Baru saja Nurbaya keluar dari parkiran, sudah menunggu sebuah mobil mewah milik Satria di depannya. “Masuklah.” ucap Satria dingin, setelah Pak Hamdan membukakan pintu mobil itu.
Satria tak berbicara sepatah katapun di sepanjang perjalanan. Ia langsung diantar ke kantor oleh Pak Hamdan, kemudian sopir itu juga langsung mengantar Nurbaya pulang.
Setelah Nurbaya sampai di rumah, ia menyibukkan dirinya, namun bayangan dingin Erian padanya masih terlintas. Tak terasa waktu terus berputar hingga malam hari, Nurbaya memutuskan duduk di teras rumah, termenung dan menangis di sana.
Satria meletakkan tisu di depannya. Entah sejak kapan pria remaja itu berdiri di belakangnya.
Ia hanya diam saja mematung di sana, lalu pergi entah kemana meninggalkan Nurbaya yang termenung. Nurbaya baru tersadar saat Mona, Ibunya menepuk pundaknya.
“Sejak tadi kau duduk di sini. Masuklah, nanti kau bisa masuk angin.” ucap Mona, lalu wanita itupun juga pergi meninggalkannya.
Beberapa hari berlalu, semua orang di rumah keluarga Damrah ini, tampak menghindarinya, seolah memberinya waktu sendiri, seperti saat ini, saat Ia termenung di halaman belakang rumah sendirian.
Sebenarnya beberapa pelayan melihat dan memperhatikan Nurbaya diam-diam atas perintah Satria. Laki-laki remaja itu kawatir kalau Nurbaya melakukan perbuatan bodoh yang konyol.
“Ahhhhh!!!!” pekik Nurbaya, Ia menjambak rambutnya.
Entah datang darimana sosok remaja ini?
Satria langsung datang memeluk Nurbaya, memegangi tangan yang menjambak rambutnya sendiri. “Kakak hentikan, apa yang kau lakukan? Kenapa kau menyakiti dirimu sendiri seperti ini?” Satria langsung duduk di kursi yang sama di mana Nurbaya duduk.
Satria menatap wajah Nurbaya yang menunduk. “Kakak kenapa?” tanya nya lagi.
Menatap Satria, “Aku tidak apa-apa, emangnya aku kenapa?” jawab nya dengan tersenyum getir.
“Aku melihat ada sebuah kebohongan di mata Kakak.”
“Dasar anak kecil! Tau dari mana kamu kalau mata bisa berbohong? Mata itu gunanya untuk melihat, yang bisa bohong itu bibir.” jelas Nurbaya, lalu tersenyum kecil.
“Oh, berarti aku melihat ada kebohongan di bibir Kakak.” sahut Satria.
“Bagaimana kau bisa melihat kebohongan di bibirku, huh?”
“Bisa, soalnya ada noda di bibir Kakak.” jawab Satria nyengir.
“Noda?” Nurbaya langsung melap bibirnya. Tapi tak ada noda apapun.
“Tak ada noda.” gumam Nurbaya pelan melihat tangannya.
“Ada.” Satria mendekatkan wajahnya. Lalu, Cup! Satu ciuman cepat mendarat mulus di bibir Nurbaya.
Mata Nurbaya berkedip-kedip cepat beberapa kali. Kaget, syok, tak percaya, bercampur jadi satu. “Apa yang terjadi barusan? Apa aku sedang berhalusinasi?” pikir Nurbaya.
“Hei, Kakak?!” ucap Satria menggoyangkan tangannya di wajah Nurbaya.
“Kok Kakak bengong sih?” tanya Satria dengan tersenyum kecil.
“Hm... Tadi...” Nurbaya menghentikan ucapannya, malu untuk bertanya. “Jangan-jangan... itu hanya hayalanku saja barusan, saking terpikirnya sama ciuman bibir.” gumam Nurbaya dalam hati.
“Tadi, apa Kak?” tanya Satria lekat, Ia sedang menanti ucapan yang akan di katakan Nurbaya.
“Hm, tak ada.”
“Tak ada? Kirain ada.” Satria tersenyum manis.
Mereka sesaat saling tatap. Lalu, seperti biasa, Nurbaya langsung mencubit ke dua pipi Satria, jelas-jelas pipi pemuda itu tidak lagi tembem seperti dia saat kecil.
Wajah Satria remaja kelas 1 SMA ini sudah tirus, rahangnya sudah menunjukkan kekokohan seorang pria. Bulu-bulu di jambang, dagu dan kumisnya saja yang belum tampak.
Bahkan tubuh Satria kecil yang semok telah berubah menjadi pemuda tinggi tegap yang berotot. Tampan, gagah pantas untuk disebut untuknya.
Satria hanya tersenyum bahkan dia sangat bahagia jika pipinya dicubit oleh Nurbaya. Menurutnya, jika Nurbaya seperti itu, artinya sedang memanjakannya dan menyayanginya.
Setelah mencubit kedua pipi Satria, dia juga menepuk-nepuk pelan pipi itu sambil cengengesan. “Pipimu tak tembem lagi rupanya, ya. Sudah punya pacar belum?” tanya Nurbaya tiba-tiba.
“Kenapa Kakak bertanya seperti itu?” Satria bertanya dengan senyuman merekah, entah apa yang di pikirkan pemuda itu dengan pertanyaan Nurbaya.
“Ya, penasaran saja. Kan kamu sudah remaja, sudah SMA. Atau jangan-jangan, kamu banyak pacar ya, sampai tak bisa jawab. Ayo ngaku?!” tanya Nurbaya kemudian menggelitik Satria.
“Ahahahha. Aku tidak punya pacar Kakak. Ampun.” Ia memegangi perut nya.
“Bohong, aku tak percaya.” Nurbaya terus menggelitiknya.
“Kakak sumpah, aku tak punya pacar, aku hanya setia pada Kakak. Sungguh!” teriak Satria cekikikan menahan geli.
Nurbaya semakin menggelitiknya. “Dasar anak kecil nakal, mau menggoda aku rupanya ya, dasar anak bandel!”
Satria sedari dulu sangat penggeli. Ia tak akan tahan jika di gelitik. “Kakak, ampun!” seru Satria.
“Ahahahaha.” Nurbaya tertawa terbahak-bahak. Ia masih menggelitik Satria sampai terguling-guling dari kursi jatuh ke rumput halaman, bahkan di rumput masih saja di gelitik.
Pelayan yang lain melihat Satria dan Nurbaya tertawa seperti itu mulai merasa lega, mereka pun memutuskan melanjutkan pekerjaan masing-masing, membiarkan dua manusia itu dengan dunianya.
Nurbaya yang tadi termenung sendirian telah tertawa terbahak-bahak. Suatu pencapaian yang luar biasa. 'Selamat dan selalu semangat Satria!' Itulah ucapan yang pantas untuk Satria.
“Kakak ampun,” kata Satria lesu. Ia terbaring lemah di rumput. Nurbaya juga berbaring di rumput, lalu memeluk Satria, membenamkan kepala Satria di dadanya.
!!!
“Kakak apa yang kau lakukan?” pikir Satria yang sedang kesusahan bernafas, bagaimana tidak, di depan kedua bola matanya terpampang sesuatu yang seharusnya tak ia lihat.
Dada perempuan yang empuk, lelaki normal mana yang tak akan mempunyai pikiran yang aneh, apalagi setelah kelelahan tertawa karena di gelitik.
Entah Nurbaya bodoh, atau masih menganggap Satria bocah kecil. Ia masih saja membenamkan kepala Satria di dada empuknya, mengelus kepala itu, memainkan rambut Satria.
Telinga Satria telah memerah, pikirannya kacau.
Untung saja tak lama. Nurbaya mengangkat wajah Satria yang ia benamkan itu. “Terimakasih adik kecilku yang nakal, kau telah menghiburku. Cup.” Nurbaya mengecup pipi Satria dengan penuh kasih sayang.
Nurbaya tersenyum. Lalu berdiri dan menepuk-nepuk pakaiannya. “Kakak mau mandi dulu, bye.” ucapnya, lalu meninggalkan Satria yang masih termangu.
Satria yang masih mengontrol perasaanya yang kacau di sambut dengan kecupan hangat di pipi, menambah gejolak asmara cinta yang membahana melolong angkasa raya. Ah, tak bisa diungkapkan pakai kata-kata lah pokoknya!
“Kakak, kau membangunkan singa yang telah aku tidurkan selama ini. Bagaimana mungkin aku bisa melepas dan mengikhlaskan mu, jika kau seperti ini padaku. Aku akan merampas mu Sayang.” Satria tersenyum licik.
Ia mengelus pipi yang di kecup Nurbaya tadi, lalu mencium tangan yang mengelus itu, kemudian menempelkan tangan itu di dadanya.
“Kau milikku Sayang!” ucapnya lagi. Ia masih menatap Nurbaya yang berjalan santai. Wajah yang terlihat suram itu telah tersenyum ceria seperti biasa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Instagram @AlanaNourah
membahana melolong angkasa raya 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2022-01-25
0
Instagram @AlanaNourah
kebiasaaannnn 🤣🤣🤣
2022-01-25
0
Instagram @AlanaNourah
aduh para pelayan ini malah mendukung 🤣😘
2022-01-25
0