Nasihat

...🌻Selamat Membaca🌻...

"Jadi benar kalian sepasang kekasih?"

"Kakak! Sudah ku bilang kami bukan kekasih," bantah Tristan.

"Lalu? Kalau bukan kekasih kenapa kalian tinggal bersama?"

"Ceritanya panjang."

"Akan ku dengar," jawab Taufan semangat.

Tristan mengacak surainya frustasi, ini adalah salah satu sifat yang tak ia sukai dari sang kakak. Keingintahuan saudaranya itu besar sekali, kalau kata kerennya itu adalah KEPO (Knowing Every particular Object).

"Biar aku yang jelaskan." Stela mengambil alih.

"Jelaskan!" Taufan tak memedulikan Tristan yang sudah bermuka masam melihatnya.

Mengalirlah cerita Stela, dari awal pertemuannya dengan Tristan, alasan mengapa mereka tinggal bersama dan juga ... "Pak Taufan tenang saja, secepatnya saya akan pindah dari sini." Itulah perkataan Stela yang langsung membuat Tristan tersentak. Lagi-lagi kalimat itu yang keluar, Tristan sudah muak mendengarnya.

"Kau tidak akan pergi kemana pun!" putus Tristan dingin. Matanya menajam menatap Stela.

"Aku akan pergi, bukankah kau sendiri keberatan dengan kehadiranku, hm? Jadi buat apa aku tinggal berlama-lama di sini?" balas Stela tak kalah dingin. Ia menantang mata Tristan tanpa takut.

"Aku tidak mengizinkan kau keluar dari apartemen ini!" Tristan memperingatkan.

"Kau tidak memiliki hak atas diriku!" bantah Stela tak suka.

DEG

Tristan mati kutu, namun dia tidak akan mengalah. "Kau harus tetap berada di sini. Membersihkan apartemen ini, memasak makanan untukku dan semuanya!"

"Kenapa aku harus melakukan itu, kau bukan atasanku yang dengan seenaknya menyuruhku melakukan ini dan itu!" protes Stela tak terima.

"Kau harus tetap melakukannya, karena kau masih berhutang kepadaku!"

DEG

Stela terdiam, hutang? Sejak kapan dia berhutang pada pria menyebalkan ini.

"Aku tidak pernah meminjam uangmu ya Tuan Tristan yang terhormat , jadi tidak ada hutang di antara kita!"

"Jadi kau pikir selama ini kau tinggal di apartemen ini gratis, heh?" Tristan ber-smirk ria.

"Tidak. Bukankah aku sudah membayarnya dengan melakukan semua tugas yang kau suruh. Membersihkan rumah, memasak makanan dan lain-lain. Apa kau lupa, Tuan?" Kini giliran Stela yang tersenyum miring.

DEG

Senyuman Tristan seketika pudar. Ia tak punya kata lagi yang bisa menahan Stela agar tidak pergi.

"Jadi, terima kasih atas semua kebaikan yang telah kau lakukan selama ini. Malam ini juga aku akan pergi dari sini." Stela bangkit dari duduknya dan berlari masuk ke dalam kamar.

"Jika kau tak ingin dia pergi, bukan seperti itu cara menahannya. Kau malah semakin menyakiti hatinya dengan kata-katamu tadi." Taufan yang sedari tadi menyaksikan perdebatan itu, mulai angkat suara.

Tak memedulikan ucapan sang kakak, Tristan turut bangkit dan berjalan pelan ke kamarnya.

"Ck, mereka seperti pasangan kekasih yang sedang bertengkar saja dan sejak kapan juga Tristan jadi seperti remaja labil begitu?" Taufan geleng-geleng kepala melihat perangai adiknya. Dari sudut pandangnya, ia menangkap jika Tristan menaruh perasaan pada gadis cantik tadi tapi sepertinya adik kecilnya itu tak menyadari perasannya sendiri.

"Mas, Ara sudah tidur. Kasihan dia kalau terus dipangku begini," ucap Intan tak tega. Sedari mulai perdebatan tadi, Ara sudah tidur. Untung saja dia tidak mendengar perdebatan kekanak-kanakan pamannya.

"Hm ... bisakah kau bicara dulu dengan gadis tadi. Kalau bisa, malam ini kau dan Ara tidur di kamarnya saja. Aku akan tidur dengan Tristan, lagi pula aku juga harus memberikan beberapa nasihat untuk anak itu," pinta Taufan.

"Baiklah ..." Intan mengangguk. Taufan mengecup dahi sang putri yang sudah terlelap dan kemudian beralih ke kening sang istri. "Selamat tidur," ucapnya.

.... ...

Stela bersandar di belakang pintu yang sudah tertutup. Ia langsung menumpahkan air matanya di sana. Seumur-umur, baru kali ini ia merasakan yang namanya sakit hati. Ia begitu terluka mendengar semua kata-kata yang keluar dari mulut Tristan. Jadi, selama ini pria itu hanya menganggapnya sebagai seorang pembantu yang hanya diperlukan untuk beres-beres rumah dan juga menyiapkan makanan. Stela pikir, selama sebulan ini hubungan mereka sudah dekat, bahkan Stela ingat betul saat Tristan mengelarinya sebagai teman. Apa begini cara memperlakukan teman menurut pria itu? Sungguh ia tak mengerti.

Tok ... tok ... tok ...

Suara ketukan di pintu membuat Stela terkesiap, ia segera menghalau air mata yang mengalir di pipi.

"Boleh aku masuk?" Suara seorang wanita terdengar dari luar.

Perlahan Stela memutar knop dan membuka pintu kamarnya. Terlihat seorang wanita yang tengah mengendong bocah kecil, Stela tebak jika dia adalah istri dan juga anak dari kakaknya Tristan.

"Apa aku menganggumu?" tanya Intan.

"Sama sekali tidak." Stela menggeleng. Mereka masih berada di depan pintu.

"Boleh aku masuk? Putriku tertidur," pinta wanita beranak satu itu.

"Oh maaf, silakan!" Stela segera melipir ke samping dan mempersilakan wanita itu masuk.

Intan masuk dan langsung membaringkan Ara di atas tempat tidur. Tak lupa, dia juga menyelimuti putri sematawayangnya itu agar tidak digigit nyamuk.

Saat Intan sibuk dengan sang anak, Stela memilih untuk berkemas. Ia mengeluarkan semua pakaiannya dari dalam lemari yang nantinya akan ia masukkan ke dalam tas besar yang memang sudah ia persiapkan dari jauh-jauh hari untuk mengangkut pakaiannya.

Intan menyadari hal itu, ia bangkit dari atas kasur dan berjalan mendekat ke arah Stela.

"Namamu Stela?" tanya Intan lembut.

"I-iya," angguk Stela.

"Mau ke mana?" Intan kembali bertanya ketika ia melihat Stela mulai mengepak pakaiannya ke dalam tas besar. Bukannya ia tidak tahu masalah antara Stela dan adik iparnya, hanya saja ia ingin memberikan sedikit nasihat.

"A-aku mau pergi dari sini," jawab Stela lirih.

"Malam-malam begini?"

"Iya ..." Stela masih melanjutkan menyusun barangnya.

Intan diam sejenak, ia berjalan mundur dan menghempaskan pantatnya di atas kasur. Wanitanya Taufan itu sedikit menerawang. "Aku sudah mengenal Tristan dari dia masih sekolah dasar," ucapnya.

Stela yang mendengarnya sontak menghentikan aktivitas, ia menoleh dan menatap penasaran pada wanita bermanik hitam itu.

Melihat perhatian Stela yang mulai teralihkan, membuat Intan tersenyum di dalam hati. "Mau mendengar ceritaku?" Intan bertanya.

Stela tertunduk, sebenarnya ia sedikit penasaran, namun cukup gengsi untuk mengakuinya apalagi cerita itu menyangkut tentang Tristan.

"Kalau tidak mau ya sudah, aku akan tidur sekarang," ancaman kecil Intan ternyata memengaruhi Stela, gadis itu bangkit dan menghampiri Intan. Mereka duduk berdampingan di atas tempat tidur.

"A-aku mau dengar." Stela akhirnya mengalah. Ia adalah tipe gadis yang mempunyai rasa penasaran yang tinggi, kalu digantung seperti ini ia akan terus kepikiran.

"Tapi ceritanya panjang, bagaimana?" Intan memastikan.

"Tidak apa, akan aku dengar." Stela mengangguk mantap.

"Walau akan menghabiskan banyak waktu?"

"Iya, tidak masalah. A-aku bisa menahan kantukku," jawaban polos Stela membuat Intan tersenyum gemas. Gadis itu sangat lucu di matanya.

"Baiklah, kita cerita sambil tiduran saja ya?" ajak Intan. Stela mengangguk. Mereka berbaring berhadapan, dengan Ara yang berada di tengah.

Intan bernapas lega, setidaknya ia bisa menahan Stela untuk tetap tinggal malam ini.

.......

Cklekk

Pintu kamar Tristan dibuka dari luar, dia yang sedang memandangi kota dari balik jendela besar di kamarnya langsung menengok ke belakang. Ternyata Taufan yang masuk.

"Sedang galau adikku?" ledek pria yang lima tahun lebih tua dari Tristan itu.

"Kalau Kakak hanya ingin mengejekku, sebaiknya keluar saja! Aku sedang tidak dalam mood yang baik untuk berdebat," balas Tristan malas.

"Aku mau tidur di sini." Taufan menghempaskan tubuhnya di atas kasur empuk milik sang adik.

APA?

Tristan mendelik kesal ke arah sang kakak yang sudah nyaman berbaring di tempat tidurnya.

"Kak Intan dan Ara di mana?" Tristan ikutan naik ke atas tempat tidur, tubuhnya ia sandarkan di kepala ranjang.

"Dia tidur di kamar Stela," jawab Taufan yang matanya mulai terpejam.

"A-apa Stela pergi?" tanya Tristan lirih.

"Mana aku tahu, lihat saja sendiri!" Jawaban Adrian membuat tangan Tristan gatal untuk meremas mulut kakaknya. Namun ini bukan saat yang tepat untuk hal itu.

"Kau menyukainya?" Tristan yang baru saja membaringkan badannya, terkejut mendengar pertanyaan Taufan. Ia menatap sang kakak yang saat ini juga tengah menatapnya dalam.

"Tidak Kak, mana mungkin aku menyukai seseorang hanya dalam waktu satu bulan saja. Itu omong kosong," jawabnya mantap.

"Tapi kenapa kau terlihat tidak rela sekali jika dia pindah?" Mata Taufan memicing menunggu jawaban sang adik. Ia akan tahu dengan jelas kapan Tristan berbohong dan kapan dia tidak berbohong. Taufan terlalu mengenal sifat adiknya ini.

"A-aku kan sudah bilang, kalau dia masih punya hutang padaku!" Terselip sedikit nada gugup di dalam suara Tristan kala menjawabnya.

"Oh, tapi tadi dia bilang tidak punya hutang apapun padamu. Dan mengenai dia yang tinggal di apartemenmu, bukankah dia sudah membayarnya dengan bekerja membersihkan rumah dan memasak untukmu," jelas Taufan coba menyudutkan Tristan.

Tristan begitu takjub, ternyata ingatan kakaknya kuat sekali hingga mengingat setiap detail yang tadi diucapkan Stela.

"Kalau suka akui saja, jangan gengsi nanti menyesal," peringat Taufan.

"Sudah ku bilang, aku tidak menyukainya!" kata Tristan tegas.

"Tidak suka tapi takut kehilangan, Ck."

"Terserah Kakak mau bicara apa, aku lelah meladenimu!" Tristan mulai memejamkan mata. Seharian ini emosinya terkuras habis, jadi ia butuh istirahat.

Taufan mengulas senyum di balik punggung Tristan yang tidur membelakanginya.

"Besok aku akan ke Lombok untuk meresmikan cabang resort yang ada di sana. Mau ikut?" ajak Taufan.

"Jadwalku penuh untuk satu minggu ke depan, Kak. Mungkin lain kali aku akan ke sana." Tristan mengubah posisi tidurnya jadi terlentang.

"Kalau kau ke sana ajak Stela, ya?" goda Taufan.

"Kakak!" protes Tristan bosan.

"Maaf, sekarang tidurlah!" Taufan menepuk-nepuk kepala Tristan pelan. Sungguh ... ia sangat menyayangi adiknya ini. Teringat mendiang ibunya yang juga sangat menyayangi sang adik, membuat air mata Taufan tiba-tiba meleleh.

"Aku berdo'a agar kau selalu bahagia adikku," harap Taufan sebelum dirinya tertidur.

...Bersambung...

...Jangan lupa Vote & Comment ya, Readers......

...🙏🏻😊...

Episodes
Episodes

Updated 76 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!