...⚫...
"Joe, kalau masih mengantuk kenapa turun?" Tubuh Lavinia menegang saat ia sendiri tidak menyadari bahwa Nando sudah tau keberadaan Jonathan dengan posisi seperti itu. "Kamu membuat Lavinia berdiri kesusahan."
"Om, diam sebentar, aku masih mengumpulkan nyawaku."
"Tapi Joe..."
Lavinia menahan Nando dengan menepuk pundaknya, "tidak apa-apa. Jonathan? apa kamu tidak pegel karena tinggiku terlalu rendah untukmu bersandar."
"Kalau gitu aku mau duduk."
"Okay, kita duduk." Lavinia menuntun Jonathan untuk duduk dan kembali bersandar dibahunya, Nando hanya menggeleng melihat itu. Namun tidak untuk Rania, wanita itu menatap tajam kearah mereka bertiga, hanya Nando yang menyadari dan langsung menenangkannya dengan senyuman yang menghangatkan.
Acara bebas kembali dimulai, Lavinia hanya tersenyum saat beberapa orang menanyainya kenapa Jonathan bersandar padanya. Dan Rania tidak bisa tinggal diam, keberadaan Lavinia sudah di anggap sebagai calon adiknya, sikap manja anaknya akan membawa arah pembicaraan yang menyebalkan pastinya.
"Kenapa dengan cucuku?" Nyonya Anderson menatap tajam Rania. "Suruh dia bersikap normal, Laviniakan calon tantenya, kenapa sikapnya itu seperti seorang pacar."
"Maaf mama."
"Untung Nando masih menanggapi dengan tersenyum manis. Ajarkan dia untuk tau batasan, dia tidak lagi anak kecil." Ucapnya lagi.
"Rania akan beritahu Joe sekarang." Sempat menunduk kecil kearah mamanya, lalu berjalan menghampiri Jonathan dan Lavinia.
"Apa dia benar-benar tertidur?"
Hampir saja Rania membuat Lavinia jantungan. "Sepertinya, tapi aku tidak tahu pasti."
Rania mendekati Jonathan, menepuk pipi anaknya dengan lembut, "sayang, sini bersandar sama mamanya aja ya kalau ngantuk."
Tidak ada jawaban.
"Tidak apa-apa kok mba,"
Rania hanya tersenyum lalu kembali menepuk pipi anaknya untuk menyadarkan. "Aku hanya tidak ingin orang lain memandang aneh akan hal ini."
"Maksudnya?"
"Kamu calon adikku, jangan sampai orang mengira kamu malah sedang berhubungan dengan anakku yang seharusnya menjadi calon keponakanmu."
"Tapi......"
Tatapan Rania membuat Lavinia mengurungkan niatnya untuk membantah. "Tetap pada posisimu sebagai calon menantu keluarga kami, Lavinia. Jangan coreng nama baikmu karena sudah membiarkan Jonathan bermanja denganmu."
Jonathan menahan tangan mamanya yang masih mengelus pipinya, hal itu membuat Rania menoleh menatap Jonathan dan Lavinia turut menatap keduanya. "Jangan mengatakan hal yang kasar kepada Lavinia."
"Lavinia?" Rania menatap Lavinia, pandangan matanya mengatakan kenapa Jonathan memanggil wanita yang jauh lebih tua dengan sebutan nama.
"Aku tidak masalah." Menjawab tatapan Rania. "Sudah lama memang Jonathan memanggilku seperti itu."
"Apa panggilan menjadi masalahnya sekarang?" Lavinia menutup mulutnya, Jonathan memang sedang bertingkah aneh. Padahal menurut Nando, laki-laki itu selalu manja dengan mamanya, kenapa sekarang tutur katanya saja sudah tidak bisa dia kendalikan.
"Kenapa bicaramu seperti itu Jonathan?" tanya Lavinia ketika melihat Jonathan sudah menegakkan kepalanya.
"Mama tidak pernah mengajarkanmu berbicara tidak sopan kepada yang lebih tua, sayang?" Rania tampak kesal melihat tatapan Jonathan. "Oke, mama minta maaf kalau ada salah kepadamu, tapi tolong gantilah panggilan kepada Lavinia dengan benar."
"Kalau aku tidak mau?"
Rania bersidekap menatap Jonathan, "itu terserah Lavinia saja. Tapi satu hal, jangan bersikap sembarangan dengan orang. Tingkah seenakmu harus dirubah Joe."
"Mba,,," Lavinia berdiri dan meraih lengan Rania. "Sudahlah tidak apa-apa, aku sudah menganggap Jonathan seperti adikku sendiri. Lagi pula, dia sudah besar dan bukan waktunya lagi untuk kita marahi di depan umum."
Ucapan Lavinia membuat Rani melirik ke arah beberapa orang yang menatap ke arah mereka, dalam seperkian detik ia kembali memasang senyum lebarnya dan menepuk tangan Lavinia yang masih bertengger pada lengannya. "Baiklah, karena itu ucapanmu aku akan mengerti dan mendengarkan." Lalu kembali menatap Jonathan. "Urusan kita belum selesai Joe."
...⚫...
"Kamu ini kenapa?" Nando duduk di sebelah Jonathan, menatap kearah panggung dengan diisi beberapa penyanyi atau jika berkenan tamu di persilahkan untuk menyumbangkan sebuah lagu. Pesta pernikahan berlangsung hingga malam, dengan tema yang berbeda.
Ekpresi Jonathan membuat Nando tersenyum tipis, sebenarnya dia telah menyimpulkan sesuatu tentang keponakannya terhadap Lavinia. Tapi, dia ragu dan hanya menyimpannya saja, apalagi mendengar argument mereka siang tadi. Pasti Jonathan sedang kesal sekarang.
"Apa om tau?"
"Soal apa?" Nando menoleh, Jonathan mengajaknya bicara tanpa menatapnya.
"Soal apapun."
Untung saja dia ini keponakannya, bagaimana bisa kalimat sesimpel itu dapat diartikan secara langsung oleh otaknya. "Jelaskan saja apa maksudnya? om tidak paham."
"Lavinia sangat cantik."
Ungkapan itu membuat Nando mencari sosok Lavinia, wanita itu sudah mengganti pakaiannya dengan long drees berwarna putih yang dipadukan dengan warna hitam elegan.
"Benar." Jawabnya.
"Tapi dia bodoh."
Hal itu membuat Nando kembali menatap Jonathan, "kenapa bisa seperti itu?"
"Dia salah dalam pengambilan kata, dia mengatakan kepada mama kalau dia menganggapku seperti adiknya, padahal aku ini lebih cocok seperti anaknya."
Nando mengangguk. "Ahh, benar juga. Dia memang bodoh."
"Tapi dia cantik."
"Itu tidak salah lagi."
"Dia itu.... Bagaimana menurut om?"
Nando menatap Lavinia lagi. "Dia cantik."
"Selain itu,"
"Dia cocok di jadikan teman bicara."
"Om lebih bodoh lagi,"
"Kenapa?"
"Padahal semua orang mengatakan kalau kalian cocok menjadi sepasang kekasih." Jawabnya.
"Om sih tidak masalah, tapi sepertinya akan ada yang merasa itu menjadi masalah." Tegas Nando, dia telah mendapatkan jawaban dari sikap aneh keponakannya. Jawabannya ada pada Lavinia.
Jonathan tidak merespon, dia kembali meneguk anggur ditangannya. Lalu berdiri tiba-tiba. "Aku akan pergi ke atas."
"Ke atap?" menunjuk rooftop gedung.
Jonathan mengangguk, "aku merasa bosan disini om?"
"Kamu tidak akan bunuh diri karena sehabis di marahi oleh mamamu kan?"
"Konyol."
"Lagian, siapa juga yang main ke atap gedung malam-malam."
"Aku," jawabnya sembari meletakkan gelas keatas meja.
Nando yang melihat itu hanya tersenyum simpul, suka sekali menjahili keponakannya. Setelah dewasa tidak jarang mereka bertemu dan sekali bertemu keponakannya telah menjadi pemuda pendiam yang irit bicara sekali bicara malah terdengar ketus. Kali ini Nando merasa iri pada Lavinia yang bercerita tentang Jonathan yang selalu mengajaknya bicara duluan.
...⚫...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
NinLugas
hdr
2021-05-29
1