4 bulan berlalu
Ruang perawatan terlihat begitu gaduh, karena para dokter langsung mendatangi ruangan tersebut setelah mendengar teriakan histeris seorang wanita dari dalam kamar.
Bahkan para keluarga pasien yang menunggu di kamar sebelah kanan, kiri dan depan langsung mendatangi kamar, ingin melihat apa yang terjadi. Namun, seorang dokter menghalangi mereka yang ingin melihat masuk dan akhirnya memilih menunggu di luar.
" Bagaimana dokter?"
" Anak ibu berhasil bangun dari tidur nyenyaknya. Semoga saja segera pulih."
Mama langsung memelukku yang sedang mencoba menggerak-gerakkan anggota tubuhnya, dari tangan, bibir, leher, dan terakhir adalah kakiku.
" Mama, kenapa kakiku?"
Semua terdiam, termasuk seorang pria yang sedang memperhatikan lewat cctv di layar laptopnya.
" Dokter, kenapa kaki saya tidak bisa bergerak?" tanyaku.
" Anda mengalami cedera tulang kaki, mengakibatkan anda harus mengistirahatkan kaki anda. Sebenarnya kondisi kaki sudah sembuh, mengingat kecelakaan itu sudah 6 bulan berlalu. Hanya saja, saraf kaki anda mengalami kebekuan, sehingga butuh proses untuk melemaskan kembali."
" Apa saya masih bisa berjalan dokter?"
" Anda harus bersabar. Kita lakukan terapi dulu, baru bisa mengetahui apakah anda bisa berjalan lagi atau tidak, mengingat sudah berbulan-bulan anda tidak bergerak."
" Dokter, bolehkah anak saya makan?" Tanya ibu yang terlihat begitu bahagia namun kawatir.
" Kita coba pelan-pelan bu, bertahap seperti awal dengan memberikan makanan yang lunak dahulu, mengingat organ pencernaan tidak befungsi dengan baik selama ini."
" Ma, haus." Pintaku.
" Berikan saja."
Dibantu oleh perawat dan mama, aku mencoba duduk, namun baru separuh, tubuhku tak bisa akhirnya aku ambruk lagi.
" Berikan sambil berbaring saja dulu."
Perawat memberikan botol minum dengan pipet. Akhirnya tenggorokanku terasa lemas dengan cairan yang masuk. Namun anehnya aku mual, dan langsung memuntahkan cairan yang baru saja masuk itu.
" Apa anda merasakan mual?"
Aku hanya mengangguk, membiarkan ibu dan perawat membersihkan leherku yang basah.
" Pelan-pelan saja, mungkin lambung anda kaget."
Dokter mendekat, dan aku langsung menutup hidungku, karena bau menyengat dari tubuh dokter itu membuat perutku kembali bereaksi.
" Kamu baik-baik saja Zee, dokter bagaimana ini?"
Aku tak bisa menahan lagi, akhirnya aku memuntahkan cairan yang tidak terlalu banyak dari dalam perutku, hingga terasa begitu pahit lidahku.
Tapi aku bersyukur, dengan muntah, aku reflek langsung bisa duduk. Walaupun bajuku akhirnya kotor dengan cairan muntahanku yang tidak seberapa.
Aku memegang perutku, untuk menahan rasa bergejolak, sayangnya setiap dokter mendekat aku langsung tak tahan dengan bau partum dari tubuhnya.
Aku menahannya mendekat. Tetapi aku juga merasakan aneh dengan perut bagian bawahku yang terasa mengganjal.
" Ibu, ini apa?" Aku meraba-raba bagian bawah perutku, dan ibuku manatap heran padaku, karena baru kali ini melihat dengan detail ukuran perutku yang sudah membuncit.
" Kenapa perutku menjadi begini bu? Lalu ini apa?" Aku meraba-raba benjolan yang terlihat menonjol itu. Karena aku kurus, tonjolan itu sangat terlihat.
Dokter mendekat, ikut meraba, namun ia tak bisa memastikan apakah benjolan itu. Selama ini, pemeriksaan tak menunjukkan adanya kerusakan di bagian organ perut.
" Kita lakukan USG untuk mengetahui kejelasannya."
Saat itu juga dokter meminta dipersiapkan segala sesuatunya untuk mengetahui keadaan perutku.
" Apakah itu sakit?" Tanya mama.
" Tidak ma." Aku menggeleng.
Setelah siap, dokter mengoleskan gel di perut bagian bawahku, kemudian melakukan pemeriksaan dengan alat yang ia pegang.
Semua mata melihat ke arah monitor, dan langsung terkejut melihat bentuk seperti boneka, namun berdetak dan bergerak.
Apalagi dokter mengatakan bahwa itu adalah janin.
" Janin?!" Semua terkejut, termasuk aku.
" Janin!" Ulangku.
Dokter mangiyakan.
" Dokter tidak salah lihat!" Teriak mama, yang membuatku kaget, begitu pula dokter.
" Tidak bu, ini adalah janin."
Duniaku seakan berhenti mendengar penjelasan dokter tentang adanya janin di dalam perutku.
Bagaimana bisa?!
" Ayah!"
Ibu keluar untuk memanggil ayahku yang tadinya tidak ikut masuk ke ruang USG. Kemudian kembali bersama ayah untuk menunjukkan monitor yang menampilkan gambar boneka melingkar di dalam rahimku.
" Diperkirakan usianya 15 minggu, atau sekitar kurang dari 4 bulan."
Shock!
" Bagaimana bisa ini terjadi." Tanyaku.
" Berapa bulan aku koma?"
" Apa aku sudah menikah?"
" Lalu anak siapa ini?"
Tidak ada yang bisa menjawab, kecuali ayahku yang memandang tajam ke arahku, menuntut penjelasan padaku.
Mama menggeleng, menahan ayah agar tidak meluapkan kemarahannya padaku.
" Ayah, sudah."
" Dengan siapa kamu berhubungan?!" Hardik ayahku.
Aku bingung harus jawab apa, karena aku juga tidak tahu dengan siapa aku melakukan ini.
Aku mengingat-ingat siapa pacarku.
" Apa laki-laki yang pulang menghantarmu waktu dulu."
Wajah Reinand berkelebat dipikiranku.
" Tapi tidak mungkin ayah! Aku dan Reinand hanya berpacaran selama 1 jam."
" Hah?!" Mama dan dokter terkejut mendengar pengakuanku.
" Waktu itu aku baru jadian. Dia mengantarku pulang, tapi ayah malah mengancamnya akan mematahkan kakinya jika berani dekat denganku. Besoknya dia langsung memutuskanku, dan aku tidak ingat lagi setelah aku sadar ternyata aku ada di rumah sakit."
" Kamu berbohong!" Bentak ayah.
" Maaf pak, sabar dulu." Dokter berusaha menenangkan ayahku.
" Dari hasilnya, kandungan saudara Yuri baru berusia kurang dari 4 bulan. Sedangkan saudara Yuri sudah koma selama 6 bulan. Saya rasa ini sangat janggal."
Ayah langsung terlihat berpikir, begitu pula mama, dokter dan aku.
" Ayah, apa aku sudah menikah?" Celetukan itu berasal dariku.
" Mana suamiku?" Tanyaku.
" Diam!" Bentak ayah.
Semua yang ada diruangan itu berjingkat mendengar bentakan ayahku.
Tanganku turun mengelus perutku, dan memperhatikan layar monitor yang masih menampilkan bentuk calon anakku yang sudah sebesar boneka.
Hatiku berdebar melihat denyut jantungnya, dan bentuk kedua mata, hidung yang terlihat mancung, serta tangan dan kakinya, semua lengkap.
" Apa dia sehat dokter?" Tanyaku.
" Sejauh ini kondisi janin sehat, dan perkembangannya juga sesuai dengan umurnya." jelas dokter.
" Boleh saya meminta salinannya?"
" Tidak boleh!" Itu adalah suara keras ayahku.
" Bayi itu harus segera dilenyapkan!" Ucapan tegas ayahku, membuatku membeku.
" Bayi itu tidak boleh meninggalkan jejak." ucap ayahku lagi.
" Ayah....." Rengekku.
" Mau ditaruh mana wajah ayah hah!"
" Ayah, dia anakku."
Aku ternyata telah jatuh cinta pada nyawa yang tumbuh di dalam tubuhku. Terlepas siapa ayahnya, aku tak peduli.
" Dia tak berdosa. Jika ayah ingin dia tiada, maka ayah juga harus menghabisiku." Ancamku.
" Zee.." Mamaku menghentikanku agar tak bicara lagi.
" Ayah jangan kawatir, aku akan pergi dan mengurusnya kalau ayah malu dengan anak ini!"
" Zee...!" Mama menggeleng, memintaku berhenti menentang ayah.
" Tidak mama, aku akan memperjuangkan anakku, seperti mama memperjuangkan aku."
" Bagaimana kamu bisa mengurus anakmu? kalau berjalan saja kamu tidak bisa! Lihatlah kamu sekarang lumpuh, kakimu cacat!" Ayah menunjuk-nunjuk kakiku.
Aku seketika terdiam. Membenarkan perkataan ayahku. Tapi aku tetap tidak rela jika aku harus membunuh darah dagingku sendiri, aku tidak bisa.
Ya Tuhan, berikan aku jalanMu, aku tahu, Kau akan memberikan kemudahan disetiap kesulitan yang aku hadapi.
Anakku, jangan kawatir, kita akan berjuang bersama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
💮🥀🎯™ Netty Purba
yg nyodok lagi ngeten dr cctv..
2022-02-25
0
Elmaz
baru baca dah mewek thor ....
2021-06-24
1
Anie Jung
Pelaku nya lagi ngitip tuh melalui CCTV😁😁
2021-06-23
1