“Gue pulang ya!” ucap dokter Frans saat sampai di ujung gang rumah Felic. Ia
menyerahkan sepeda yang semula berada di tangan dokter Frans. Saat pulang
bergantian dokter Frans yang membonceng, sedangkan Felic di bonceng dengan
sepedanya.
“Iya…., jangan lupa lusa ke rumah gue, gue tunggu. Sudah tahu kan rumah gue di
mana?” ucap Felic mengingatkan lagi pada dokter Frans.
“Udah …, ya udah sana pulang ….!”
Dokter Frans meminta Felic untuk meninggalkannya terlebih dulu. Setelah Felic dan sepedanya menghilang di balik gang lainnya. Dokter Frans segera menghubungi
sopirnya.
“Halo …, jemput saya di daerah ….!”
“baik tuan!”
Dokter Frans tidak menjelaskan tentang dirinya pada Felic karena ia sudah nyaman
dengan sikap Felic yang seperti itu, yang blak-blakan itu. Ia takut jika Felic
tahu siapa dia sebenarnya, sikap Felic akan berubah padanya.
Sudah banyak orang yang ia kenal, biasanya jika mereka tahu tentang dirinya ada dua
kemungkinan. Mereka akan menjauhinya karena ia tidak punya keluarga, atau
menjauhinya karena merasa takut bergaul dengannya dan kemungkinan yang ke dua
adalah mereka akan mendekatinya karena ia dekat dnegan orang yang sangat
berpengaruh di dunia bisnis dan memanfaatkan kedekatannya.
Sopir pun tak berapa lama datang dengan mobilnya, dokter Frans segera meninggalkan
tempat itu bersama mobilnya.
Felic terhenti di tengah jalan saat sepedanya lagi-lagi berpapasan dengan mobil yang
sama yang pernah ia serempet beberapa waktu lalu. Felic tidak turun dari
sepedanya sampai mobil itu berhenti dan pemiliknya keluar dari mobilnya.
“Rangga!”
ucap Felic tanpa mengeluarkan suaranya. Ia tidak menyangka bisa bertemu dengan
pria itu. Moodnya seketika naik drastis, tapi kembali anjlok saat ia mengingat
wanita yang di bawa Rangga ke acara reoni itu.
“Fe….., dari mana? Tadi aku …!” ucapan Rangga menggantung karena Felic
memotongnya.
“Rangga …, aku dari jalan-jalan saja …!” ucap Felic terlihat salah tingkah, ia masih
belum bisa mengendalikan perasaannya setiap kali bertemu dnegan pria itu.
“Mau mengobrol denganku!”
“Ehh….!” Lagi-lagi Felic terkejut, ia tidak menyangka Rangga mau mengajaknya
mengobrol.
“Kita ke sana!” ucap Rangga sambil menunjuk pada pos ronda yang berada di seberang
jalan. Felic pun hanya mengangguk seperti kerbau yang di colok hidungnya, nurut
aja gitu. Rangga mengulurkan tangannya meminta Felic untuk berjalan di depan.
Mereka duduk berdua, hanya berdua saja di pos ronda itu, sudah lama sekali Felic
menginginkan hal ini. Sudah lama sekali sampai takdir memisahkan mereka.
“bagaimana kabarmu?” Tanya Rangga, sepertinya pria itu juga sama gugupnya.
“Oh …astaga …,
aku sudah berkali-kali menanyakan hal ini!”
“Tidak pa pa, setidaknya itu menandakan kalau kamu memperhatikanku!” ucap Felic
spontan, tapi ia segera menyadari jika yang di katakan nya salah.
Apa yang aku katakan …, sudah cukup
jangan mengharapkan lebih …, ini tidak baik untuk hatimu …
“Maaf…, bukan itu maksudku!”
“Tidak pa pa, aku suka mendengarnya!” ucap Rangga dengan senyumnya yang begitu lembut.
Mereka kembali terdiam beberapa saat. Mereka menyelam di dunia pemikiran mereka
masing-masing. Hingga Rangga memulai bicara kembali.
“Fe…!”
“Hemmm?”
“Beberapa tahun yang lalu aku sempat mencari mu di alamat rumah lamamu!”
Ucapan Rangga benar-benar berhasil membuat hati Felic terobrak-abrik. Ia tidak tahu
harus apa, hatinya begitu senang hingga tanpa sadar bibirnya melengkung ke
atas, ia begitu sulit untuk mengendalikan perasaan seperti ini. Felic berusaha
keras untuk mengendalikan perasannya, ia tidak mau sampai Rangga menyadari
perasaannya.
“Apa kau tidak ingin bertanya kenapa aku mencariku?” Tanya Rangga lagi. Tapi mulut
Felic seperti terkunci. Ia berusaha keras untuk menghilangkan perasaan itu,
tapi begitu sulit.
‘Ngga …., aku harus pulang. Maaf ya …., sampai jumpa lagi!”
Felic benar-benar tak berniat untuk menjawab pertanyaan Rangga. Ia memilih segera
kabur dari tempat itu, ia tidak mau ada masalah baru dalam hidupnya, apalagi
jika memikirkan ia jadi perebut pacar orang, namanya akan semakin buruk saja di
masyarakat.
Rangga masih berdiri menatap punggung felic yang berlalu bersama sepedanya, wanita itu
begitu terburu-buru.
Felic tidak mau berlama-lama lagi dengan Rangga, ia takut jika perasaannya tak bisa
di kendalikan lagi dan ia akan meminta Rangga untuk menjadikannya istrinya.
Felic tidak langsung pulang, ia memilih untuk berhenti di gang buntu yang sepi, ia
segera meminggirkan sepedanya dan berjongkok di sana. Ia membuang air matanya
di sana. Ia menutupi semua air matanya dari orang lain, tempat ini adalah
tempat yang paling nyaman untuknya menangis, tak akan ada siapapun yang melihat
air matanya ini.
Hatinya begitu rapuh tapi ia tetap berusaha tersenyum pada semua orang. Tetap pura-pura
kuat di depan semua orang.
“hiks hiks hiks …., hiks hiks hiks ……, hiks hiks hiks ….!” Felic terus menangis ia
menumpahkan semua air matanya. Menghilangkan semua kesedihannya, ia tidak mau sampai keluarganya mengetahui kesedihannya ini, sudah cukup luka yang di
berikan untuk keluarganya, tidak lagi.
“Sudah cukup …, semua sudah berubah …., berhenti mengharapkannya …., kau bodoh Felic
…., kau bodoh …..!” Felic terus menyalahkan dirinya sendiri, ia menyalahkan
perasaannya yang tidak bisa beralih mencintai pria yang bernama Rangga.
Felic mengembuskan nafas beratnya, menata kembali perasaannya. Ia mengambil air minum
yang berada di dalam tasnya, ia gunakan air minum itu untuk menyiram wajahnya
agar kembali segar dan menghilangkan sisa air matanya.
“Mungkin ide Frans ada benarnya…., setidaknya aku tidak merasa di rugikan dengan
pernikahan itu!”
Felic memasukkan kembali botol minumnya ke dalam tas, ia berdiri dan memutar
sepedanya kembali, kayuhan demi kayuhan ia lakukan hingga sampai di depan
rumah. Ayahnya sudah berdiri di teras rumah, sepertinya sedang menunggu
sesuatu.
“Ayah…, nunggu apa?” Tanya Felic setelah memarkirkan sepedanya berjejer dengan
sepeda ayahnya.
“Menunggumu Fe …, dari mana aja tadi?”
“Tadi kan Fe sudah pamit sama ayah, ada apa?”
“Abi ke sini tadi, dia nunggu kamu lama …!”
“Ayah …, kenapa dia ke sini? Bukankah Fe sudah menolah perjodohan itu!”
“Masih ada waktu dua hari Fe, sampai kamu membawa calon mu itu. Tadi dia sempat pulang dan di jalan melihatmu sudah pulang jadi dia kembali ke sini, tapi sampai di
sini kamu nggak sampai rumah. Mampir ke mana aja?”
“ketemu aku? Kapan yah? Felic nggak liat tuh yah!”
“ya mana ayah tahu …, mungkin kalian berpapasan tapi kamu tidak mengenalinya! Ya
sudah sana bersihkan dirimu, kau ini sudah besar masih saja bau matahari!”
“Baiklah …, ayahku yang tampan. Kau menggemaskan sekali dengan perut buncit mu itu!” ucap Felic sambil berlari meninggalkan ayahnya.
‘Astaga….., jangan mengejek ayahmu ini!” teriak ayahnya, tapi sepertinya Felic sudah
biasa mendengar teriakan ayahnya itu.
Bersambung
Jangan lupa untuk kasih dukungan untuk author dengan memberikan like dan komentarnya ya kasih Vote juga yang banyak ya
Follow Ig aku ya
tri.ani.5249
Happy Reading 😘❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 404 Episodes
Comments
Skolastika Nur Intan Kusuma
apa si Abi itu Rangga ya???🤔🤔
2022-08-31
0
Ursula Ursula
kok bodoh ya felic nya
2022-08-30
0
Turmini Marjo
aku gregetan sama felic ...knp ngga mau nemuin orang yg mau d jodohkan ...tetus knp ngga mau denger rangga ngomong ...
2021-06-10
0