..."Aku berdiri di bawah cahaya beku, tapi...
...Aku akan mencoba berjalan langkah demi langkah ke arahmu"...
...⚫...
"There, kamu dari mana saja?"
Theresa menunduk kecil. "Maaf bu toilet mall selalu ramai dan saya harus mengantri itupun dilantai bawah."
"Itulah kenapa saya tidak selalu suka berada di tempat yang ramai." Menanggapi eluhan sekertarisnya.
Saat sudah kembali duduk, Theresa menegapkan tubuhnya mencari sosok pria yang bersama mereka tadi. "Loh, kemana pak Jonas?"
"Sudah pulang, katanya ada urusan mendadak," jawabnya sembari fokus menatap layar ipadnya, "There, jadwalkan pertemuan dengan kepala bagian di kota S untuk lusa,"
"Kenapa mendadak?"
Lavinia menatap Theresa. "Kenapa mendadak? tapi saya mengatakannya hari ini bukan malamnya,"
"Tapi bu,,,"
"Jangan bertingkah aneh-aneh Theresa, ceoat berkemas kita akan kembali ke kantor."
Theresa menghentakkan kakinya setelah Lavinia pergi lebih dulu, membiarkan dirinya mengemasi barang-barangnya yang tanpa sadar dikeluarkannya dari dalam tas. Theresa protes sendiri didalam hatinya tentang bosnya, wanita itu memang sangat pekerja keras dan mampu membuat Theresa sakit karena menahan lelah dan emosi karena keegoisan bosnya sendiri. Lavinia selalu saja memfokuskan dirinya hanya pada perusahaan, perusahaan, dan perusahaan tanpa memikirkan kehidupan percintaannya. Maka dari itu,,,,,,, Theresa tersenyum licik menatap punggung Lavinia yang semakin menjauh.
"Aku harus menyelamatkan kehidupan ibu Lavinia." Kembali tersenyum licik dengan menambahkan tawa menyeramkan setelah berucap. "Awas saja kamu Lavinia."
...⚫...
Setelah membereskan seluruh pekerjaan kantornya, Lavinia merapikan meja dan meraih tas serta jasnya. Dia tampak terkejut ketika melihat sekertarisnya masih berada di kantor ketika jam sudah menunjukkan pukul lima sore.
Lavinia berjalan keluar dan menghampiri Theresa dimejanya. "There, kamu kenapa belum pulang? kita kan tidak lembur?"
Theresa berdiri dari duduknya. "Saya masih mengatur jadwal untuk pertemuan dengan kepala bagian di kota S bu."
"Oh."
"Sebentar lagi saya akan pulang."
"Baiklah, saya akan menunggu dan akan mengantarkan kamu pulang."
Theresa menggeleng kuat. "Tidak usah bu."
Langkahnya berhenti ketika akan duduk disebelah kursi Theresa. "Kenapa? kamu tidak mau saya antar?"
Theresa menggeleng lagi. "Saya akan puoanh sendiri bu, ibu pulang saja dan beristirahat."
"Betul?"
"Iya bu."
"Oke, kalau gitu saya pulang duluan ya. Jangan pulang terlalu larut." Theresa mengangguk. "Jangan sampai membuat dirimu lelah."
"Siap bu." Gerak hormatnya dan menunduk kecil. "Selamat beristirahat."
Lavinia tersenyum tipis, lalu berjalan keluar kantornya menuju lift, ia menekan tombol sampai ke lantai gedung parkir, namun sebuah ingatan kecil membuatnya tersenyum sendiri. "Mencari kunci, berlari diparkiran, hampir membuatku gila karena perbuatan Shasha dan Rafli,"
Saat mobilnya sudah keluar gedung Lavinia sengaja membuka bagian atapnya, menikmati angin sore dan merasakan indahnya pemandangan kota yang sudah lama ia sukai.
Lagu dari Coldplay - Strawberry Swing menemani dirinya menikmati semua itu.
Jalan sudah lenggang, pekerja siang yang sibuk berganti oleh para pencari rezeki dimalam hari, Lavinia tersenyum tipis sembari menggeleng ketika seorang gadis menawarinya sebuah minuman besoda di lampu lampu merah.
"Ah,"
Matanya melihat seorang laki-laki yang tidak asing baginya, tangannya sedang menenteng sebuah papper bag berwarna putih. Hampir saja dia berteriak memanggilnya, tapi untuk apa?
Lampu berubah warna, karena jalanan masih lenggang, Lavinia sengaja mengemudikan mobilnya dengan kecepatan rendah, mengiringi langkah laki-laki tinggi dengan rambut gondrong berwarna abu-abu hitam itu. Kaki jenjangnya melangkah pelan, Lavinia ikut tersenyum saat laki-laki itu mengukir senyuman kepada pepohonan yang rindang dengan banyak burung merpati.
Namun, Lavinia menggeleng ketika menyadari perbuatannya, dia menancapkan gas dan langsung menuju rumahnya.
Dia tersenyum tipis. "Apa aku seorang stalker?"
...⚫...
Jonathan menatap jam tangannya,
"Apa dia sudah pulang kerja?" tangannya terus mengambang pada bagian bell rumah, "ahh kalau belum bagaimana?"
Bibirnya hampir berdarah karena terlalu lama dia gigit, "terserah, aku akan tetap bunyikan."
Sudah dua kali dia tekan, belum ada pertanda siapapun bersiap membuka. Namun, langkahnya berhenti ketika hampir meninggalkan teras rumah.
"Cari siapa, den?"
Jonathan berbalik. "Saya Jonathan bi, apa Vinny dirumah?"
"Vinny?" wanita dengan pakaian lusuh dengan kain yang disampirkan ke bahu memicing, menatap laki-laki muda yang asing namun memanggil nyonyanya dengan panggilan akrab.
Merasa mendapat tatapan intens dari atas hingga bawah membuat Jonathan menelan salivanya pelan, ini seperti sedang di tatap oleh ibu dari teman perempuan, "bi Rukma, kok menatap saya seperti itu?"
Bi Rukma mengerjap matanya, "wait, kamu mengenal nama saya?"
"Of course. Vinny yang beritahu saya,"
"Silahkan masuk den," bi Rukma membuka pintu lebar-lebar, membiarkan Jonathan masuk dengan pikirannya sendiri. "Vinny sedang mandi, nanti saya panggilkan, silahkan duduk dulu."
"Terima kasih,"
Bi Rukma pergi kedapur meninggalkan Jonathan, membuatkan minuman kepada tamu adalah hal yang sangat wajib bukan?
Selang beberapa menit bi Rukma kembali dengan sebuah nampan berisi kopi diatasnya.
"Teman dekat Vinny?" tanyanya sembari menaruh minuman diatas meja, lalu dia duduk menatap Jonathan, "hemm, kenapa tidak menjawab?"
"Umm,, tidak terlalu dekat,, ka-kami ee......"
"Bi Rukmaaa,,,," panggilan Lavinia membuat keduanya mendongak kearah tangga, Lavinia turun sembari mengikat tali baju tidurnya dan terus berbicara tanpa mengangkat kepala, "tolong buatkan saya teh hangat, dan tolong campurkan sedikit madu karena saya butuh kehangaa,,, tan."
Lavinia terdiam setelah menyelesaikan ucapan serta mengikat baju tidurnya, "Jonathan,,, aahhh maksud saya," Lavinia menatap bi Rukma, "hawanya sedikit dingin dan saya ingin yang hangat-hangat."
"Baik, saya buatkan dulu."
"Terima kasih. Ohh, sudah membuatkan minuman untuk Jonathan,"
"Sudah, Lavi."
"Terima kasih,"
Jonathan dan Lavinia saling melempar senyuman, lalu wanita itu berjalan mendekati Jonathan, "kesini? ada apa?"
"Membawakan ini,"
Sebuah papper bag berwarna putih, "jadi ini untukku."
"Maaf,"
"Ah, tidak." Lavinia meraihnya. "Terima kasih."
"Jadi, siapa nama panggilanmu? Vinny atau Lavi,"
Lavinia tersenyum, "bi Rukma memanggilku Lavi karena nama anaknya juga Vinny, beliau tidak enak." Lavinia menyuruh Jonathan untuk kembali duduk, "terima kasih cake nya, apa buatan sendiri, kotaknya seperti bukan dari sebuah toko? tidak ada merek."
"Mama yang membuatnya,"
"Waw, terima kasih. Sampaikan salamku untuk mamamu," Lavinia terdiam, "tunggu. Apa mamamu tau kalau cake diberikan untukku,"
"Tentu. Aku memang memintanya membuatkannya untukmu, mamaku sangat enak saat membuat cake." Ucapnya bangga, "cobalah,"
"Nanti aku akan meminta bi Rukma memotongkan," Lavinia menatap Jonathan sekilas, "apa kamu jujur tentang dimana kamu tidur semalam?"
"Ya. Aku selalu jujur pada mamaku. Untuk papa, omku sudah menelepon beliau dan memakluminya."
"Kakakmu?"
"Dia belum kembali dari bisnisnya di kota B."
"Oh, begitu." Tidak ada topik lagi, mereka sama-sama terdiam dan saling membisu. "Aku kira, kamu sedang marah padaku?"
"Hah? aku? kenapa?"
"Tidak tahu."
"Ah, apa karena pagi ini didepan apartemen? aku hanya sedikit kesal,"
"Kenapa?"
Jonathan menggeleng samar, mengatakan sejujurnya adalah hal konyol yang akan wanita itu tertawai, untuk mencegah itu, Jonathan menyimpannya dalam hati, "laki-laki kamu jadikan sebagai bisnis..."
"Hah?" Lavinia tertawa, "teman-temanku....."
"Sudah, tidak usah dijelaskan, aku mengerti." Mereka sama-sama tersenyum canggung, "lusa ada waktu?"
"Ada. Ke-kenapa?"
"Hanya ingin mengajak berjalan-jalan,"
"Aku ada pertemuan di kota S, mungkin lain waktu."
Jonathan berdiri, "baiklah, aku akan mencari waktu agar bisa bertemu."
"Oke, tapi untuk apa?"
"Aku belum memikirkannya."
Mereka berjalan menuju pintu, namun melihat Jonathan diam dan berjalan didepannya bukanlah Jonathan yang ia kenal pagi itu, tapi ia sadari. Belum mampu menyimpulkan seperti apa Jonathan itu, mereka baru bertemu malam itu dalam keadaan bisa dibilang tidak mengenakkan pula. Jadi, ia belum bisa mengatakan perubahan yang dibuat oleh Jonathan.
"Lavinia...."
"Eh, iya, Lavinia?" tanyanya bingung, panggilan Jonathan berubah?
"Maaf merepotkanmu malam itu dan maaf untuk tadi pagi.."
"Tidak masalah."
"Kamu tau kan? bahwa waktu tidak bisa digantikan dengan apapun, dan waktu yang dilakukan olehku berharga semua,"
"Lalu?"
"Hanya mengatakan itu saja,"
"Oh, iya."
"Aku pergi."
Lavinia hanya membalas lambaian tangan Jonathan dengan senyuman manisnya.
...⚫...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments