keluarga Rama

Sari membolak balikkan tubuhnya di cermin. Ia mentap dirinya di sana.

“Udah cantik.” Celetuk Mila, yang berdiri di pintu kamar Sari, sambil memegang cangkir mug besar.

“Beneran?” Tanya Sari tak percaya diri.

Mila mengangguk. “iya, udah gih sana. Rama udah nungguin lo di bawah.”

Sari langsung keluar dan melempar kunci kamarnya pada Mila.

“Tolong rapihin kamar gue ya, Mil. Tadi ngga sempet.”

“Songong lu.” Cibir Mila dengan senyum kecut. Entah kapan ia bisa mengungkap topeng tunangan temannya itu.

Sari membalas cibiran Mila dengan senyum ceria.

Rama terus menatap Sari dari kejauhan. Bibirnya mengembang, ia memang tak salah pilih. Gadisnya itu begitu manis, apalagi saat ini Sari pun tengah tersenyum lebar padanya.

“Kamu cantik.” Ucap Rama saat Sari sudah berada di dekatnya.

Sari tersenyum. Lalu bersama menaiki mobil itu.

****

Sesampainya di rumah Sisy, Rama dan Sari masuk ke dalam beriringan.

“Asslamualaikum.” Ucap Rama dan Sari bersamaan.

Di sana sudah ada semua keluarga besar Rama dan kakak iparnya. Terlihat juga Sofia, ibunya Rama yang tak menoleh ke arah Sari sedikitpun saat mereka datang.

“Ma.” Panggil Sari pada Sofia, sambil mengulurkan tangannya.

Sofia memberikan tangannya, lalu di cium punggung tangan yang akan menjadi mertuanya itu.

“Apa kabar, Sar?” Tanya Sisy dengan senyum mengembang, saat melihat calon adik iparnya sudah berada di rumahnya.

“Alhamdulillah baik. Kak.” Jawab Sari.

“Ih ganteng banget anaknya, Kak.” Ucap Sari, sambil mengelus pipi mungil yang sedang dalam gendongan sang ibu.

“Iya donk, siapa dulu bapaknya.” Ucap Ihsan, suami Sisy.

“Ih, narsis.” Ledek Sisy.

Sari hanya tersenyum melihat keharmonisan hubungan suami istri calon kakak iparnya ini.

“Boleh Sari gendong, Kak.”

“Boleh donk.” Sisy menyerahkan bayinya pada Sari.

Sari pun menerimanya, ia yang memang menyukai anak-anak, tidak sulit mengikuti arahan Sisy yang mengajarkan bagaimana cara menggendong bayi. Terkadang Sari pun sering gemas pada anak bosnya, saat Inka membawa kedua anaknya ke butik. Ia akan sukarela menghabiskan banyak waktu untuk menemani si kembar di sana.

“Wah, udah cocok kamu, Sar.” Ledek Ihsan.

Rama menghampiri Sari dan berdiri persis di belakangnya. Hembusan nafas Rama, persis mengenai tengkuk Sari yang tengah di sanggulkan rambutnya ke atas.

“Kamu akan menjadi ibu dari anak-anakku.” Bisik Rama, membuat wajah Sari memerah.

“Udah resmiin cepet, Ram. Nanti keduluan orang.” Ledek Ihsan lagi.

“Ini juga udah mau cepet-cepet, mas.” Jawab Rama.

“Kalau perlu de-pe in dulu, supaya doi ngga lari.” Celetuk Ihsan lagi.

Sisy langsung menyenggol lengan suaminya. “Hush, kamu. Ngajarin yang ngga bener.”

Rama hanya tersenyum, sementara Sari tidak mengerti.

“Di de-pe in apa maksudnya, mas?” tanya Sari dengan wajah polos.

“Maksudnya buruan kasih mahar ke bapak kamu.” Jawab Rama dengan senyum lebar.

“Oh.” Sari mengiyakan yang dikatakan Rama, membuat Rama, Ihsan, dan Sisy semakin tergelak.

“Polos banget kamu, Sar.” Ucap Sisy.

Tak lama kemudian, Anita datang dengan mobil sedan sporti berwarna merah. Sofia melihat kedatangan sahabat anak lelakinya itu.

“Anita.” Sapa sofia dengan penuh riang, berbeda ketika bertemu dengan Sari tadi, membuat orang-orang yang hadir di sana bingung dengan sikap wanita paruh baya itu. Pasalnya keluarga Rama tahu bahwa Sari adalah tunangan anak lelakinya, sedangkan Anita hanya sahabatnya saja.

“Mama..” Panggil Anita, dengan tangan yang sudah di bentangkan untuk berpelukan pada ibunya Rama.

“Ini ada oleh-oleh dari Mami.” Anita menyerahkan satu paperbag besar pada Sofia

“Apa ini?” Tanya Sofia.

“Mami baru pulang dari Swiss. Dia sengaja membelikan ini untuk mama.” Jawab Anita.

“Wah, memang mamimu itu the best.” Ucap Sofia.

Kebetulan ibunya Rama dan ibunya Anita merupakan satu organisasi sosialita. Mereka pun dekat. Oleh karenanya, Sofia menyayangkan hubungan mereka yang hanya sekedar sahabat, padahal dari dulu Sofia menginginkan kedua anak mereka mempunyai hubungan yang lebih dari sahabat. Walau semua orang tidak tahu, bahwa hubungan mereka memang lebih dari sahabat.

Sofia terus membanggakan Anita, padahal di sana ada Sari yang mendengarkan tutur kata sang calon mertua. Pasalnya sofia berkata dengan suara yang agak keras, mungkin agar sari mendengar itu, dan berhasil, sari mendengar semua yang di ucapkan Sofia kepada para tamu di sana yang merupakan saudara dekat Rama.

“Wah hebat kamu, An. Udah cantik, mandiri, kaya tapi tidak sombong.” Ucap salah satu keluarga Rama yang tengah berkumpul bersama Sofia.

Sari masih duduk di sana, di area yang lumayan jauh dari kumpulan orang-orang itu. Ia masih menggendong bayi mungil Sisy di pangkuannya sambil memegang botol ASI yang sedang di minum si bayi.

Rama pun saat ini berada di kumpulan orang-orang yang sedang membanggakan Anita, karena sewaktu melihat Anita datang, ia langsung menghampiri dan menyapanya di sana.

“Jangan di ambil hati omongan Mama ya, dia emang begitu. Tapi aslinya Mama baik kok.” Sisy membuyarkan lamunannya.

Sari mengangguk. ‘Iya, Kak.”

“Dulu juga, Mama ngga suka sama Ihsan. Katanya kurang kayalah, kurang terpandanglah. Kerjaannya ngga jelas. Padahal jabatan Ihsan udah lumayan Kok. Ya.. gitu deh, Mama. Tapi sekarang Mama malah lebih sayang ke Ihsan dibanding aku yang anaknya.” Ucap Sisy lagi.

Bagaimana tidak? Sari tahu betul bahwa calon kakak iparnya ini, dulu hamil dulu baru menikah. Sisy sempat kabur dari rumah, karena hubungannya yang di tentang Sofia. Lalu, Ihsan dengan beraninya meminang Sisy, saat ia tengah mengandung 8 minggu. Pastinya lamaran itu tak di tolak Sofia. Ia langsung menerima lamaran Ihsan dan menikahkannya.

Kemudian, Sari tersenyum.

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***