Mendadak Ciuman

...🌻Selamat Membaca🌻...

Rafa sampai di sebuah rumah mewah bergaya modern. Rumah itu adalah kediaman sahabat ibunya yang bernama Hesti, yang tak lain adalah ibunya Vania.

"Ayo turun!" ajak Ingrid pada sang putra.

"Ibu saja, aku malas kalau harus bertemu perempuan yang ibu jodohkan denganku itu," tolak Rafa dengan wajah malas.

"Ibu tahu kau tidak menyukai Vania, kau menyukai Stela, kan?" goda Ingrid.

Rafa tak menjawab, namun dari wajahnya yang memerah, sang ibu dapat menebak jawabannya.

"Ibu akan membahas masalah itu dengan tante Hesti. Ibu akan membatalkan perjodohannya jika kau mau turun menemani Ibu," bujuk Ingrid.

"Benarkah?" mata Rafa berbinar cerah.

"Apa ibu pernah berbohong?"

"Baiklah, ayo Bu!"

... ....

Rafa dan ibunya sudah duduk di ruang tamu kediaman Hermawan. Sedari tadi Ingrid terus bercerita dengan Hesti, yang dibicarakan hanya seputar kegiatan wanita pada umumnya dan itu membuat Rafa bosan.

"Sebentar ya, aku panggilkan Vania. Kebetulan hari ini dia ada di rumah." Hesti dapat melihat jika putra temannya kurang nyaman karena mendengar obrolan dua wanita tua seperti mereka, jadi wanita yang telah melahirkan Vania itu berinisiatif untuk memanggilkan putrinya sebagai teman bercerita untuk putra sahabatnya.

Vania dengan wajah masamnya keluar dari kamar dan berjalan berdampingan dengan sang ibu. Ia hanya memakai tanktop putih yang dilapisi oleh cardigan berwarna ungu dan juga hotpans. Di tangan kanannya ia menenteng sebuah majalah. Melihat penampilan Vania, Rafa hanya bisa geleng kepala, bagaimana seorang wanita yang berasal dari keluarga terhormat dapat keluar menyambut tamu dengan pakaian seperti itu, sungguh tidak bermartabat.

"Vania, temani Rafa mengobrol ya?" suruh Hesti. Wajah dari nyonya Hermawan itu tampak meringis kecil melihat perangai anak perempuannya yang begitu memalukan. Ia bahkan tadi sudah meminta Vania untuk mengganti dengan baju yang lebih sopan tapi anaknya itu menolak. Dia hanya akan menggunakan cardigan atau tidak keluar sama sekali.

"Kau pergi dulu dengan Vania ya, ibu akan membicarakan mengenai pembatalan perjodohan itu dengan tante Hesti," bisik Ingrid di telinga sang putra. Melihat perempuan yang akan jadi calon menantunya itu membuat Ingrid hanya bisa mengelus dada. Tak tega rasanya jika bungsunya itu harus mendapatkan istri seperti Vania. Mereka berdua sangat bertolak belakang dan tidak cocok sama sekali jika disandingkan.

"Lebih cepat lebih baik." Rafa berbisik balik pada sang ibu. Kemudian ia bangkit dan mengajak Vania untuk duduk di halaman belakang rumah.

"Maafkan putriku ya, Ingrid," ucap Hesti merasa tak enak.

"Tidak masalah," sahut Ingrid.

.......

"Apa kau tidak bisa bersikap lebih sopan sedikit jika ada tamu yang datang ke rumahmu?" Rafa langsung melontarkan protesannya pada Vania. Sedari tadi ia sudah menahan kekesalannya, bagaimana tidak, Vania sama sekali tidak menghargai mereka sebagai tamu, Rafa tak masalah jika tak dihargai oleh wanita bermuka dua itu, tapi ia sakit hati jika ibunya lah yang tidak dihargai. Seharusnya Vania tadi memberi salam atau sekedar menyapa ibunya yang notabene lebih tua dari padanya, tapi apa, wanita yang berprofesi sebagai model itu hanya menampilkan wajah masam dan tak bersahabatnya. Wanita inikah yang akan menjadi pendampingnya? Dalam mimpi pun rasanya Rafa tak sudi.

"Tidak, kalau tamu itu adalah tamu yang tidak diharapkan seperti kau," balas wanita itu ketus.

Rafa terbelalak mendengar ucapan kurang ajar dari Vania, sungguh ia belum pernah bertemu dengan wanita yang tak punya adab seperti ini.

"Kau berasal dari keluarga terhormat, menjunjung tinggi harkat dan martabat, tapi kau telah menodai semua itu. Sungguh memalukan," sindir Rafa dengan penekanan di setiap katanya.

Vania yang sibuk membaca majalah seketika berhenti, ia mengangkat wajah dan menatap nyalang pada Rafa. "Bagaimana pun aku, sama sekali tidak ada urusannya dengan kau. Jadi jangan pernah ikut campur urusanku lagi!" desis wanita itu penuh emosi.

Rafa tertawa sumbang. "Model yang menjadi panutan banyak anak muda zaman kini. Lihatlah! Bagaimana tidak beretikanya dia, sama sekali tidak pantas menjadi public figure!"

BRAKKKK

Vania melempar majalah di tangannya ke arah Rafa, untung saja pria itu cepat menghindar jadi tidak terkena lemparan.

"Kau pikir kau pria baik, hah? Kau hanyalah pria membosankan, pria yang tidak tahu mode dan pria kuno yang masih terkungkung dengan adat dan tradisi yang menjengkelkan. Jadi kutekankan sekali lagi, jangan pernah menilai rendah diriku karena kau sendiri bukanlah apa-apa," dengan penuh emosi Vania membalas perkataan Rafa, tak lupa jari telunjuknya juga mengacung tepat di wajah pria itu, seperti beberapa waktu yang lalu.

Rafa terlihat santai menghadapi kemarahan Vania, bahkan setelah wanita itu pergi meninggalkannya, Rafa langsung menyembur tawanya.

"Pria kuno, membosankan, tak tahu mode? Ck... kau hanya belum tahu siapa aku Vania Hermawan," gumam Rafa dengan senyuman miring.

.......

Sudah lebih dari sepuluh menit Rafa hanya berteman sepi. Biasanya kalau sedang sendiri seperti ini ia lebih memilih menghisap batang rokoknya, tapi sayang, rokoknya tertinggal di mobil dan dia malas untuk mengambilnya.

"Haah..." pria itu mendesah seraya menyandarkan tubuh pada tiang yang ada di belakangnya. Tiba-tiba matanya menangkap sebuah majalah yang tadi sempat dilempar Vania. Ia memunggut majalah itu dan melihatnya.

"Ck..." melihat sampulnya saja Rafa sudah malas. Bagaimana tidak, foto sepasang manusia mengenakan pakaian pernikahan terpampang di sana, dengan model wanita dan pria yang membuatnya muak.

"Tristan Gautama," desisnya.

...🌺 🌺 🌺...

Malam hari adalah waktu untuk bersantai bagi Stela. Setelah membalas pesan dari Rafa, gadis itu keluar dari kamar untuk mengambil beberapa cemilan di dapur.

"Sedang buat apa, Kak?" tanya Stela saat melihat Tristan berada di dapur.

"Coklat panas, kau mau?" tawar pria itu.

"Mau, tapi nanti biar aku yang membuatnya sendiri," ucap Stela yang sudah menenteng beberapa bungkus cemilan di tangan.

"Biar aku saja, sekalian."

"Terimakasih," ucap gadis itu lalu berjalan menuju ruang tengah.

Di sana gadis itu duduk menonton TV sambil menikmati cemilan, sudah seperti tuan rumah saja tapi tak masalah, Tristan terlihat biasa saja. Mereka sudah seperti teman yang tinggal satu rumah, teman yang saling menguntungkan tentu saja. Tristan memberikan tempat tinggal dan Stela membantu mengurus rumah dan juga perut pria itu.

"Ini!" Tristan datang dengan dua gelas coklat panas yang asapnya masih mengepul. Ia meletakkan gelas itu di atas meja lantas duduk di samping Stela.

"Terimakasih," ucap Stela sekali lagi. Ia merasa sedikit tidak enak.

"No prob."

Mereka berdua asyik menonton siaran TV berdua.

Saat sedang serius menyaksikan berita, bunyi bel terdengar.

"Siapa yang bertamu malam-malam begini?" gerutu Tristan karena merasa waktu santainya terusik.

Ia melihat intercom, ada wajah sang sahabat terlihat disana.

Cklekk

Setelah pintu terbuka, Jovanka langsung menyelonong masuk. Namun sebelum itu, ia sudah menjejalkan sebuah majalah pada Tristan.

"Stela...." Jovanka memekik girang saat melihat perempuan yang sudah dianggapnya sebagai adik itu tengah duduk bersantai di ruang tengah.

"Hai Kak, kau datanf?" sapa Stela.

"Ya, aku datang." Senyum ceria terbit di wajah cantik Jovanka, ia berlari menghampiri Stela dan duduk di sebelahnya. "Apa ini?" ia bertanya saat matanya menangkap gelas berisi minuman di atas meja.

"Hot chocolate," jawab Stela.

"Aku minta ya." Jovanka langsung mengambil gelas itu dan meneguk isinya. "Hm.... manisnya," ucap perempuan itu setelah coklat panas terasa di lidahnya.

Tristan yang sudah duduk kembali di tempat semula hanya bisa menatap bingung sang sahabat, sepertinya moodnya sedang baik kali ini.

"Kak Jo terlihat bahagia, ada apa?" Jovanka yang biasanya datang mengadu membawa air mata, kini terlihat sangat ceria dengan senyum yang tak pernah pudar.

"Apa itu terlihat dari wajahku?" tanyanya sembari menangkup kedua pipi.

Stela mengangguk. "Kalau aku boleh tahu, apa yang telah terjadi hingga kakak terlihat sangat senang?"

Jovanka tersenyum lebar. "Aku sudah baikan dengan Gara."

Tristan yang memang sudah tahu hal itu memilih mengabaikannya. Ia lebih tertarik pada majalah edisi terbaru yang tadi dibawakan oleh managernya itu.

"Syukurlah kalau begitu." Stela ikut senang. Cuma dia sedikit heran, kemarin-kemarin Jovanka begitu menggebu menjelek-jelekkan kekasihnya. Dibilang brengseklah, barang bekaslah, tapi kenapa masih mau dengan orang seperti itu.

"Kau tahu, tadi kami bertemu dan berbicara tentang kelanjutan hubungan ini. Aku mengatakan bahwa aku akan memberinya kesempatan, dia sangat senang. Kau tahu? Dia membawakanku sebuket mawar merah, sebelumnya dia tidak pernah seperti," jelasnya bersemangat.

"Apa sebelumnya kekasih kakak tidak pernah memberikan bunga?"

"Eh, pernah sih. Cuma aku tidak terlalu suka bunganya. Tapi kali ini, aku sangat menyukainya. Bunga mawar merah yang ia bawakan begitu cantik dan juga harum."

"Ya. Bunga mawar itu sangat terkenal dengan bunga yang melambangkan cinta, terlebih yang berwarna merah."

"Oh ya, aku sempat mengambil foto bersama Gara dengan bunga itu." Jovanka merogoh ponsel dari dalam tasnya. Mengutak-atik layar persegi itu dan kemudian memperlihatkan foto yang dimaksud pada Stela. "Lihat ini!"

Stela melotot melihat potret kekasih Jovanka. "Jadi dia kekasihmu, Kak?" tanya Stela tak menyangka.

"Eh.. i-iya, kau kenal?"

"Tadi dia membeli bunga di toko tempatku bekerja. Dan bunga itu, aku yang membuatnya," beritahu Stela.

"Ohh... benarkah? Kau bekerja di toko bunga?" Jovanka begitu takjub. Tak menyangka jika bunga yang diberikan Gara untuknya dibuat oleh Stela.

"Iya kak, tadi itu kekasihnya kakak datang, ia bertanya bunga apa yang cocok diberikan kepada seorang kekasih, lalu ku jawab mawar merah. Kemudian aku bertanya mau berapa tangkai dalam satu buketnya, dia terlihat bingung. Aku memberitahunya bahwa setiap tangkai mawar memiliki makna tersendiri, lalu dia meminta jumlah tangkai yang bisa mewakili perasaan cinta yang tulus. Ya, jadinya aku membuatkannya 20 tangkai yang bermakna, aku sangat tulus mencintaimu."

Mendengar penjelasan Stela, Jovanka sungguh terharu. Gara ternyata benar-benar mencintainya, hatinya semakin bahagia sekarang.

Tristan yang ikut mendengar penjelasan Stela merasa kagum dengan kemampuan gadis itu dalam menentukan bunga yang cocok untuk seseorang sesuai kepribadian dan kondisi hatinya. Ia ingat waktu memberi lavender pada Vania, ternyata bunga itu adalah favorit sang wanita, cocok dengan kepribadiannya. Oh ya, Tristan belum sempat berterimakasih untuk itu.

"Waktu itu kau juga sudah membantuku memilih bunga, Stel. Kau tahu? Dia mengatakan jika lavender adalah bunga favoritnya. Dia terlihat senang dengan bunganya," jelas Tristan.

"Benarkah?" Stela tak menyangka jika kemampuannya dalam merangkai bunga begitu membantu banyak orang.

"Ya. Kau sangat berbakat. Terimakasih ya," ucap Tristan tulus.

"Sama-sama, Kak."

Stela beralih menatap Jovanka. "Kau sudah makan, Kak? Mau aku buatkan sesuatu?" tanyanya.

"Tidak usah Stel, aku baru makan malam dengan Gara," jawab Jovanka.  "Oh ya Tan, malam ini aku menginap disini, ya?" izin Jovanka.

Tristan mengalihkan pandangannya dari majalah ke arah Jovanka. "Kenapa kau senang sekali menginap disini, hm? Kenapa tidak di rumah kekasihmu saja?" protes pria itu.

"Bodoh, aku tidak akan mau tinggal dengan Gara sebelum kami resmi menikah," seru Jovanka kesal. "Lagian disini aku ada Stela, daripada di apartemen sendiri," sambungnya.

"Terserah kau saja." Tristan tak tahu lagi mau bicara apa.

"Stel, aku pinjam piyamamu lagi ya, lain kali aku akan membawa beberapa punyaku kemari, jadi tak perlu meminjam punyamu kalau seandainya aku menginap di sini lagi," ucap Jovanka.

"Tentu saja, Kak."

Jovanka segera melesat masuk ke kamar.

"Apartemenku sudah seperti tempat penampungan saja," desah Tristan.

Stela yang mendengar itu merasa tersendir, ia sadar kalau ia hanya menumpang di sini dan tentu saja sangat merepotkan pria itu. "Maafkan aku, Kak," cicitnya.

Tristan menoleh cepat ke arah Stela. "Maaf... bukan maksudku, a-aku hanya... itu si Jo-," ucap Tristan gelagapan, ia coba menjelaskan maksud sebenarnya. Tak ada niat sama sekali untuk menyindir Stela, ia hanya kesal dengan tingkah seenaknya Jovanka yang selalu numpang menginap padahal punya tempat tinggal sendiri.

Tristan menghela napas sejenak, mencoba menenangkan diri. "Maksudku, Jovanka sebelumnya tidak pernah menginap di sini tapi semenjak ada kau dia jadi sering menginap," jelas Tristan.

Stela semakin merasa bersalah, bukan hanya menumpang, dirinya juga sebagai penyebab Jovanka sering menginap di sini dan membuat si pemilik apartemen tak nyaman.

"Maafkan aku, secepatnya aku akan pindah dari sini supaya Jovanka tak sering lagi menginap di sini..." Stela menundukkan kepala seraya berucap maaf.

"Eh?" Tristan rupanya salah kata lagi. "Bu-bukan maksudku begitu, Stel. A-aku..., ah sudahlah." Tristan bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah dapur. Kesalahpahaman yang berturut-turut membuat dirinya kehausan.

Stela hanya merenung memikirkan nasibnya sekarang, kapan dia bisa bisa keluar dari apartemen Tristan dan menyewa apartemen sendiri.

"Haaaah...," gadis itu menghela napas gusar. Ia bersandar di sofa dan menatap kosong ke depan. Tiba-tiba matanya tertarik pada sesuatu yang ada di meja, sebuah majalah yang terbuka. Stela mendekat ke meja dan melihat-lihat majalah itu.

"Wow...," Stela berdecak kagum melihat wajah Tristan di dalam majalah tersebut. Pria itu berpose dengan seorang wanita dengan menggunakan pakaian pengantin. "Serasi sekali," pujinya.

"Kak Tristan!" panggil Stela kemudian.

"Hm?" sahut Tristan dari arah dapur.

"Kau sangat tampan dalam majalah ini," seru Stela. "Dan model wanitanya juga cantik. Kalian terlihat sangat serasi!"

"Benarkah?" kini pria itu berjalan menghampiri Stela.

"Iya, Kak."

Tristan tersenyum tipis mendapat pujian dari Stela. Ia terus berjalan ke arah sofa dan tak sengaja kakinya malah menyandung kaki meja dan jatuh.

BRAAKK

Tristan jatuh dan menimpa tubuh Stela. Dua benda mungil itu bertemu, dua pasang mata terbelalak, bibir mereka berdua menempel

"Ciuman pertamaku..."

...Bersambung...

Jangan lupa Vote dan Comment ya, Readers....😊

Terpopuler

Comments

brooklyn fachrudin

brooklyn fachrudin

yahhh..so sweat

2021-05-23

1

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 76 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!