Dia Kakakku Bukan Ibuku
Sore ini Faro pulang kuliah harus menjemput adik laki-lakinya Ezo yang sudah duduk di kelas enam SD negeri sedang mengikuti les tambahan untuk menghadapi ujian nasional yang sebentar lagi akan di laksanakan.
Faro selama kuliah di salah satu universitas negeri ternama di Jakarta dari semester satu sampai sekarang semester lima selalu memakai mobil kesayangan hadiah ulang tahun Faro yang ke tujuh belas dari Ken.
Saat berhenti di perempatan lampu merah, ada mobil yang melaju kencang dari arah depan menabrak mobil yang melintas sehingga ada satu mobil yang terpental tepat di atas mobil Faro bagian depan.
"Duuuaaar....... braaaak".
"Abaaaaaaang......".
"Ezo............aaaah".
mobil depan Faro ringsek dan rusak parah, kedua kaki Ezo terjepit sedangkan kepala Faro terbentur stir mobil dan darah mengucur deras dari dahinya.
"Bang.... aduh...kaki gue tergencet, sakit bang Auh.....Auh....." rintihh Ezo dengan meneteskan air mata.
"Elo sabar Zo,.. sebentar Abang turun dulu, elu turun dari sini saja..yok Abang bantu!".
Faro berusaha membantu kaki Ezo keluar dari mobil itu, kaki kanan bisa keluar dengan mudah, tetapi kaki kiri entah bagaimana tertancap rem tangan yang patah tertimpa mobil dari atas tadi, Sehingga darah mengucur deras dari kaki Ezo.
Datang bantuan dari beberapa orang laki-laki yang membantu Faro untuk mengeluarkan kaki kiri Ezo dengan cepat, karena darah terus mengalir Ezo menangis dengan kencang dan selalu memanggil nama abangnya.
"Bang...... sakit....aduh....bang.... sakit huuuuu". rintih Ezo terus menerus.
"Sabar Zo... sedikit lagi" jawab Faro khawatir.
"Mas cepat ini aku tahan dari sini, tarik badan adiknya" perintah bapak yang memakai topi.
"Ya pak.... terima kasih".
"Ayo nak sedikit lagi bisa keluar kakinya" perintah kakek tua yang ikut membantu.
Perlahan tapi pasti sekitar setengah jam berjuang mengeluarkan kaki kiri Ezo akhirnya bisa keluar juga, setelah itu Ezo di baringkan di pinggir trotoar, Faro membuka kemeja putihnya dan mengikatkan di kaki Ezo yang terus mengeluarkan darah segar.
Setelah berkurang darah keluar dari kaki kiri Ezo, Faro langsung menggendong bridal adiknya itu di bawa lari dengan kencang, mengejar ambulance yang baru tiba dari arah depan di ikuti oleh dua polisi yang baru datang di TKP itu.
Faro sendiri tidak memperdulikan luka yang ada di dahinya yang terus mengeluarkan darah yang mengalir melalui pipi.
Dimasukkan ke dalam ambulance, tetap di dalam pangkuan Faro, Ezo dipeluknya dengan erat.
"Elo akan baik-baik aja Zo, jangan khawatir ya!" ucap Faro sambil mengusap air matanya.
"Sakit bang,....umi.... Abi.... sakit".
Mobil ambulance itu melesat cepat membelah jalanan ibukota Jakarta yang padat dan hampir macet total karena terjadinya kecelakaan beruntun di lampu merah itu.
Sampai di depan UGD Faro kembali berlari dengan menggendong Ezo, badan Faro sudah berlumuran darah, sedangkan tas ransel Faro dan Ezo masih tertinggal di mobil.
Setelah Faro di obati oleh suster luka yang ada di dahi dan di perban, Faro di minta untuk keluar ruang UGD.
"Mas tolong tunggu sebentar di luar, akan kami tangani adiknya" kata suster sambil menutup pintu UGD.
Faro mencoba ingin menghubungi kedua orang tuanya, tetapi handphone ada di tas dan tas itu tertinggal di mobil, saat ingin meminjam handphone kepada pak polisi yang mendampingi ada panggilan dari suster.
"Keluarga pasien yang terluka tadi mana?" tanya suster.
"Saya abangnya sus, bagaimana keadaan Ezo adik saya?" tanya Faro gelisah.
"Ayo kita temui dokter, dan isi biodata pasien" perintah suster itu.
Faro mengikuti suster itu masuk kedalam ruang UGD dan menemui dokter jaga.
"Bagaimana dengan Ezo adik saya dok" tanya Faro setelah sampai di ruang dokter.
"Begini mas, adiknya banyak kehilangan darah, dan akan segera di operasi dan untuk menjahit lukanya, banyak membutuhkan darah, apakah kamu bisa mendonorkan darah untuk adikmu?".
"Tentu dok, ambil saja sebanyak yang dibutuhkan" perintah Faro dengan cepat.
"Mari ikuti saya mas, kita periksa dulu".
Suster itu memeriksa golongan darah Faro dan Ezo dengan cepat, tetapi karena golongan darahnya sangat berbeda, suster itu mengerutkan keningnya, memandangi wajah Faro dengan heran.
"Ada apa suster, ayo cepat ambil darah saya?" titah Faro dengan nada yang sedikit tinggi.
"Maaf mas, apakah hubungan anda dengan pasien?" tanya suster itu ragu-ragu.
"Saya saudara satu ibu tapi beda ayah suster" jawab Faro singkat.
datang dokter menghampiri mereka, dan suster itu berbisik di telinga dokter, dan kemudian dokter mendekati Faro.
"Maaf mas bisa tolong hubungi keluargamu saja ya, darahmu dengan adikmu tidak cocok!" titah dokter itu dengan hati hati.
Faro mundur satu langkah dari dokter itu, mengapa bisa tidak cocok, seperti ada yang tidak beres gumam Faro dalam hati.
"Bisa pinjam handphone nya dok, karena handphone saya tertinggal di mobil saat kecelakaan tadi".
Bergegas dokter meminjamkan handphone, Faro langsung menekan nomor Ken dan menencet tombol hijau.
"Bi... cepat ke rumah sakit, Abang dan Ezo mengalami kecelakaan baru saja" kata Faro sambil terisak.
"Bang...ya kami kesana" jawab Ken yang saat itu sedang di kamar sedang menemani putrinya Fia mengerjakan tugas sekolah.
Ken berlari menuju kamar memanggil istrinya, bersiap siap dengan cepat menyambar kunci mobil, mengambil dompet dan berlari kecil menuju ke lantai bawah dan langsung ke garasi mobil.
"Kakak ayo cepat ke rumah sakit, Abang dan adikmu kecelakaan, umi cepat?" perintah umi sambil berlari ke garasi, mengeluarkan mobil menunggu Imma dan Fia yang berlari masuk mobil dan bergegas menuju rumah sakit dengan kecepatan yang lumayan tinggi.
Sampai di rumah sakit Ken memarkirkan mobilnya dengan cepat, Imma tanpa menunggu Ken dan Fia turun dari mobil melesat lari ke arah UGD dengan meneteskan air matanya melihat arah Faro yang ada di depan pintu UGD.
"Bang.....dimana adikmu?" tanya Imma saat menghampiri Faro yang berjalan mondar mandir di depan UGD.
"Umi..... Ezo... Ezo... butuh darah banyak tapi Abang tidak bisa mendonorkannya, darah Abang tidak cocok, apa yang terjadi umi mengapa begini?" ucap Faro sambil mengeluarkan air matanya.
Ken yang mendengar jelas pertanyaan Faro kepada uminya jadi teringat saat Faro masih duduk di sekolah dasar bahwa ada satu lagi rahasia yang belum di ceritakan menunggu saat dia lulus SMU, sampai sekarang Faro sudah di semester lima kuliahnya tetapi lupa belum menceritakannya.
"Abang.....biar Abi dan kakak yang akan mendonorkan darah untuk Ezo, soal pertanyaan Abang nanti pasti akan Abi jawab, tetapi setelah adikmu aman ok" jawab Ken sambil. memeluk putranya dengan penuh kasih sayang.
Faro mengangguk, dan mengajak Ken bertemu dokter di ruang UGD dengan sedikit berlari.
"Dokter ini orang tua saya, tolong jelaskan pada beliau" kata Faro.
Dokter kemudian menjelaskan situasi yang terjadi dengan Ezo, Ken dan Fia di periksa oleh suster untuk di ambil darahnya untuk keperluan operasi Ezo.
Darah yang diambil dari Ken dan Fia masih kurang, sehingga Ken menghubungi Sandi untuk mencari tambahan darah, menghubungi Papi Bastian atau Rama atau siapapun yang bisa menyumbangkan darahnya untuk Ezo.
Sandi dan Heri dengan sigap mencari informasi tentang kecelakaan lalu lintas itu, menemui pihak kepolisian yang menangani masalah itu dengan cepat, dan melaporkan kepada Ken ataupun Bastian Wiguna.
Karena trauma tentang penembakan yang terjadi saat Faro SD, tidak lupa Sandi juga menghubungi asisten Hendra dan Budi di group sang asisten, untuk menyelidiki latar belakang kecelakaan itu, karena hampir sepuluh tahun ini masih aman rahasia tentang penembakan itu, belum ada tanda tanda pergerakan kelompok Theo Thanapon mengawasi mereka.
Dalam waktu setengah jam semua keluarga ngumpul di depan ruang UGD, sudah datang bantuan, termasuk Heri dan Andri Pranoto untuk menyumbangkan darahnya.
Akhirnya Papi Bastian, Kemmy, dan Andri Pranoto yang mendonorkan darahnya setelah Fia dan Ken.
Setelah cukup darah yang di butuhkan untuk operasi Ezo, akhirnya Ezo di bawa ke ruang operasi, semua keluarga menunggu dengan cemas di depan ruang operasi.
Imma menangis tersedu dalam pelukan Ken, Fia juga tidak kalah terisak memeluk Uthi Mami dengan penuh kecemasan.
"Honey....sabar, Ezo pasti baik-baik saja, kata dokter tulang Ezo tidak ada yang patah hanya retak saja, robek di bagian betis yang cukup lebar dan banyak mengeluarkan banyak darah" keterangan Ken kepada istrinya.
Imma hanya menganggukkan kepalanya, memeluk suaminya dengan erat, hanya bisa berdoa semoga putranya baik-baik saja.
Sedangkan Faro hanya duduk termenung, memikirkan perkataan abinya, Faro jadi teringat saat masih duduk sekolah dasar jika ada rahasia yang belum di ketahui dan waktu itu abinya akan menceritakan saat setelah lulus SMU akan menceritakan hal itu.
Faro hanya bisa mengira-ngira saja tentang apa yang terjadi, Abang anak siapa gumam dalam hati sendiri sambil menunduk, sedangkan Opa Tomy dan keluarga juga tidak pernah menyinggung tentang masalah apapun.
Yang Faro tahu hanya Abi Ken adalah abi sambungnya, Abi Dona adalah Abi kandungnya serta umi adalah ibu kandungnya, Faro sebenarnya ingin tahu secepatnya tentang siapa sebenarnya dirinya tetapi mengingat adiknya yang masih di ruang operasi, Faro hanya mengambil nafas dengan kasar.
Ken memandangi Faro yang dari tadi menyendiri dengan menundukkan kepalanya sesekali mengusap air matanya, mungkin anak ini merasa bersalah apa yang terjadi pada adiknya.
"Abang sini nak, peluk Abi dan umi, kami sangat menyayangi mu, jangan merasa bersalah, semua akan baik-baik saja" kata Ken dengan memeluk putranya yang dari tadi gelisah.
"Maafkan Abang, Abi...umi, Abang tidak bisa melindungi Ezo dengan baik, Abang juga tidak bisa mendonorkan darah buat Ezo......hu..hu.." kata Faro dengan rasa bersalah yang begitu besar.
"Jangan salahkan dirimu nak, semua akan baik-baik saja, bersabarlah pasti Ezo besok sudah sehat seperti sedia kala dia kuat seperti dirimu" jawab Ken dengan sabar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
Uly Ulya
dlm
2022-09-28
0
Ummu Sakha Khalifatul Ulum
Lanjut
2022-06-28
1
mbak i
langsung cus sini,,,karena nggak mau pisah sama bang faro😁😁😁
2021-04-06
1