ia merasa dirinya sudah kotor dan tak lagi berarti untuk lelaki manapun.