Suasana ruang makan itu terlihat sedikit sunyi dan mencekam. Hanya sesekali terdengar suara sendok dan garpu yang beradu diatas piring berisi nasi goreng udang kegemaran penghuni rumah itu.
"Jadi, kamu tidak bermaksud menjelaskan sendiri sama Papa?!"
Terdengar suara laki-laki setengah abad itu memulai percakapan ditengah acara makan malamnya.
"Maaf, Pa! Cyra tahu Cyra salah."
"Sudah berapa maaf kamu ucapkan pada Papa?! Maafmu sudah tidak berguna lagi. Dan tindakanmu kali ini sudah tidak bisa ditolerir lagi, Cyra," tekan suara bariton itu greget.
"Mau ditaruh dimana muka Papa ini. Seorang Bayu Purnama, donatur terbesar Sekolah Budi Pekerti, justru memiliki putri yang tidak mempunyai sikap budi pekerti yang baik yang sesuai dengan nama sekolah itu sendiri."
Perlahan, Cyra meletakkan alat makannya. Tangannya kini saling meremas diatas meja dengan pandangan tertunduk.
"Bukan berarti karena Papa menjadi donatur terbesar disekolah, lantas kamu bisa seenaknya saja, Cyra. Anak perempuan, kok, mengendap-endap memanjat dinding untuk minggat dari sekolah. Tindakan macam apa itu?! Memangnya kamu mau jadi maling, hah?!" bentak Pak Bayu keras.
"Astaghfirulloooh, Non Cyra! Ajaran dari siapa itu?!"
Bi Inah yang kebetulan masuk membawa irisan buah itu sontak beristighfar karena kaget. Wanita itu tidak menduga, ternyata sampai separah itu kenakalan putri majikannya disekolah.
"Eh, maaf, Pak, bukannya mau ikut campur. Hanya refleks saja tadi," ujar Bi Inah sambil memukul mulutnya yang keceplosan manakala didapatinya pelototan dari sang majikan.
Bi Inah pun segera beringsut dari ruang makan kembali ke dapur setelah meletakkan piring buah.
"Untung saja tadi pagi Papa bisa meyakinkan Kepala Sekolah. Jika tidak, entah bagaimana nasib sekolah kamu kedepannya."
"Maaf, Pa!"
"Pantas saja Mamamu tidak kuat menanggung beban ini," ujar Pak Bayu lirih.
"Sekali lagi maafin Cyra, Pa! Cyra janji! Cyra bakal jadi anak baik dan nurut sama Papa kali ini," cicit Cyra sedih saat papanya mengungkit kejadian dua tahun silam.
Setelah menyelesaikan kalimatnya, gadis itu lantas berlari menaiki anak tangga menuju kamarnya dilantai dua.
Dijatuhkannya tubuhnya dikasur dengan kasar.
"Hiks ..., hiks ...!"
Terdengar suara tangis Cyra yang dibenamkan kedalam bantal tidurnya.
Sesaat setelah dirinya mulai tenang, gadis itu pun bangkit dari tengkurapnya dan duduk ditepi ranjang.
Perlahan, Cyra mengambil sebuah bingkai diatas nakas samping ranjang. Bingkai itu berisi foto seorang wanita anggun yang sedang memeluk pundak seorang perempuan berumur lima belas tahun yang mengenakan baju dan topi pantai.
Jemari lentiknya lantas mengusap foto tersebut saraya bergumam:
"Maafin Cyra, Ma! Gara-gara Cyra Papa jadi kehilangan Mama. Gara-gara aku juga Mama ... hiks ...!"
Cyra tidak melanjutkan kalimatnya. Tangisnya kembali pecah.
Gadis itu kembali diingatkan tentang kejadian dua tahun lalu.
Flash back on
Cyra tengah menikmati liburan dengan bermain pasir bersama keluarganya.
Setelah puas bermain pasir, Cyra pun mengajak keluarganya untuk berswa foto. Yang menjadi fotografernya adalah sang mama.
Wanita paruh baya namun masih terlihat cantik dan segar itu lebih suka menjadi subjek, daripada menjadi objek.
Alasannya, dirinya tidak fotogenik seperti orang-orang. Untuk itulah waktu muda mama Cyra memilih jadi fotografer lepas. Wanita itu memutuskan berhenti dari pekerjaannya saat Alfian berusia dua belas tahun dan Cyra sudah berumur satu tahun, dengan alasan ingin fokus pada anak-anaknya.
Umur Cyra dengan Alfian yang berjarak sebelas tahun, membuat gadis itu begitu dimanja. Semua keinginan dan permintaan Cyra selalu dipenuhi.
Pun, seperti saat ini. Cyra merengek pada orangtuanya agar mau menuruti keinginannya berlibur ke pantai.
Meski air laut sudah mulai pasang, Cyra terus memaksa mamanya agar mau berfoto berdua dengannya.
Awalnya sang papa mengingatkan bahwa air laut mulai pasang dan berbahaya jika melakukan swa foto dibibir pantai. Alasannya takut terseret ombak.
Bukan Cyra namanya kalau tidak bisa meluluhkan hati orangtuanya.
Cyra berpura-pura ngambek dan langsung berlari kearah bibir pantai yang ketinggian airnya sudah sebatas pinggang orang dewasa.
Akhirnya setelah melalui perdebatan, mama Cyra pun menuruti permintaan sang putri yang sangat disayanginya, meski perilakunya sedikit manja dan nakal.
Begitu selesai berfoto, dengan sang papa sebagai fotografernya, tiba-tiba saja gulungan ombak yang cukup besar dan tinggi menyeret keduanya.
Karena panik, papa Cyra hanya berhasil menyelamatkan Cyra yang kebetulan berada tepat didepannya. Sedang sang mama tergulung ombak besar tersebut.
"Mamaaa ...!"
"Cindyyyy ...!"
Teriakan Cyra dan sang papa tak sanggup menyelamatkan wanita itu.
Alfian dan istri serta anaknya yang waktu itu sedang berkunjung ketempat orang tua istrinya diluar Jawa pun shock begitu mendengar kabar tersebut.
Jenazah Cindy, mama Cyra, ditemukan oleh salah seorang nelayan tiga hari kemudian dengan kondisi yang cukup mengenaskan.
Sejak tragedi itu, sang papa berubah menjadi dingin pada Cyra. Tentu saja hal itu membuat mental Cyra jadi down.
Gadis itu merasa, kejadian yang dialami mamanya disebabkan olehnya. Dan untuk mengalihkan pikirannya dari kejadian itu, serta demi mendapatkan kembali perhatian sang papa, Cyra melakukan hal-hal yang justru membuat papanya semakin jauh darinya.
Flash back off
***
Sementara ditempat lain.
Ditya baru saja pulang dari cafe tempatnya bekerja sebagai waiter. Sesekali juga dia diminta menjadi penyanyi pengganti jika penyanyi utamanya berhalangan hadir.
Diparkirkannya vespanya diteras kamar kosnya yang hanya berukuran empat kali lima meter dengan fasilitas kamar mandi kecil didalamnya.
Sebuah kompor gas satu tungku menjadi fasilitas tambahan nangkring diatas meja kecil depan pintu kamar mandi.
Karena Ditya rajin membantu membersihkan lingkungan rumah dan gudang dibelakang kost dikala senggang, maka sang pemilik kost pun membiarkan kompor tersebut dia pakai karena terlihat menganggur digudang.
"Baru pulang, Dit?" sapa tetangga kamar kost yang juga merupakan sahabatnya sejak kelas satu SMA itu.
"Iya, nih, Dim, tadi harus gantiin si Beny manggung," jawab Ditya pada temannya yang bernama Dimas sembari bertos ala mereka.
"Kapan kamu balik?" tanya Ditya.
"Baru tadi siang. Nih, ada oleh-oleh dari kampung."
Dimas menyerahkan paperbag pada Ditya.
"Thanks, Bro!"
" Yups! Eh, tuh bibir kenapa? Lah, kenapa juga kakimu pincang gitu?!" selidik Dimas yang belum tahu kejadiannya sebab dua hari sebelum kejadian pengeroyokan Ditya dia pulang kampung menjenguk kakeknya yang sedang sakit dan baru kembali siang tadi.
"Oh, ini!" tunjuk Ditya pada bibirnya sendiri.
"Masuk dulu, yuk! Nanti aku ceritain didalam. Capek, nih pengin baringan."
Ditya pun membuka kamar kost setelah sebelumnya mengambil anak kunci yang dia simpan di bawah pot bonsai pohon kamboja Thailand yang sengaja dibelinya saat baru menempati kost tersebut.
Tetangga kostnya sering meledeknya jika menaruh bunga kamboja dekat rumah bisa mendatangkan makhluk astral. Pun dengan Dimas waktu itu. Namun, Ditya tidak peduli.
Menurutnya pohon itu justru membuatnya tenang karena tetangga kostnya jadi sungkan main ketempatnya.
Dan memang itu tujuannya agar dia bisa istirahat dengan tenang sepulang dari kuliah atau sekembalinya dari pekerjaannya tanpa adanya gangguan.
Hanya Dimas saja yang berani keluar masuk kamar kost Ditya.
"Sini aku bantuin ngolesin," tawar Dimas mengambil alih obat oles yang didapatnya dari rumah sakit kemarin.
Beruntungnya, Ditya tidak perlu kehilangan uangnya untuk berobat. Semua biaya perawatan UGD dan obat ditanggung Pak Bayu setelah beliau memaksa.
Ternyata masih ada orang baik juga didunia yang kejam ini, batinnya.
"Auukh!! Ssshhh ...," pekiknya saat Dimas menekan memar diujung bibirnya yang kembali terbuka itu dengan menggunakan kapas.
"Sialan, kamu, Dim," rutuk Ditya kaget.
"Habisnya ditanya malah bengong. Ngelamunin apa, sih?!"
"Ah, bukan apa-apa," kilah Ditya beranjak kekasur busanya yang tanpa ranjang.
Tidak sampai sepuluh menit, dia pun tertidur tanpa jadi bercerita pada Dimas tentang peristiwa kemarin dan tragedi yang dialaminya dicafe tadi sore.
Dimas pun memutuskan kembali kekamarnya. Tidak lupa dikuncinya pintu kamar Ditya dari luar, serta melemparkannya kedalam melalui lubang angin diatas pintu agar besok paginya sahabatnya bisa membuka pintunya dari dalam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments