Musuh Bebuyutan

...Selamat Membaca🌻...

Jovanka dengan mulut menganga berdiri di belakang sana, ia yang berniat memanggil Stela jadi mengurungkan niat saat matanya menangkap pemandangan langka, Tristan dan Stela berciuman? Tak ingin mengganggu, Jovanka memilih memundurkan langkahnya dan kembali masuk ke dalam kamar.

.... ...

"Ya Tuhan, maafkan aku."

Tristan segera bangkit dari atas tubuh Stela setelah dirinya tersadar dari apa yang telah ia lakukan.

"Ti-tidak apa-apa, Kak. Lain kali hati-hati," balas Stela kikuk.

"Hm.." Sebisa mungkin Tristan menelan suara gugupnya.

"A-aku ke dalam dulu," Stela segera pamit undur diri. Berlama-lama berada di satu ruangan bersama Tristan membuatnya malu untuk saat ini.

"Hm."

Selepas kepergian Stela, Tristan menyentuh bibirnya. Rasa kenyal dan lembut itu masih terasa di sana.

"Ciuman pertamaku?" lirihnya pelan. "Ah tidak..., itu bukan ciuman. Bibir kami hanya menempel, tidak ada kecupan ataupun ******n. Itu bukan ciuman, ya... sama sekali bukan ciuman," pikir Tristan.

Stela bersandar di belakang pintu yang telah ditutupnya. Jantung dalam rongga dadanya berdetak cepat, mungkin ini karena efek terkejut tadi. "Apa itu yang dinamakan ciuman?" pikir Stela bingung. Walaupun hidup di negara yang menganut sistem bebas, namun pergaulan Stela sangat dijaga ketat sekali. Keluarganya sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat, jadi jangan salahkan Stela jika ia terlampau polos.

...🌼 🌼 🌼...

Stela sampai di florist lebih pagi hari ini. Selama sarapan, dirinya dan Tristan diterkam perasaan canggung karena kejadian kemarin malam, untung saja Jovanka tidak berhenti berceloteh jadi Stela bisa sedikit bernapas lega. Entah apa yang akan terjadi jika hanya ada Tristan dan dirinya di ruangan itu, tak bisa dibayangkan.

Setelah toko dibuka, Stela menyusun bunga-bunga di pelantaran toko. Tak lama kemudian Yuli datang dan membantunya.

.......

Ting🎶

"Terimakasih banyak," ucap Stela pada pelanggan terakhirnya siang ini.

Ia segera duduk mengistirahatkan tubuh dan kemudian mengecek ponsel miliknya yang tadi sempat berbunyi.

Sebuah pesan dari Rafa.

Mas Rafandra

Aku akan menjemputmu, kita akan makan siang bersama...

^^^✓Iya, mas.^^^

Stela merapikan penampilannya, ia juga minta maaf pada Yuli karena tidak bisa menemani gadis itu makan siang. Biasanya Stela dan Yuli akan memakan bekal mereka bersama setiap siang, namun karena kecanggungan tadi pagi, Stela melupakan bekalnya, alhasil ia menerima ajakan pak pengacara.

Tak berselang lama, Rafa datang langsung dari kantor pengacaranya. Setelah pamit pada Yuli, Stela segera menaiki mobil mewah milik Rafa.

Mereka berhenti di sebuah restoran yang terletak tidak jauh dari florist.

Sampai di sana mereka duduk dan langsung memesan makanan.

"Risa tidak ke florist hari ini?" tanya Rafa mengawali perbincangan.

"Kak Risa hanya tinggal menunggu hari lagi untuk melahirkan, jadi pak Arya tidak memperbolehkannya keluar," beritahu Stela.

"Mas Arya pasti sangat senang karena sebentar lagi akan jadi ayah," ucap Rafa sambil menerawang jauh. Andaikan dia yang berada di posisi itu, menikah dengan wanita yang dicintai dan memiliki anak-anak yang lucu, wahh... betapa membahagiakannya.

"Mas Rafa juga mau menjadi seorang ayah?" tanya Stela polos.

"Tentu saja, semua pria pasti ingin memiliki keturuan. Hanya saja... siapa yang akan menjadi pendamping hidupku dan juga sebagai ibu yang akan melahirkan anak-anakku kelak, aku belum tahu," jawab Rafa. Matanya menatap Stela penuh arti, yang ditatap hanya bisa tertunduk malu, menyesali apa yang telah ditanyakannya.

"Kau mau jadi ibu dari anak-anakku, Ela?" Rafa mencoba peruntungannya. Mana tahu ini adalah langkah awal yang bagus untuk hubungan mereka berdua, karena bagaimana pun juga, dirinya sudah tertarik dengan gadis cantik bernama Stela itu, ah tidak... ia menyukainya. Cinta? Mungkin seiring berjalannya waktu perasaan suka itu akan bermertamorfosis menjadi cinta.

DEG

"Ela?" Rafa menyentuh tangan Stela yang ada di atas meja. Gadis itu hanya diam setelah mendengar pertanyaannya yang sedikit berani, mungkin Stela shock, Rafa merasa tidak enak. Belum sebulan bertemu, dirinya sudah meminta hal yang aneh-aneh, dasar bodoh! Merepotkan! Rafa hanya bisa merutuki kebodohannya kali ini.

"Maaf menunggu lama." Keheningan di antara mereka lenyap tatkala suara pelayan yang datang mengantarkan pesanan.

"Ah ya," Stela dan Rafa segera menarik tangan mereka dari satu sama lain.

"A-ayo makan," ajak Rafa kikuk.

.......

Keheningan melingkupi meja yang diduduki oleh Rafa dan Stela. Keduanya menyantap makanan dalam diam, hanya dentingan sendok dan garpu yang terdengar sebagai melodi.

"Lihat, ada siapa di sini?" tiba-tiba terdengar suara wanita yang datang menginterupsi kehikmatan makan siang Stela dan Rafa. Dua manusia berbeda gender itu langsung mengangkat kepala dan menemukan seorang wanita cantik yang wajahnya sering muncul di beberapa majalah.

Rafa tak menanggapi, ia hanya memandang wanita yang tak lain adalah Vania, dengan tatapan tidak suka. Mimpi apa ia semalam sehingga harus bertemu dengan wanita menyebalkan itu di sini, merusak acara makan siangnya saja.

Vania berdiri memangku tangan dengan wajah angkuh. Ia memandang bergantian Rafa dan perempuan yang sedang bersamanya.

"Jadi seperti ini tipe perempuan yang kau suka? Kampungan sekali," ejek Vania.

Rafa mengetatkan rahangnya, ia emosi mendengar kata-kata Vania yang merendahkan perempuan yang ia suka. Bagaimana pun juga, Stela beribu kali jauh lebih baik dari dia.

Vania tersenyum penuh kemenangan, ia berhasil membuat malu pria yang sering merendahkannya itu. Rasakan!

Stela terdiam mendengarkan hinaan wanita yang pernah ia lihat di majalah itu. Apa salahnya hingga dirinya menerima hinaan seperti itu. Stela menunduk dan memperhatikan penampilannya. Kaus oblong yang dipadukan dengan jeans, ditambah sneaker yang membungkus kakinya, apakah penampilannya ini terlihat kampungan? Tapi, Stela nyaman menggunakannya. Memang ini bukanlah gayanya, dulu... dia lebih sering menggunakan dress atau gaun rancangan designer terkenal, tapi kini ia tidak bisa lagi melakukan semua itu. Kehidupannya yang kini dan dulu sangat jauh berbeda, tapi tak mengapa karena inilah jalan yang ia pilih. Suatu saat nanti, ia akan kembali dan dapat merasakan semua itu lagi.

Rafa tak akan membiarkan wanita itu merasa terbang karena berhasil membuatnya marah, apalagi ketika melihat wajah sendu Vania membuatnya bertambah emosi. Ia kemudian bangkit dan berjalan mendekat ke arah Vania dan berbisik, "Lebih baik kampungan daripada Mu-Ra-Han sepertimu. Huh...," bisik Rafa dengan mengeja kata 'Murahan' dengan penuh penekanan dan nada merendahkan.

Napas Vania memburu, dadanya bergemuruh. Lagi-lagi dia kalah dari pria kurang ajar itu. "Kau!"

Rafa tidak lagi mengacuhkan wanita itu, ia memilih untuk mengajak Stela kembali menikmati makan siang mereka yang tertunda karena kedatangan lalat pengganggu itu.

Vania menghentakkan kakinya, ia sangat kesal ketika dirinya diabaikan, apalagi oleh pria kurang ajar dan gadis kampungan itu.

"Van, apa yang kau lakukan di sini?" sebuah suara lagi terdengar menghampiri. Stela yang merasa familiar dengan suara itu segera mendongak.

"Stela/ Kak Tristan?" ucap mereka bersamaan dengan ekspresi terkejut.

Tristan dan Vania berencana makan siang bersama, mereka telah memilih sebuah restoran yang tidak jauh terletak dari gedung agensi. Sampai di sana, Tristan meminta Vania mencari tempat duduk sementara dirinya harus ke toilet sebentar. Setelah keluar dari toilet, ia malah menemukan Vania berdiri di samping sebuah meja yang diisi oleh sepasang manusia. Tristan yang penasaran langsung menghampiri dan dia kaget ketika melihat siapa yang duduk di sana.

"Apa yang kau lakukan di si-," pertanyaan Tristan menggantung saat matanya melihat pria yang duduk berhadapan dengan Stela.

"Rafandra?" Tristan berdesis. Wajahnya berubah dingin dengan mata menatap nyalang ke arah pria yang bersama Stela itu.

"Tristan Gautama..." tak berbeda jauh dengan Tristan, Rafa juga melakukan hal yang sama. Wajahnya mengeras dengan mata tajam menatap Tristan. Sangat terlihat aura permusuhan di antara keduanya.

Stela dan Vania hanya diam memandang dua pria yang tengah bersitegang itu, mereka tidak tahu ada masalah apa di antara mereka. Namun yang jelas, suasana mencekam ini harus segera di lenyapkan.

"Tristan..." Vania berujar manja, tangannya mulai bergelayut di lengan kekar Tristan.

"Mas, aku sudah kenyang. Bisa kita pergi sekarang?" pinta Stela takut-takut.

Rafa menoleh, ia tersenyum lantas menghampiri perempuan pujaannya. "Ayo kita pergi!" tanpa permisi Rafa langsung mengandeng tangan Stela dan membawanya pergi dari sana, tapi sebelum melangkah, pria itu sempat berkata pelan kepada Vania. "Kau sangat cocok dengan pria setipe denganmu itu!" Rafa menyeringai dan kemudian berlalu pergi menuju meja kasir untuk membayar makanannya.

Stela sempat menengok kebelakang untuk melihat Tristan. "Ada hubungan apa kak Tristan dengan wanita yang pernah ku lihat di majalah itu?" pikir Stela.

"Pria brengs*k!" umpat Vani di dalam hati. Ia tidak mungkin mengucapkannya secara lantang di hadapan Tristan, itu bisa merusak citra dirinya di hadapan pria itu.

"Tristan, ayo kita cari tempat duduk?" Vania menarik tangan si pria untuk mengikuti langkahnya.

Tristan menoleh sejenak ke arah pintu di mana teman seatapnya itu keluar."Sejak kapan Stela mengenal Rafandra?" batinnya.

.......

Rafa mengantarkan Stela kembali ke florist, selama di perjalanan hanya kesunyian yang mengepung keduanya di dalam mobil. Sebenarnya mulut Rafa sudah sangat gatal untuk bertanya mengenai Stela yang mengenal Tristan dan ada hubungan apa di antara mereka berdua, namun Rafa tidak terlalu siap untuk mendengar jawabannya, bagaimana jika ternyata kedua orang itu adalah mantan kekasih, tak dapat dibayangkan.

Tak berbeda jauh dengan Rafa, Stela juga penasaran dengan hubungan antara pria yang berada di balik kemudi itu dengan Tristan, kenapa mereka terlihat seperti musuh bebuyutan yang bertemu kembali. Sungguh Stela penasaran, tapi takut menyinggung Rafa jika ia bertanya masalah pribadi seperti itu. Akhirnya mereka hanya bisa menyimpan semua pertanyaan itu di dalam benak saja hingga mobil Rafa sampai di depan florist.

"Terimakasih banyak, Mas..." ucap Stela sebelum ia melangkah keluar dari dalam mobil.

"Ya, nanti aku akan menghubungimu," balas Rafa. Stela hanya mengangguk dan kemudian pergi.

.......

Malam ini Tristan mengantarkan Vania pulang ke apartemen wanita itu, sebenarnya ia ingin cepat sampai apartemennya, tapi karena Vania memohon untuk diantar pulang karena tidak membawa mobil, Tristan jadi sungkan untuk menolak.

"Mau singgah sebentar?" tawar Vania dengan nada suara yang dibuat menggoda namun tetap mempertahankan wajah polosnya.

"Tidak," jawab Tristan sedikit ketus. Tanpa basa-basi, pria itu segera melajukan mobilnya tanpa peduli wajah Vania yang berubah cemberut. Hari ini entah kenapa moodnya menjadi tidak baik setelah pertemuan tak terduga di restoran siang tadi.

"Menyebalkan!" Vania menggerutu begitu pria incarannya pergi tanpa mengacuhkannya.

...Bersambung...

Jangan lupa Vote dan Comment ya, readers......😊

Terpopuler

Comments

brooklyn fachrudin

brooklyn fachrudin

tristan jangan mau dengan vaniAA

2021-05-23

1

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 76 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!