"Kira kira ada apa di mansion bawah ya, apa benar orang orang dari sana seperti yang di rumorkan ?" gumam Lobelia yang tidak melihat bahwa, gurunya telah di sampingnya.
"Sedang memikirkan apa ?" tanya Te Heya.
"Ah... kakak. Em, itu menurut kakak bagaimana sesuatu di luar sana ?" balas Lobelia.
"Sesuatu ?" jawabnya. Te Heya menatapnya seolah olah sedang membaca apa yang ada di fikiran muridnya.
"E,em... seperti sesuatu hal yang indah! mansion bawah misalnya ?" balas Lobelia, bertanya pada Te Heya.
"Kau tidak perlu berpikir tentang itu, berlatihlah terus dengan baik." Jawab tegas Te Heya pada muridnya yang kemudian pergi meninggalkan Lobelia.
.
.
.
#Flashback On.
Awal mula Dewa kehidupan yang masih di tahap pelatihan spiritual sebelum di angkat menjadi Dewa di nirwana. Dia adalah manusia yang saat itu telah mencapai tahap level cahaya yang namanya adalah Morpha. Manusia level cahaya ini berada di satu tingkat dari level manusia suci. Tahapan level manusia spiritual di gunung Melian dari tahap spiritual dasar, tahapan menengah level 1 sampai 8 yin yang, tahap level rainbow, spiritual level manusia suci tingkat 1 sampai 10 ajna, tahapan manusia tingkat cahaya di level 1 sampai 7 ajna, dan yang terakhir tingkat manusia syurgawi. Namun, jika mereka mampu melampaui semuanya serta, selalu melakukan kebajikan maka dapat diangkat menjadi Dewa jika mereka menjadi manusia yang terpilih.
Kala itu banyak manusia dari dataran manapun yang belajar pelatihan spiritual dan beladiri di sana, salah satunya adalah kedua orang tua dari Te Heya.
Ayah Te Heya, bertemu dengan ibunya saat masing masing telah di beri gelar oleh Dewa di nirwana hingga, keduanya menikah dan lahirlah Te Heya. Orang tua Te Heya, yang juga seorang jendral di bawah pimpinan Morpha, dia telah mencapai tingkat syurgawi dan istrinya mencapai tingkat wanita suci. Mereka di perintahkan untuk melawan kerjaan wilayah Thebes, yang kala itu berusaha akan menguasai gunung Melian.
Dalam pertempuran tersebut keduanya terluka parah, mereka mengorbankan diri untuk melindungi gunung dan Morpha, yang mendengarnya saat itu pun ikut turun tangan untuk membantu mereka. Namun naas, dia terlambat dan mereka menghembuskan napas terakhirnya di medan perang. Selanjutnya, Morpha melawan Raja tersebut dan keduanya imbang karena, di kerjaan tersebut dari generasi ke generasi memiliki kekuatan dari blood storm dan Morpha, mengeluarkan pedang kabut es nya yang mampu melumpuhkan blood storm milik Raja Thebes. Dari pertempuran keduanya Morpha memenangkanya, dan Raja Thebes terluka parah yang akhirnya tidak mampu untuk melawan lagi. Sebelum Raja Thebes mati, dia mengikrarkan sumpahnya.
"Raja berkata, bagi siapapun yang turun dari gunung Melian, akan di musnahkan sampai ke generasi berikutnya. Dengarkanlah perintahku untuk seluruh penerusku, Melian adalah gunung terakhir yang belum kita kuasai. Uhuk..uhuk!" sumpah sang Raja yang murka di hadapan Morpha.
"Itu tidak akan pernah terjadi. Melian, tetaplah Melian yang akan menjadi gunung suci selamanya, dan membawa kesejahteraan bagi rakyat di bumi," jawab Morpha.
"Sraat... Crash."
Suara tebasan pedang terkahir dari Morpha untuk Raja Thebes.
Setelah kejadian itu Morpha, mengumukan bagi siapa pun tidak boleh turun gunung, dan menutup akses untuk membuka progam belajar di gunung Melian kecuali, bagi mereka yang sudah tinggal. Kala itu Te Heya, berumur 5 tahun yang sudah belajar pelatihan spiritual bersama murid murid yang lain.
.
.
17 tahun berlalu setelah pertempuran besar itu Morpha, menjadi manusia yang terpilih dan diangkat menjadi Dewa kehidupan dan menempat di nirwana.
"Te Heya, kau sudah saya anggap seperti putri sendiri. Tolong, jagalah gunung Melian untuk saya, dan untuk warga gunung Melian. Saya kedepanya akan tinggal di nirwana, kau tetaplah berlatih dan pilihlah beberapa murid untuk kau ajari kelak. Saya akan menjaga kalian dari jauh, jangan lupa untuk selalu aktifkan kemampuan telephati mu. Jika ada apa apa, saya akan selalu membantu mu. Mansion atas ini saya serahkan padamu, jika kau butuh apa apa mintalah bantuan pada paman Baron dari mansion bawah." Pesan Morpha pada anak asuhnya.
"Mansion bawah, guru ?" tanya Te Heya.
"Ya, paman Baron lah yang menjadi penanggung jawab di sana. Pergilah jika kau ingin mengumpulkan persenjataan, pergilah jika kau ingin memesan atau di buatkan pakaian, dan pergilah kau jika itu hal yang penting dan mendesak. Dia akan menerima kau dengan baik tapi, jangan sekali kali kau menyinggungnya tentang mansion bawah. Kau tidak perlu mengetahui sesuatu yang tidak perlu kau ketahui. Ini adalah perjanjian di antara kami. "
Itu adalah pesan tambahan darinya untuk Te Heya, agar selalu menjaga privasi satu dengan yang lain.
"Baik, guru!" jawab Te Heya, patuh.
Te Heya, sampai dengan hari ini selalu memegang teguh pesan dari gurunya yaitu, Morpha sang Dewa Kehidupan. Dia tetap melakukan kegiatan pelatihan spiritual tiap harinya bersama murid murid yang telah dia pilih, salah satu dari muridnya yang memiliki bakat alami adalah Lobelia. Selisih umur keduanya hanya 5 tahun, dan sampai sekarang gunung melian tidak pernah menerima peserta didik dari luar seperti dulu. Mereka hanya mengajar murid murid yang tersisa dan tinggal di sana sepanjang hidupnya.
#Flashback Off
.
.
"Swosh...sring,sreng...trang,trang...tring,sring."
Suara pedang Lobelia yang tengah berlatih dengan murid yang lain.
Te Heya, menghampirinya dan mengambil sembilah pedang kemudian, dia tiba tiba menggantikan posisi pasangan berlatih Lobelia.
"Wuushh... sriiiing"
Te Heya, terbang dengan mengayunkan pedangnya lalu memulai pembicaraan sembari menemani Lobelia berlatih.
"Sudah lama kita tidak berlatih." Ujarnya dengan mengayunkan pedang pada Lobelia.
"Sriiing... Itu karna kau sibuk sendiri!" jawab Lobelia, terus melanjutkan.
"Trang, trang, sriing... Jadi, kau marah pada guru mu ?" balasnya.
"Saya tidak berhak." Jawaban Lobelia, tetap melanjutkan.
"Hmm...kau tidak perlu tau tentang mansion bawah lagi, itu bukan sesuatu hal yang bisa kau singgung," sambungnya mengfokuskan dari pembicaraan Lobelia kemarin.
"Kenapa begitu, bukankah kita semua sama." Jawab Lobelia tegas, dan makin mempercepat ayunan pedangnya.
"Trang, trang, sring, sreng... kita berbeda dengan mereka, kau cukuplah berlatih dengan giat. Kita tidak pernah tahu, kapan kejahatan akan muncul entah, kejahatan dari diri sendiri atau dari luar." Tegur Te Heya, menatap tajam.
"Kalau begitu, bagaimana dengan kondisi di luar gunung ini ?" tanya Lobelia yang menghentikan ayunan pedangnya.
"Kau tidak perlu mengetahui sesuatu hal yang tidak perlu kau ketahui."
Te Heya kemudian pergi meninggalkan Lobelia di tempat.
Lobelia, yang kemudian tetap melanjutkan pelatihnya sendiri, dia merasa bahwa gurunya tidak mempercayainya sehingga, bungkam dan tidak mau bercerita.
Lobelia, yang dalam keadaan kecewa, akhirnya tidak berbicara dengan gurunya selama 3 hari. Dia mengingat bahwa minggu depan gurunya akan pergi berlatih ke tempat Dewa kehidupan. Jadi, dia menahan amarahnya agar tetap stabil emosionalnya dan bisa berlatih spiritual dengan tenang di atas batu pelatihan serta, tidak meluapkanya pada murid murid yang lain pada saat dia di tinggal pergi berlatih.
.
.
.
.
.
.
________________________
Sudah di chapter 3, terimakasih bagi yang sudah mau berkunjung di novel pertamaku. Kira kira ada siapa saja di mansion bawah, tetap standby, jangan lupa like 👍 dan komentarnya.👌
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
pauji
hadir 😊
2022-05-16
2
Abu Alfin
lanjut nanti malam Thor
🙏🙏🙏
🌼🌼🌼
2021-06-07
1
#piscean's
gak berbelit aku syukak
2021-04-08
1