“Wah, wah, wah, rupanya Adik kecilku yang menggemaskan ini sudah besar ya? Pantes aja, lagi mengobrol bersama seorang gadis ya.
“Hai gadis manis, siapa namamu?” tanya Nurbaya kepada gadis yang menabrak Satria tadi. Gadis itu belum pergi, karena merasa Satria belum menerima permintaan maafnya.
“Namaku Ayunda Kak.” jawab gadis kecil itu
“Wah, nama yang cantik. Apa menurut kamu Adik kakak ini tampan?”
“Iya, tapi dia gemuk.” jawab gadis kecil itu jujur. Satria langsung melotot mendengarnya.
“Pergi kau dari sini, kenapa masih di sini!” usir Satria ketus.
“Wah, Adik kecil Kakak malu ya. Baiklah, Kakak tidak meledek lagi.” ucap Nurbaya terkekeh.
“Kenapa kau masih di sini? Pergi kau sana!” Satria mengusir gadis kecil itu. Gadis itu berlari ketakutan sambil mengucapkan maaf.
“Galak juga rupanya!” Melani terkekeh.
“Kalau galak-galak, nanti tidak punya pacar saat besar loh Dek.”
“Biar aja, kalau aku besar, aku akan menikah dengan Kak Aya.”
“Ahahahaha. Wah, dia imut sekali.” Melani terkekeh.
“Tapi kau harus mengalahkan aku dulu adik kecil.” bisik Erian pelan di telinga Satria.
Satria menatap tajam Erian, pemuda itu hanya terkekeh santai.
**
Sejak pulang bermain, Satria mengurung diri di dalam kamar. “Bi, Apa Satria belum keluar juga sejak tadi?” tanya Aira pada Mona.
“Iya, Nyonya. Saya sudah memanggil beberapa kali.”
“Coba suruh Nurbaya membujuknya, dia belum makan sejak pulang.” pinta Aira.
“Baiklah Nyonya, saya akan menemui Nurbaya Sekarang.” Bi Mona berjalan ke kamar Nurbaya.
“Aya, kau bujuklah Tuan Muda sebentar, agar dia keluar dan makan.”
“Lah emangnya Satria kenapa? Aku tidak mengganggunya sehari ini, bahkan aku mengajaknya bermain dan makan jajanan bersama.” ucap Nurbaya.
“Jajanan? Di mana?”
“Di tempat bermain.”
“Dasar bodoh, Tuan Muda tidak pernah makan jajan sembarangan.” Mona menggentik telinga Nurbaya.
“Tapi dia memintanya sendiri Bu. Bukan aku yang salah.”
Haaaahhhhh! Mona menghela nafas panjang.
“Baiklah, lupakan masalah jajanan itu, sekarang kamu bujuk dulu Tuan Muda, suruh keluar dan makan bersama dengan Nenek dan Kakeknya.” pinta Mona.
“Ya, baiklah.” sahut Nurbaya.
Nurbaya pun berjalan ke kamar Satria.
Toktoktok! Toktoktok! “Permisi Tuan Muda, ini Aku.” Belum ada jawaban, “Tuan Muda, bolehkah aku masuk?” Nurbaya pun memutuskan masuk ke dalam kamar itu setelah mendengar kuncinya di buka.
“Ayo kita turun dan makan bersama Tuan Muda.” ajak Nurbaya.
“Aku tidak lapar.”
“Apa perut Tuan Muda sakit?” Nurbaya merasa kawatir karena penjelasan Ibunya tadi, mengatakan kalau Satria tidak pernah makan makananan di jalanan.
“Tidak kok.”
“Lalu kenapa Tuan Muda tidak turun, Nenek dan Kakek menunggu Tuan Muda di bawah makan bersama mereka.” jelas Nurbaya.
“Biarkan saja.”
“Atau Tuan Muda mau makan bersama saya di sini?” tanya Nurbaya.
“Baiklah.”
“Serius?” tanya Nurbaya memastikan. “Ya.” jawabnya.
“Tunggu sebentar ya.”
Nurbaya pun ke meja makan, di sana ada Ibunya. Ia menjelaskan kalau Satria ingin makan di kamar. “ Ya sudah, kalau begitu bawakan saja makanan kesukaannya ke kamar.” perintah Arnel, Kakeknya.
“Baik, Tuan.”
Nurbaya membawakan makanan Satria ke kamarnya.
“Suapi aku!” pintanya pada Nurbaya.
“Kenapa?” tanya Nurbaya menatapnya.
Satria menatap Nurbaya yang memelototinya. “Kenapa harus aku suapi? Tuan Muda kan punya tangan.”
“Tapi aku mau makan disuapi Kakak.”
“Kalau aku tidak mau?”
Satria tertunduk lesu. Memegang sendok, memainkan sendok itu dengan nasi.
“Ya sudah, sini aku suapi, dasar manja.” Nurbaya mencubit pipi gembul Satria.
“Kakak suka dengan pria tadi?” tanya Satria menatap manik mata Nurbaya dalam.
“Siapa?”
“Pria yang tadi di tempat bermain.”
“Tentu saja, dia temanku.”
“Apa yang membuat Kakak suka padanya?” tanya Satria menatap tajam.
“Dia tidak manja, mandiri, bisa bekerja dan punya uang sendiri. Tidak seperti Tuan Muda yang manja, makan saja di suapi.” sindir Nurbaya.
Satria langsung mengambil sendok dan piring. “Aku juga bisa mandiri! Aku akan memiliki banyak uang.” Menyendok nasi sampai mulutnya penuh.
“Ya, itu uang Tuan Besar Arnel. Kan Kakek dan Nenek yang bekerja, heheheh.” ejek Nurbaya menjahili.
“Uku jugu busu!” ucapnya dengan mulut penuh.
“Ngomong apa sih, gak jelas! Mulut penuh gitu. Mana denger.”
Satria menelan nasi di mulutnya, lalu minum. “Aku juga bisa, aku akan mencari banyak uang, aku akan bekerja.” teriak Satria kuat sambil berdiri dari duduknya, sampai terdengar ke lantai bawah.
“Iiih berisik!” Nurbaya menutup telinganya. “Cepat makan, jangan teriak-teriak.” Nurbaya menepuk pantat Satria.
“Tapi aku juga bisa Kak.” Suara Satria memelan.
“Iya, iya, kau bisa.” Nurbaya menepuk-nepuk pantat montok Satria.
“Bisa menghabiskan uang Nenek dan kakekmu. Ahahahaha.” Nurbaya tertawa terbahak-bahak mengejek Satria.
“Kakak!!!” Satria memekik kuat.
“Ada apa lagi anak nakal itu? Pasti dia menjahili Tuan Muda lagi.” gumam Mona di lantai bawah.
“Tuan, Nyonya, permisi. Saya akan melihat dulu, maaf sepertinya Aya usil lagi.” ucap Mona.
Aira menjawabnya dengan mengangguk sembari tersenyum kecil.
“Wah, Adik kecilku marah ya.“ Nurbaya mencubit kedua pipi gembul Satria.
“Jangan marah lagi adikku Sayang, cup.” Nurbaya mencium pipi Satria.
Satria langsung tersenyum malu-malu. “Wah, lihatlah sekarang kau terlihat seperti wanita jatuh cinta yang Kakak tonton di televisi, ahahahaha.”
“Pipi mereka semerah tomat seperti pipi mu ini.” Nurbaya masih mencubit kedua pipi gembul Satria dengan tertawa.
“Nurbaya!!!” seru Mona, ia langsung menjewer telinga Nurbaya. “Apa yang kau lakukan pada Tuan Muda, hah? Bukannya aku memintamu mengantar makanan, bukan untuk menjahili Tuan Muda.” Mona memarahi Nurbaya.
“Aduh Bu, sakit! Aku tidak menjahili kok, aku menyuapinya barusan, tanyakan saja pada Tuan Muda Satria!” Nurbaya membela diri.
“Apanya yang tidak, kau mencubiti pipi Tuan Muda lagi!”
“Tuan Muda tidak apa-apa?” Mona mengusap pipi Satria lembut.
“Bi, Kakak menyukai pria lain, Kakak sudah tak menyukaiku lagi.” adu Satria pada Mona.
Mona membelalakan matanya. “Tidak mungkin, semua orang menyukai Tuan Muda.”
“Tapi Kakak bilang sendiri, dia menyukai pria mandiri yang banyak uang, bukan sepertiku yang hanya bisa menghabisi uang Kakek dan Nenekku saja.”
“Nurbaya!!! Apa lagi hal aneh yang kau katakan pada Tuan Muda!” teriak Mona, ia menjewer Nurbaya kembali.
“Dasar anak bodoh! Ibu sudah memintamu jangan berkata sembarangan kan?!”
“Tuan Muda, jangan dengarkan ya, itu tidak benar. Dia cuma jahil aja. Ayo, makan lagi.” Mona membujuk Satria.
Satria pun duduk lalu di suapi Mona. “Dasar anak kecil manja, makan aja di suapi, blek.” ucap Nurbaya hanya dengan mulut saja tanpa suara, lalu menjulurkan lidahnya.
“Bibi, lihat Kakak! Dia mengejekku.” Satria merengek.
“Aku diam saja kok Bu.” Nurbaya berpura-pura saat Mona menatapnya, Ia berdiri di belakang Mona.
Setelah Mona menyuapi dan menghadap Satria lagi. “Dasar manja, blek.” Nurbaya meledek Satria lagi.
“Bi, lihat Kakak, dia mengejekku!”
“Nurbaya!” Mona memelototi Nurbaya. “Keluar sekarang!” perintah Mona.
“Ya, Bu.” jawab Nurbaya. Ia keluar sambil meledek dan menjulurkan lidahnya pada Satria.
“Bi.... lihat Kakak!” Satria semakin merengek.
“Nurbayaaa!!!” teriak Mona marah.
“Hahahahahaha.”
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
BERARTI NURBAYA MMG DIPERUNTUKKAN BUAT SATRIA, DRI SATRIA KECIL TU AYA SKA JHILAN SATRIA...
2022-11-02
0
King_XI5
cerita yang KEREN ⭐⭐⭐⭐⭐
2022-04-21
1
Julio Stevaning
wah wah ntar gede nya balas di usilin tuh
2022-02-01
1