...⚫...
..."Kamu seperti langit, dan aku ingin tinggal disana seperti bintang,...
...Setiap hari dan setiap saat"...
...⚫...
"Semua sudah kamu persiapkan, There?"
"Sudah bu," Theresa menepuk tas laptopnya, "sudah saya taruh semua secara aman di dalam sini."
"Baguslah,"
Hirsya berlari pelan dan memberikan dua buah tiket kepada Theresa.
"Kenapa kita tidak pakai mobil langsung saja bu, kenapa harus pakai kereta?" tanyanya, "bukankah lebih cepat menggunakan mobil,"
"Kamu harus bisa memanfaatkan transportasi negara dong There, perjalanan menuju kota S sangat melelahkan kalau sampai kamu hanya menaiki mobil saja." Jelasnya. "Makanya belajar menyetir, biar kita bisa gantian kalau sama-sama lelah."
"Kenapa saya yang disalahkan, kitakan bisa bu pakai supir atau kita bawa Hirsya."
"Saya......"
"Supir?? kamu lupa kalau saya trauma satu mobil dengan seorang pria," Lavinia menghela napas pelan, "kamu tidak ingat kalau tadi Hirysa saya suruh naik taxi?"
"Lalu, bagaimana dengan dia?"
"Dia? dia siapa?"
Hirysa yang berada di tengah-tengah mereka hanya menatap bergantian, ketika salah satu dari mereka tidak mengalah untuk berbicara.
"Yang ibu antar ke apartemen mewah itu,"
"There, anak kecil itu kamu bilang seorang pria?"
Theresa menatap Lavinia, "ibu tidak menganggap dia seorang pria? bagaimana bisa, dia tampan, gagah, dan berkharisma...."
"OH MY!! kamu memujinya?"
Lavinia meraih tasnya dan koper kecil berisi pakaiannya untuk satu hari menetap dikota S, "Hirsya terima kasih sudah mengantar,"
"Sama-sama bu."
"Jawab saya IBUUU!!!!" berlari mengejar Lavinia, "bagaimana ibu tidak menganggap anak itu sebagai pria?"
"Sadarkan dirimu There, bagaimana bisa saya menganggap dia seorang pria kalau umurnya saja setengah dari umur saya. Dia sudah seperti anak saya dong. Lalu mengatakan anak sendiri seperti seorang pria dewasa itu sangat menggelikan."
"Benar juga."
"Cepat kamu cek persiapannya ditas laptop kamu, sebelum kita benar-benar berangkat."
Theresa secara cepat melupakan percakapan itu dan mulai mencari berkas yang diperintahnya, namun tatapan Lavinia berubah ketika melihat wajah Theresa tampak kebingungan.
"Ada apa?"
Theresa tidak menjawab, dia malah membongkar isi tas laptop lalu tas pribadinya.
"Ada apa, There?"
"Theresa masih tidak menjawab, wanita itu menarik kopernya dan membukanya, tatapan orang-orang tentang isi kopernya tidak lagi dia perdulikan.
"KILL ME NOW!!"
"There!!!!!!?!"
"Berkasnya tidak ada bu,"
Lavinia menatap datar, dia akan tahu ini terjadi, Theresa memang pelupa setiap di ajak pertemuan keluar kota. Kalau saja wanita itu bukan sipenolong terdahulunya, Lavinia pasti sudah memutuskan kontrak kerja dengannya.
"Astaga Theresa!!!!!!!"
"Maafkan saya,"
"Cepat cari.!!!??????!!!!" Bentaknya, "apapun yang terjadi kembali kesini dengan membawa itu, dan saya sangat tidak perduli pada keadaanmu."
"Baik bu."
"Jangan membuang-buang waktu, karena waktu kita sangat berharga, Theresa. Jangan menyianyiakannya karena saya tidak ingin menyesal--linya.." Lavinia terdiam, dia tidak lagi mendengar permintaan maaf Theresa setelah wanita itu berlari dengan kencang. "Dan ketika saya menolaknya untuk pergi jalan-jalan, itu artinya saya menyianyiakan kesempatan pergi bersamanya, begitu?"
...⚫...
"Saya sangat senang bisa bertemu dengan kamu Lavinia?" mereka saling berjabat tangan.
Lavinia tersenyum, menatap keluar jendela. Pemandangan indah bukan? sebuah laut biru dengan ratusan orang berkeliar memandanginya, "senangnya bisa bekerja sembari menatap keindahan kota?"
Pak Rusdan mengangguk, "siapa yang tidak senang melihat pemandangan ini setiap hari. Mata saya yang mulai rabun ini dapat terjernihkan setiap hari." Tiba-tiba mendekat dan bertopang dagu, "apa mau bertukar dengan saya?"
Lalu keduanya tertawa sampai Theresa datang dan membawakan keduanya minuman.
"Apa kabar kamu Theresa?"
"Baik pak."
"Baik?" Lavina menatap bengis, "karena perbuatan dia, saya hampir tidak bisa memasang wajah untuk bertemu anda."
Pak Rusdan tersenyum, "oh ya? memangnya apa yang Theresa lakukan sampai membuatmu marah?"
"Meninggalkan berkas penting ini," mengetuk map coklat diatas meja.
"Lalu, ditemukan dimana???"
"Ternyata dia taruh didalam laptopnya, masih dia jepit di kedua sisinya."
Pak Rusdan tertawa, bahkan ikut membuat Lavinia tertawa juga. Namun tidak sampai pak Rusdan selesai, karena wanita itu langsung memasang wajah tajam kearah Theresa.
"Saya akan cek laporan ini nanti, bagaimana kalau kalian berjalan-jalan saja. Mumpung disini. Saya ada rapat hari ini." Ujarnya.
Lavinia mengangguk, dan Theresa sangat mengangguk dengan senang. "Baiklah, hubungi saya jika ada pertanyaan mengenai itu pak,"
"Oke, saya akan hubungi kamu nanti."
Keduanya berjabat tangan, lalu pak Rusdan pergi mengantarkan Lavinia keluar.
...⚫...
"Kita akan kemana?"
Lavinia menatap Theresa datar. "Kita?"
"Um, lalu?"
"Kamu pergi saja sendiri, saya mau beristirahat."
Theresa hanya menatap kepergian Lavinia menuju gedung hotel, tempat penginapan mereka.
Beberapa karyawan hotel menunduk menyapanya, Lavinia hanya membalas senyuman. Setelah menaiki lift, pintu yang hampir saja tertutup telah dicegah oleh seorang pria.
"Maaf," ucapnya.
Keduanya sama-sama menunduk, "Loh,"
Lavinia mendongak.
Setelah pria itu menatap tombol lift yang sudah ditekan menuju lantai VIP, dia menatap Lavinia. "Anda memakai ruanga VIP juga?"
"Juga? apa anda memakai ruang VIP?" tanyanya.
Pria itu mengangguk, "iya."
Pintu lift menuju ruang VIP telah terbuka, mereka berdua sama-sama menundukkan kepala sebagai salam perpisahan.
Pria itu tersenyum tipis melihat kepergian Lavinia menuju ruangannya, diapun turut meninggalkan lift dan berjalan menuju kamarnya.
Menaruh idcardnya diatas meja, dia menatap laki-laki yang tengah tertidur pulas. "Joe, mau sampai kapan kamu tidur?"
"Besok," jawabnya.
"Besok? yasudah, tidur saja lagi, om sudah membelikanmu makanan." menaruh kantung plastik berisi makan siang untuk keponakannya yang tersayang. "Om ada pertemuan dengan keluarga pasien dari sore sampai malam. Tidak apa-apa kan?"
"Umm," Jonathan menguap, dia membuka matanya dan meraih ponselnya. "Jam berapa malamnya om akan selesai?"
"Kenapa?"
"Aku akan mengenalkan om pada seseorang."
"Lagi? kamu kira om-mu ini tidak laku?"
Jonathan mengangguk. "Kalau om laku, tidak mungkin nenek marah terus-terusan menginginkan om menikah secepatnya."
"Dasar kamu ini. Memangnya kamu akan mengenalkan om dengan siapa?"
Jonathan duduk, menatap kelangit-langit kamar, "wanita yang sangat cantik, perhatian, berbahasa lembut, dan yang terpenting berpendidikan yang jelas, pasti nenek akan langsung setuju."
"Itu terlihat kamu yang sangat menyukainya Joe,"
Matanya mengambang, dia menatap keluar jendela. "Eih, tidak mungkin. Joe sangat menyukai wanita itu sebagai tante,"
"Terserah kamu, nanti om kabari." Ucapnya sembari mengelus kepala Jonathan dan meraih jas kerjanya, "jangan lupa dimakan, kamu belum makan dari semalam."
"Kenapa membelikan Joe makan? padahal Joe sudah besar." Elaknya.
Nando tersenyum. "Kamu masih kecil dimata om, sudahlah om pergi yaa...."
"Aku sudah dewasa!!" ucapnya penuh ketegasan.
"Maka dari itu, bersikaplah dewasa Joe."
"Akan aku lakukan."
"Kalau begitu, menikahlah. Katanya semua orang akan berubah dewasa saat sudah menikah." Masih menatap Joe datar, "memiliki hubungan dan memiliki masalah bersama pasangan akan membuat pikiranmu dewasa."
"Lalu om sendiri?"
"Tunggu saja."
"Ooommmmm?!!!!! Apa dia sudah punya kekasih?" tanyanya pada diri sendiri, setelah meneriaki Nando yang tidak lagi terlihat diruang kamarnya. "Eihh, tidak mungkin. Aku sudah mengatur semuanya untuk om dan Lavinia."
...⚫...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Novellette (akun thor hiatus)
aku akn bc lg,sukses terus ya,saling mampir
2021-09-11
1
SeanHoney_
hai kak, aku udah mampir nih..
semangat upnya
2021-04-19
3