..."Maturity is not measured by age level"...
...⚫...
"Bukankah kamu sudah tidur terlalu lama?" tanyanya, sembari membenarkan posisi bantal agar Jonathan terlelap dengan nyaman. Lavinia tahu bahwa laki-laki itu masih tersadar, dia hanya bersikap aneh belakangan ini. "Kamu beneran tidur Jonathan."
"Iya,"
Sebelum benar-benar meninggalkan kamar tamu yang telah dipakai oleh Jonathan, Lavinia kembali membenarkan posisi bantal untuk Jonathan, bahkan ia sempat mengelus kening laki-laki itu untuk memastikan tidak ada yang salah.
"Apa kalian menjadi dekat sekarang?"
Langkah Lavinia berhenti, mendengar pertanyaan Jonathan membuatnya kembali menutup pintu kamar. Menatap Jonathan yang masih memejamkan matanya. "Kenapa?"
"Hanya bertanya," jawabnya.
"Benar, Nando orang yang baik, dia asik untuk diajak bertukar cerita."
"Jadi kalian merasa cocok satu sama lain?"
"Aku tidak tahu tentang perasaan dia, namun, aku merasakan hal itu." Jonathan membuka matanya, menatap langit-langit kamar. "Apa ada hal yang mengganggumu, Jonathan?"
"Tentang apa?"
"Tidak tau, aku hanya merasa ada yang berbeda dari sikapmu. Bahkan cara berbicaramu." Ungkapnya.
Mereka sama-sama terdiam, Jonathan masih menatap langit-langit kamar dan Lavinia masih menatap Jonathan.
Hingga......
"Bisakah kamu mendekat?"
"Bisa," jawabnya sembari melangkah pelan menuju sisi ranjang.
Lavinia menatap satu tangan Jonathan yang terulur didepannya dan punggung tangan yang lain sudah menutupi setengah wajahnya. Tanpa ragu ia meraih dan menggenggam tangan itu.
"Aku sedang dalam masalah, dan butuh kekuatan." Ungkapnya.
Kalimat itu membuat Lavinia berlutut dan menatap Jonathan, "kalau begitu, aku akan memberikanmu kekuatanku." Ucapnya dengan kedua tangannya menggenggam erat tangan Jonathan.
...⚫...
Sudah dua jam sejak terlelapnya Jonathan dalam genggamannya, laki-laki itu masih juga belum membuka matanya. Bahkan Lavinia sudah mengganti posisinya duduk disisi ranjang, genggaman masih tidak ia lepaskan. Entahlah, Lavinia yang terlalu penurut atau malah dia yang merasa nyaman dan tidak ingin melepaskan genggaman itu.
Ponselnya yang tergeletak diatas meja kecil di samping kasur bergetar, membuat Lavinia bergeser sedikit agar dapat meraihnya.
Dua pesan dari Nando menanyakan keberadaannya, setiap kamar yang diisi oleh tamu telah dirahasiakan dari pemilik hotel. Lavinia menekan tombol panggil untuk Nando.
"Vinny, kamu dimana??"
"Masih duduk dikamar tamu," jawabnya. "Apa acaranya sudah mulai? aku akan canggung kalau masih acara santai."
"Sebentar lagi, kamu dikamar nomer berapa? biar aku jemput."
"Aku......"
"Jangan beritahu," suara pelan keluar dari Jonathan, Lavinia kira dia masih terlelap, ternyata dia telah bangun dan menguping pembicaraan orang.
"Aku akan turun," jawabnya sebelum Nando benar-benar mencarinya disetiap kamar yang disediakan. Panggilan dimatikan dan Lavinia kembali menatap intens Jonathan, "sudah bangun rupanya?"
"Baru saja,"
"Ya sudah," bangkit dari duduknya. "Aku akan turun dan menemui Nando, istirahatlah kalau masih merasa ngantuk."
Jonathan hanya diam tidak merespon, namun belum Lavinia beranjak pergi, wanita itu kembali menatap Jonathan dan tangan mereka yang masih saling bertautan. "Lepaskan tanganku,"
"Siapa yang menggenggam siapa?" tanyanya sembari mengangkat tangan.
"Kurang ajar," jawabnya lalu pergi meninggalkan ruangan. Dia sedikit merasa malu saat ini, bisa-bisa menuduh Jonathan mencegahnya pergi padahal dialah yang sejak tadi menggenggam. Bodoh kamu Lavinia bodoh...
Sampai di lantai satu Lavinia menyadarkan diri ketika Nando merangkul bahunya, "mikir apasih?"
"Tidak ada," jawabnya karena takut malah menambah pikiran.
"Acaranya akan segera dimulai dan kamu masih berkeliling gedung?" Lavinia tahu bahwa Nando sedang meledeknya, namun dia hanya memasang wajah masam. "Iya, maaf sudah meledekmu."
"Padahal kamu tau kalau keponakanmulah yang membuatku berkeliling gedung."
Nando mengangguk, "benar sih. Beberapa hari ini aku merasakan perubahan dari sikap Joe."
"Kamu juga merasakan itu?"
"Juga? apa maksudnya, sikap aneh itu Joe tunjukan padamu juga?"
Lavinia mengangguk samar, "aku rasa."
Keduanya sama-sama terdiam ketika mulai memasuki arena acara, keluarga Anderson memilih membuat acara di ruangan terbuka. Menurutnya akan lebih indah jika diiringi dengan angin alam, menandakan bahwa tidak hanya para tamu undangan saja yang akan merasakan irinya keromantisan sepasang calon suami istri, tapi seluruh dunia akan merasakan hal itu.
Lavinia yang merasakan geli dalam perutnya sedikit menahan senyuman saat nenek Jonathan mengatakannya dengan lantang. Kalimat itu sangat berlebihan menurutnya, tapi semua orang tampak menanggapinya dengan serius. Mungkin hanya dirinya yang terlalu santai menanggapi apapun.
Sejak diperkenalkannya dengan keluarga Anderson, Lavinia merasakan perubahan, seluruh orang menunduk menyapanya, tidak hanya sekedar senyum menyapa karena ramah. Namun, benar-benar menyapa yang berlebihan.
Mereka tidak sedang mencari muka kan? hanya itu yang ada didalam pikiran Lavinia, kotor sekali.
Semua tamu undangan bertepuk tangan setelah sepasang kekasih saling memasangkan cincin indah diatas nampan yang di bawakan oleh seorang wanita cantik mengenakan gaun berwarna merah maroon. Tidak hanya keluarga Anderson dan Aleister yang merasakan kebahagiaan itu, seluruh kerabat lain dan tamu undangan pun turut serta bahagia.
Lavinia yang masih tersenyum menatap kearah depan seketika terdiam, matanya melotot karena terkejut. Jonathan menarik pinggangnya dan bahkan sudah bersandar di bahunya. Perlahan ia melirik kearah Nando yang masih asik bertepuk tangan bahkan menggoda sepupunya yang masih tersipu malu setelah melakukan kiss scene setelah janji suci terucap. Pria itu pasti tidak mendengar suara terkejutan Lavinia akibat perbuatan Jonathan.
"Kenapa meninggalkanku?" tanyanya.
Suara berat dan pelan Jonathan yang berada di lehernya membuat Lavinia kesulitan bernafas.
...⚫...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
NinLugas
boom like mndrt
2021-05-26
1