Hujan rintik di suatu sore. Harum tanah yang baru saja tersiram hujan selalu menjadi favorit Iva. Pandangannya menyapu luas taman di luar cafe. Hatinya merindukan sebuah sosok yang kerap berjalan menemuinya disaat semua masih terasa begitu bahagia.
Iva mengingat kala itu, ia dan Aarav sering sekali hangout disini. Mereka berbicara apa saja yang terjadi di sekitar. Mulai kondisi bencana alam sampai gosip selebriti terbaru. Bercanda mulai dari kisah masa lalu, sampai dengan merancang masa depan.
***
"Aku sering berharap, kamu masa depanku" ucap Aarav suatu malam. Sambil menyeruput dalgona cofee favoritnya.
Iva tersipu. Lebih dari setahun mereka bersama. Setiap perkataan Aarav masih saja membuat hatinya berbunga-bunga. Mungkin ini yang disebut cinta pertama?
"Apa yang kamu lihat di masa depan kita?" Malu-malu Iva bertanya. Wajahnya memerah dan bibirnya tidak bisa berhenti tersenyum.
"Aku, kamu, bahagia" jawab Aarav singkat, namun penuh harapan.
***
Seorang pemuda berkulit sawo matang berjalan tegap. Rambut lurusnya bermain didera angin. Sesekali ia menyibakkan mereka ke belakang. Jaket kulit cokelat yang menjadi ciri khasnya erat melindungi dari hawa dingin kaki gunung. Wajahnya menawan, memancarkan kepedulian dan kasih sayang. Itulah Aarav, sosok pujaan hati Iva.
"Apa kabar Va," sapa Aarav menarik kursi dan duduk dihadapan Iva.
Mata Iva seketika berbinar. Senyum manisnya mengembang seiring dengan deru nafas yang mulai memburu. Mendapati Aarav didepannya, telah membuat Iva penuh dengan rasa cita.
"Sudah pesan minum?" tanya Aarav membuka menu cafe.
"Sudah kok. Kesukaan kamu, dan aku," jawab Iva sambil terus tersenyum.
Aarav menatap Iva dalam-dalam. Hatinya sakit melihat kekasihnya sudah menjadi tunangan orang lain. Dan orang lain itu adalah Ben. Seorang lelaki yang menurut Aarav sama sekali tidak pantas untuk Iva.
"Sudah berapa malam kamu tidak tidur Va? Sekitar matamu menggelap." Aarav mengulurkan jemarinya menyentuh pipi Iva.
"Entahlah..." sahut Iva mulai berkaca-kaca. Sentuhan Aarav merontokkan semua pertahanan dirinya.
"Aku berada dalam kehancuran hidupku!" Iva terisak sambil menutup wajah dengan kedua tangannya.
Aarav segera berpindah ke sebelah Iva. Tangan maskulinnya memeluk pundak sang kekasih. Ditariknya tubuh Iva mendekat.
"I'm here... It's okay," bisiknya mengecup kening Iva. Dekapan hangat Aarav adalah sesuatu yang sangat dirindukan oleh Iva.
Aarav telah mulai menjaga jarak semenjak orang tua Iva memutuskan perjodohan dengan Ben. Mungkin bagi Aarav kenyataan bahwa Iva akan segera dimiliki orang lain terlalu pahit untuk tetap bisa menghabiskan hari-hari berdua.
Meskipun kata "putus" belum terucap diantara mereka berdua. Iva paham bahwa jarak antara dirinya d engan Aarav tiap hari makin jauh.
Ucapan Ayah dan Ibu tentang Aarav yang mengincar harta terlintas di benak Iva. Ah, seandainya mereka tahu betapa beningnya hati Aarav.
Memang ia tidak bergelimang harta. Apa yang ia miliki serba berkecukupan. Aarav bisa saja menjadi playboy seperti Ben dengan kegantengan wajah dan otak encernya. Tapi pemuda kapten tim basket kampus ini lebih memilih menjadi lelaki sederhana dan menghargai keberadaan wanita. Khususnya keberadaan Iva dalam hatinya.
Tutur kata Aarav selalu tertata, penuh kelembutan. Nada bicaranya rendah, menghangatkan hati Iva di saat-saat keterpurukan.
"Bagaimana dengan kita?" tanya Iva menyeka air matanya. "Mau dibawa kemana hubungan kita?"
Aarav tersenyum, "Biar waktu yang menjawab," sahutnya merapikan jepit rambut di kepala Iva.
"Tolong jangan tinggalkan aku Ar," pinta Iva menggenggam erat tangan Aarav.
Aarav tertegun sesaat. Namun ia cepat mengangguk saat melihat mata Iva kembali memerah dan berair.
"Sssshhh.... Berhentilah menangis. Aku akan selalu ada untukmu,. Apapun judul dari hubungan kita, aku akan selalu ada untuk kamu," yakin Aarav.
Dalam hatinya ia menyesal telah mengucapkan kalimat barusan. Bagaimana mereka bisa terus bersama jika Iva dan Ben akan menikah?
Tapi Aarav tahu kalimat itu yang akan menenangkan Iva. Dan saat ini, untuknya, yang paling penting adalah agar Iva bisa tegar menghadapi berbagai kepahitan hidup di depan.
"Meski aku sudah jadi istrinya Ben?" suara Iva memecah keheningan.
Aarav menghela nafas panjang. "Iva.. aku tidak bisa berkata banyak saat ini. Yang aku bisa katakan adalah aku mencintai kamu, dengan sangat besar. Tentang Ben, aku sungguh tidak tahu harus berkata apa..." ucapnya jengah.
"Kamu sadar kan bahwa aku tidak ada pilihan? Menikah dengan Ben atau bisnis Ayah hancur!"
"Iya aku tahu. Dan sebagai seorang anak, kamu harus membantu ayahmu."
"Jadi kamu setuju aku menikah dengan Ben?!" Iva mendelik dan menaikkan intonasi suaranya.
Aarav kembali menghela nafas. Kali ini lebih panjang dari sebelumnya. Mata sendunya tertuju pada kedua mata Iva. "Kalau aku tidak setuju, apakah akan ada bedanya? Lihatlah aku, Iva. Aku hanya anak penjual sepatu. Toko ayahku pun tidak besar. Aku bisa bersekolah di tempat yang sama dengan kamu juga karena beasiswa. Apalah arti pendapatku dalam masalah ini?" jelas Aarav semakin pedih.
"Yang bisa menghentikan semua ini adalah uang. Puluhan milyar, Va. Apa menurut kamu aku bisa menolong kamu sekarang?"
Iva terdiam. Ia menyadari bahwa dalam situasi seperti sekarang ini, tidak ada yang dapat disalahkan.
"Mungkin, yang bisa kita lakukan, hanyalah sesekali bertemu seperti sekarang ini?" tanya Iva memohon.
"If u wish..." jawab Aarav.
"Kamu masih tetap pacarku kan Ar?" Iva menatap kuatir pada kekasihnya.
"Aku tidak tahu sampai kapan aku kuat melihat diriku mampu pacaran dengan tunangan orang" jawabnya lesu menunduk. "Aku tidak mau merusak rumah tangga orang." tandasnya.
Iva bagaikan tersambar petir. Jadi ini tujuan Aarav mengajaknya bertemu. Aarav ingin menyudahi hubungan mereka?!
Tidak!! Aku tidak ingin kehilanganmu!! Batin Iva menjerit.
"Iva maafkan aku...." Pelan suara Aarav berbisik. "Aku tidak bisa berjanji apapun padamu. Aku hanya bisa berkata aku akan berusaha menunggumu sampai kamu bisa kembali ke pelukanku. Berusaha sekuat yang aku bisa," lanjutnya.
"Takdir yang akan menerbangkan kita..." gumam Iva semakin lirih.
Mereka terdiam. Rintik hujan terdengar jelas disela keheningan hati Iva dan Aarav.
Iva kembali terisak. Lentik jemarinya rapuh menggenggam jemari Aarav.
Aarav mendapati cincin pertunangan Iva di jari manisnya. Seandainya bisa, ingin ia merampas cincin itu dan membuangnya jauh ke dalam rintik hujan.
"Maafkan aku, cincin ini terpaksa aku pakai terus," tutur Iva menyeka air matanya.
Aarav tersenyum kalem. Diangkatnya telapak tangan Iva kemudian mengecup jemarinya. "Aku tahu dimana hatimu.. Cincin hanyalah sebuah benda. Tidak menggambarkan isi hatimu," hibur Aarav.
Iva tidak kuat lagi. Ia melompat memeluk Aarav dengan sangat erat. "Bawa aku dari sini, Ar" pintanya semakin tenggelam dalam kesedihan.
Aarav terdiam. Berat isi didalam dadanya. Seandainya ia bisa, pasti ia sudah membawa Iva jauh dari kota ini dimana mereka bisa hidup damai berdua. Tapi ia tahu bahwa itu hanyalah angan-angan konyol.
Sore itu, hujan rintik-rintik menjadi saksi runtuhnya sebuah ikatan cinta suci.
*****
***Teaser Next Chapter :
"Siapa yang tidak suka dengan cinta? tutur Ben menatap Iva. Ada yang berbeda dalam tatapan Ben kali ini. Tatapan yang lebih syahdu.
"Bukannya kamu sudah bergelimang cinta? Cewek kamu dari dulu sampai sekarang, hampir tidak bisa dihitung jumlahnya. Mereka semua pasti cinta mati sama kamu?"
"Yakin mereka cinta mati sama aku? Bukan cinta mati sama hartaku?" Suara Ben hampir terdengar ... hampa***.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
Lingling Lingling
Thor, krn jiongli saya jd ngunduh apk ini trs mulai membacanya🤩liat komen² yg lain pd nyebut Darren. apakah ini Darren yg sama atau beda Thor? 😁😅
2022-08-26
2
Levi Vina
part bikin mewek
2022-04-24
0
Lia Rosita
Aku Hadir. Bawa like
2021-05-05
1