Semakin Dekat

...🌻Selamat Membaca🌻...

Stela mematikan ponselnya setelah memposting sebuah status di Insta miliknya. Ia menaruh layar persegi canggih itu di atas meja nakas dan bersiap untuk tidur.

Pip...pip....

Baru saja akan memejamkan mata, tiba-tiba ponselnya bergetar.

Senyum Stela mengembang begitu melihat nama dari si pengirim pesan. Itu adalah pesan pertama yang dikirimkan oleh Rafa setelah mereka saling bertukar nomor tadi.

Mas Rafandra

Sudah tidur?

^^^✓Belum, baru mau tidur...^^^

Mas Rafandra

Tidurlah, Good Night & Have a nice dream.

^^^✓You too...^^^

Stela kembali mematikan ponselnya setelah tak ada lagi balasan dari seberang.

"Semoga mimpi indah..." Stela menarik selimut sampai sebatas dada kemudian mulai memejamkan mata. Wajah tidurnya dihiasi senyuman manis. Hari ini sangat menyenangkan, baginya.

... ....

Stela selesai menghidangkan menu sarapan pagi ini. Ada nasi putih, sayur bening, telur dadar dan salmon panggang.

"Lapar sekali..." Tristan sampai di meja makan dengan tangan mengusap-usap perutnya yang keroncongan.

Stela memperhatikan hal itu. "Bukankah semalam kau makan diluar, Kak?" tanya Stela. Ia saja yang hanya makan mi rebus tidak begitu kelaparan pagi ini.

"Hn.." jawab Tristan sekenanya. "Aku tidak menghabiskan makan malamku karena kepikiran pada masakan yang kau buat, Stel. Entah kenapa aku jadi tidak selera memakan masakan lain saat malam tiba," lanjutnya dalam hati. Pria itu lantas duduk dan bersiap menyantap sarapannya.

"Semalam kau makan di luar?" Tristan menghentikan kunyahannya dan bertanya.

"Iya..." angguk Stela. "Karena kau bilang akan makan malam di luar jadinya aku memutuskan untuk makan di luar juga. Biar bisa menghemat bahan di dapur," jelasnya.

"Pantas saja saat aku pulang tidak ada makanan yang tersisa," batin Tristan. Semalam Tristan masih lapar, ia ke dapur untuk melihat makanan apa yang dimasak Stela malam itu tapi ternyata ia tak menemukan apa-apa. Alhasil ia hanya menahan rasa laparnya dan langsung tidur.

... ....

"Selamat datang..." Baru saja Stela selesai menata bunga-bunga di toko, pembeli pertama pun muncul. Seperti biasa ia menyambutnya dengan ramah.

"Wow... pria tampan lagi.." Stela bersorak girang di dalam hati. Pagi-pagi matanya sudah disuguhi pemandangan indah, bakalan semangat ia bekerja sampai sore nanti.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya Stela sopan.

"Saya ingin membeli bunga," jawab pria itu.

Ya... iyalah, Stela juga tahu kalau pria itu ingin membeli bunga, tidak mungkinkan membeli baju di toko bunga, ya ampun.

"Bunga apa yang anda inginkan?" tanya Stela lagi.

"Saya ingin memberikan bunga untuk kekasih saya, bunga apa yang sekiranya cocok menggambarkan bahwa saya sangat mencintainya," terang si pria tersebut.

"Menurut saya bunga mawar merah adalah pilihan terbaik karena bunga ini melambangkan cinta."

"Baiklah, buatkan saya sebuket bunga mawar merah" pintanya.

"Anda ingin berapa tangkai?" Stela kembali bertanya untuk yang kesekian kalinya.

"Hm?" Pria itu tampak berpikir keras. Sepertinya ia tidak mengerti maksud Stela.

"Begini, setiap tangkai yang diberikan memiliki makna tersendiri. Misalnya, setangkai mawar bermakna bahwa cintaku hanya untukmu seorang, dua tangkai menyatakan kau dan aku saling mencintai dan begitu seterusnya, tiap tangkai memiliki makna yang berbeda namun intinya cuma satu yaitu cinta," panjang Stela menjelaskan.

"Kalau begitu bisakah kau membantuku memilih berapa tangkai mawar yang bisa menyampaikan bahwa aku benar-benar tulus mencintanya."

"20 tangkai."

Pria itu mengangguk dan menunggu Stela membuatkan pesanannya.

Beberapa menit kemudian...

Sebuket mawar merah yang terdiri dari 20 tangkaipun selesai dibuat Stela. Pria itu memandang puas hasil pekerjaan sang florist.

"Terimakasih banyak..." setelah memberikan upah untuk hasil kerja Stela, pria itu pun langsung meninggalkan toko dengan wajah sumringah.

"Semoga pria itu berhasil dengan cintanya.." Stela sangat bahagia apabila ia dapat membantu orang dan membuat mereka tersenyum.

...🌺 🌺 🌺...

Tiga hari kemudian...

Stela

Hari ini aku sedikit kewalahan melayani beberapa pembeli di toko. Bagaimana tidak, Yuli izin siang ini karena dia ada kuliah siang sementara si bos pergi memeriksakan kandungan rutin bersama suami tercinta. Ya... jadinya aku sendirilah yang harus membuatkan pesanan-pesanan itu.

Kini aku bisa sedikit bernapas lega, pembeli terakhir sudah pergi dengan wajah puas. Oh ayolah... tidak ada yang akan kecewa dengan hasil rangkaian bungaku. Bukannya sombong tapi memang begitulah adanya.

Aku duduk sejenak untuk melepas penat karena terus berdiri sedari tadi. Segelas air putih yang sejak tadi menganggur di atas meja counter, kini menjadi sasaranku. Aku meraih gelas kaca itu, mendekatkannya ke bibir dan langsung menandaskan isinya. Aku benar-benar haus sekali.

Baru saja aku bisa bernapas lega, bunyi sepatu yang menapaki lantai kembali terdengar masuk. Lagi? Tidak ada habisnya. Kenapa toko bunga kak Risa ini begitu laris sekali, seperti tidak ada toko lain saja. Eh... bukannya aku harus bersyukur ya? Semakin banyak pembeli, semakin banyak uang masuk dan semoga saja gajiku naik. By the way, aku baru bekerja di Aquarelle kurang lebih selama dua minggu dan masih lama untuk menerima gaji pertama. Haah... kapan aku bisa menyewa apartemen sendiri kalau begini ceritanya.

"Ela!"

"Ela!"

Suara cukup keras itu menyentak lamunanku, setelah tersadar aku segera menoleh dan mendapati seorang pria menatap binggung ke arahku.

Eh... bukankah itu Mas Rafa? Mau apa dia datang kemari?

"Se-selamat siang, Mas," Sapaku ramah walau terselip sedikit nada gugup.

"Kau melamun, kenapa?" tanyanya.

"Aku tidak melamun, hanya sedikit lelah karena sedari tadi pembeli tidak berhenti datang." jawabku jujur.

"Kau sendiri saja?" dan aku mengangguk sebagai jawabannya.

"Pegawai yang biasa membantu disini di mana?"

"Dia kuliah, ada jam siang katanya."

"Risa?" dia bertanya lagi.

"Ia dan suaminya pergi ke rumah sakit untuk pemeriksaan rutin."

Setelah itu hening beberapa saat, aku dan mas Rafa hanya berpandangan dalam diam. Aku tidak memikirkan apapun, aku hanya menikmati wajah tampan itu saja, sementara pria itu aku tidak tahu apa yang tengah di pikirkannya.

"Ekhemm."

Tiba-tiba suara deheman terdengar dan mengusik kehikmatan kami dalam memandang satu sama lain. mas Rafa tampak salah tingkah, ia sedikit mumundurkan tubuhnya lalu berbalik.

"Maaf Ibu, aku lupa kalau aku datang bersamamu." mas Rafa terlihat berbicara pada orang di belakang sana. Aku tidak bisa melihat siapa itu karena terhalang oleh tubuh besar dan tingginya.

Kemudian, dari balik tubuh besar itu muncul seorang wanita paruh baya dengan penampilan modis dan masih cantik walau sudah tidak muda lagi.

"Selamat siang.." sapa wanita itu.

"Selamat siang Nyonya," balasku sopan dengan kepala sedikit menunduk hormat.

"Kau pegawai baru di tokonya, Risa?" tanya wanita itu lagi. Aku masih bingung siapa wanita ini dan ada hubungan apa dengan mas Rafa.

"Iya nyonya..." aku menganggukan kepala.

"Ka-,"

"Ela, perkenalkan ini ibuku." Kulihat wanita itu masih ingin bicara tapi segera didahului oleh mas Rafa.

Tapi tunggu? Dia bilang apa tadi? Ibu? Wanita itu ibunya mas Rafa? La-lalu untuk apa mas Rafa membawa ibunya kemari? Apa ingin menemuiku? Haha... tidak mungkin, buat apa dia menemuiku.

"Sa-saya Stela, pegawai di toko ini, Nyonya." setelah perang batin yang cukup singkat, aku mulai memperkenalkan diri pada wanita itu.

"Saya Ingrid, ibu dari pria bodoh ini, sekaligus mertua dari pemilik toko bunga ini," ucapnya seraya menyenggol lengan mas Rafa.

Ku lihat mas Rafa meringis mendengar ejekan dari sang ibu.

Ingrid mendengus melihat wajah sang anak. "Pantas saja dia tidak mengacuhkanku, ternyata dia sedang menggoda pegawai cantik hingga lupa jika ibunya ini berdiri seperti patung di belakangnya," protesnya.

Aku menunduk malu, apa pegawai cantik yang dimaksud itu adalah aku? Ck, pertanyaan bodoh macam apa itu Ela, sudah sangat jelas cuma kau pelayan yang ada di toko ini.

"Ibu..." Ku dengar mas Rafa menegur ibunya dengan suara merajuk. Itu terlihat sangat lucu di mataku.

"Oh ya, apa boleh aku memanggilmu Ela?" tanya tante Ingrid dan ku anggukkan kepala sebagai jawaban.

"Tante ingin memesan rangkaian bunga untuk sahabat tante," pintanya. Oh... jadi mereka kemari ingin membeli bunga toh, ku pikir untuk apa.

"Apa nyonya ingin merequest bunga apa saja yang akan dimasukkan dalam rangkaiannya?" tanyaku.

"Oh tentu saja..." Tante Ingrid mulai menyebutkan jenis bunganya dan dengan sigap aku mencatat semua itu di dalam buku catatan kecil.

"Akan saya buatkan, sembari menunggu nyonya bisa duduk dulu," kataku mempersilakan.

"Jangan panggil nyonya, panggil tante saja!"

"A-ah, iya tante..."

Hm, bagaimana ini? Apa aku harus memunggut bayaran untuk bunga yang dipesan tante Ingrid, tapi beliau kan mertuanya bos. Pusing....

...Bersambung...

Episodes
Episodes

Updated 76 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!