Menurut Xavier, seperti yang baru saja diceritakannya, dia sudah bersama Edenia sejak balita. Saat usianya lima tahun, anak di hadapannya ini diberitahu kalau ibu dan ayahnya tewas di tangan sekelompok demihuman—desa tempat mereka tinggal ikut hancur dan warganya turut pula jadi korban. Tempat ini, desa tak terjamah ini, adalah ciptaan Edenia khusus untuk Xavier. Dia tak bisa keluar darinya tanpa seizin Edenia, dan orang lain tak bisa masuk tanpa seizin Xavier sendiri.
“Selain Edenia, Thevetat yang tak diizinkan bicara, dan Phoenix yang angkuh, kau adalah individu pertama yang berbicara denganku. Bagaimana, apa kau merasa tersanjung?”
Ada banyak hal yang bisa dikomentari dari kata-kata Xavier, baik itu penjelasannya ataupun pernyataannya barusan. Namun begitu, yang paling menyita perhatian Vermyna adalah kenyataan kalau anak di hadapannya ini belum pernah sekali pun menginjakkan kaki di dunia secara bebas. Itu seperti lehernya dililiti rantai oleh Edenia ‒ Xavier seperti peliharaan.
“Apa diri Edenia mengajari dirimu berbagai hal?” tanya Vermyna setelah beberapa lama diam, abai akan pertanyaan Xavier.
“Tentu saja,” jawab Xavier cepat. “Aku tidak tahu dunia luar seperti apa—Edenia mengatakan dunia ini terlalu hina untuk kulihat. Namun, jika apa yang dongeng-dongeng kisahkan tentang kehidupan anak-anak itu benar adanya, kehidupanku sangat jauh dari itu. Edenia memastikan….”
Vermyna mendengarkan cerita Xavier dengan penuh perhatian.
Menurut anak di hadapannya ini, Edenia mengajarinya baca tulis saat berusia tiga tahun. Di usianya yang keempat, ia mulai dijejali latihan fisik ringan. Memasuki usia yang kelima, dia diharuskan menghindari sambaran petir terus-menerus setiap senja tiba hingga berakhir. Dia diajarkan sihir saat usianya menginjak angka enam. Lalu, di usianya yang kedelapan, Edenia menciptakan satu dimensi yang dipenuhi binatang buas untuk ia tinggali. Ia baru keluar dari dimensi itu di usianya yang kesembilan.
“Mengapa diri Edenia melakukan semua itu?” Vermyna menanyakan pertanyaan terpenting. “Mengapa dirinya memilih menyelamatkan dirimu, sedang di dunia ini ada banyak anak seangsara lainnya (balita yang mati mengenaskan)?”
“Itu pertanyaan yang menarik,” kata Xavier sembari menyilangkan kedua kakinya, pipi kiri ia tumpu pada telapak tangan kiri. “Namun, aku baru akan menjawabnya setelah kau membuktikan kau tidak akan melanggar kesepakatan. Edenia bilang, makhluk fana gemar mengingkari kesepakatan—alasan demi alasan mereka buat untuk mengelak, terkadang mereka tak segan menggunakan berbagai tipu muslihat.”
Vermyna mengerjap, sebelum kemudian membiarkan dirinya tersenyum. “Dirimu benar tentang diri mereka.” Ia tak punya alasan untuk menyanggah ucapan Xavier. “Namun, menyamakan diriku dengan diri mereka? Itu terlalu berlebihan. Kupastikan diriku takkan mengingkari kesepakatan.”
“Jika begitu, beri aku bukti.”
Pelipis Vermyna berkedut. Sekarang ia mengerti apa yang coba Xavier lakukan. Apa yang dia katakan semuanya untuk membuatnya menanyakan pertanyaan tadi. Xavier bukannya asal memberi informasi, ia memilah dengan baik. Meskipun sejatinya Vermyna tidak punya niat untuk melanggar kesepakatan, …ia tidak akan suka jika dibuat sampai mengemis untuk mendapatkan jawaban.
Tentu saja Vermyna bisa berdiri dan berbalik pergi, tetapi ia belum tentu akan mendapatkan kesempatan ini lagi. Dan jika ia bisa membuat anak itu berada dalam telapak tangannya, ia bisa mengacaukan apa pun yang Edenia rencanakan terhadap Xavier.
“Baiklah. Bukti seperti apa yang dirimu inginkan?” tanya Vermyna diiringi hela napas. Ia adalah Vermyna, tentu ia bisa melakukan semuanya dengan mudah. Ia adalah makhluk superior.
“Er…dalam sebuah buku dikatakan, seorang kekasih akan dengan senang hati mengecup mesra kekasihnya. Jadi, em…aku ingin kau melakukannya.”
…Vermyna tiba-tiba merasakan tenggorokannya kering, matanya mengerjap dengan ekspresi bingung.
Vermyna seketika menarik kembali pemikirannya; ia tidak bisa melakukan semuanya dengan mudah.
...* * *...
Tiga bulan telah berlalu sejak Vermyna bertemu Xavier Hernandez—manusia yang menjadi pilihan Edenia untuk membantunya mengalahkan “makhluk” yang memegang semesta di atas telapak tangannya, makhluk yang berada di luar semesta ‒ makhluk yang kata “dewa” pantas untuk disematkan padanya. Setidaknya, itu jawaban Xavier tentang mengapa Edenia melakukan apa yang dia lakukan.
Pertemuan mereka pada tiga bulan lalu berakhir dengan kesepakatan kalau Vermyna akan rutin mengunjunginya seminggu sekali. Xavier kesepian—anak itu bahkan dengan tanpa rasa bersalah mengaku sengaja membiarkan desanya terlihat, dengan begitu seseorang akan terpancing untuk datang. Tentu saja alasan utama Vermyna adalah darah Xavier. Jika ia bisa mendapatkannya rutin setiap minggu, mengusir sepi dalam hidup Xavier bukanlah hal buruk.
Setidaknya, itu adalah apa yang mengisi pikiran Vermyna saat awal-awal dulu. Namun, seiring berlalunya waktu, motivasinya berubah. Itu memalukan untuk ia akui pada siapa pun (bahkan pada Catherine dan Valeria sekali pun), tetapi yang pasti…ia menikmati menghabiskan waktu dengan Xavier. Dan tanpa ia sadari, hari di mana ia akan mengunjungi Xavier telah menjadi hal yang paling Vermyna nantikan—tentu saja ia takkan mengakui itu pada anak songong itu.
Minggu demi minggu pun berlalu. Vermyna tidak pernah absen dari rutinitas mingguannya itu. Ia selalu datang mengunjungi Xavier dengan berbagai bawaan yang berbeda. Mereka menghabiskan waktu melakukan banyak hal, mulai dari mengobrol hingga memandang langit malam bersama. Tidak ada hari di mana Vermyna merasa menyesal menghabiskan waktu dengan anak itu.
Waktu pun terus berlalu. Dan besok, seperti minggu-minggu yang telah lewat, adalah hari di mana Vermyna akan kembali mengunjungi Xavier. Namun, besok memiliki nilai yang lebih spesial. Vermyna merasa tak sabar, tetapi saat bersamaan ia merasa khawatir.
Kesepakatan awal dulu, mereka hanya akan memainkan peran sebagai “kekasih” sampai hari di mana Xavier berusia 73 tahun. Hari itu adalah besok. Artinya, setelah esok, permainan “kekasih” mereka akan berakhir. Rutinitas yang paling Vermyna nanti akan sirna. Tidak ada lagi bertemu Xavier. Tidak ada lagi meladeninya bicara. Tidak ada lagi ejekan yang bisa ia lontarkan pada anak itu. Tidak ada lagi senyuman hangat yang mengantarnya kembali ke Vampire Kingdom.
Memikirkan itu…Vermyna merasa sepi ‒ saat-saat seperti ini Vermyna menginginkan kekuatannya sebagai Vermyna Hellvarossa kembali. Dengan begitu, ia bisa mengulang masa lalu. Ia bisa kembali ke hari di mana ia bertemu Xavier untuk pertama kalinya.
“Nona Vermyna, sesuatu mengganggu Nona?”
Vermyna mengerjap, spontan menoleh memandang Valeria—pelayan setianya yang sudah membersamainya sejak kecil.
Sejenak Vermyna berpikir untuk menanyakan pendapat Valeria, tetapi dengan cepat ia buang ide itu. Valeria lebih buruk darinya dari hal-hal semacam itu. Satu-satunya yang bisa ia andalkan untuk memberinya saran adalah Hernandez. Namun, solusi itu juga ia coret. Hernandez sama sekali tak bisa diandalkan dalam hal seperti itu.
“Tidak, tidak ada.” Vermyna akhirnya menjawab, tangannya mengibas-kibas kosong. “Dirimu bisa pergi, Valeria, untuk hari ini dan besok dirimu bisa melakukan apa yang dirimu mau.”
“Baiklah, jika itu yang Nona inginkan.”
Vermyna memandang kepergian Valeria dalam diam, sebelum kemudian kembali bergelut pada pikirannya saat sang pelayan pergi.
Bagaimanapun ia memikirkannya, tidak ada solusi lain selain membuat Xavier mengemis agar ia tidak berhenti berkunjung. Dengan begitu, ia tidak perlu menurunkan harga dirinya ‒ ia tidak perlu memasang wajah malu-malu tak jelas seperti gadis-gadis ingusan di luar sana. Ia mendominasi, tidak didominasi.
“Ya… benar sekali,” gumam Vermyna pada dirinya sendiri. “Seperti dirinya yang meminta diriku menjadi kekasih dirinya, diriku hanya perlu membuat dirinya memintaku untuk terus datang.”
Mengangguk mantap, Vermyna membiarkan bibirnya melengkung sempurna ‒ Valeria akan berpikir Vermyna telah dirasuki jika melihat senyum di wajahnya sekarang.
...—keesokan harinya—...
“…Kau tahu mengapa aku memintamu untuk jadi kekasihkan hanya sampai aku berusia 73 tahun?”
Tanya itu adalah hal pertama yang menyambut kedatangan Vermyna. Meskipun senyum yang menyertai tanya itu sama seperti senyum-senyumnya yang lalu, tetapi Vermyna merasa ada yang salah. Ia tidak bisa menemukan hal apa itu yang salah, tetapi jelas ada yang tidak menyenangkannya.
“Hmph, diriku tak punya niat untuk tahu.” Vermyna mengabaikan perasaan mengganjal itu, memasang ekspresinya yang biasa. “Berikan tangan dirimu, jadilah hamba yang berguna untuk ratu yang sempurna. Pandu diriku ke dalam.” Vermyna mengulurkan tangan kanannya, dada membusung angkuh.
Xavier tersenyum tipis. “Tentu saja, My Queen, keinginanmu adalah perintah untukku.”
Dengan tangan yang sudah saling bertaut, Vermyna melangkah sejajar dengan Xavier, berjalan memasuki desa.
Genggaman tangan Xavier erat, tetapi begitu lembut. Vermyna menyukainya. Ia ingin seterusnya seperti ini. Namun, tentu saja, tak mungkin ia akan membawa diri mengatakan itu. Ia hanya perlu menikmati diam-diam.
“…Itu karena aku hanya akan hidup sampai 73 tahun tepat.”
…Dan Vermyna benar-benar terdiam ‒ diam dalam artian yang sebanarnya, bahkan ia merasa jantungnya berhenti berdetak untuk sesaat.
“Edenia mengatakan aku hanya akan hidup sampai 73 tahun, kemudian aku mati tepat di detik setelahnya. Setelah aku mati, memori tentangku pasti akan lenyap dalam ingatanmu. Dunia ini tidak mengenalku, dan kau pun akan melupakanku, tetapi menghabiskan waktu denganmu adalah hadiah yang cukup untuk membuatku tak menyesal karena telah hidup. Karenanya, Vermyna, apa aku bisa sedikit egois? Maukah kau menemani sisa waktuku? Sudikah kau memakamkan tubuhku nanti?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 268 Episodes
Comments
antarkata
kurang ajar lo thor... bikin nyesek aja di akhir chapter
2022-01-08
1
John Singgih
momen romantis yang harus berakhir
2021-09-09
0
Refielpansah Papanya Aurora
nnnnn
2021-05-31
1