Itu terjadi lebih dari seribu tahun yang lalu, beberapa puluh tahun setelah Danau Deus hancur. Saat itu Vermyna baru kembali dari desa Lizardmen: mereka meminta tolong padanya untuk dibawa ke Medea—mereka tidak ingin diserang Knight Templar yang sudah dengan liarnya menghancurkan para demihuman. Vermyna membantu mereka karena tetua para Lizardmen dulunya adalah penjaga yang pernah bekerja di kastilnya.
Saat dalam perjalanan kembalinya itu, Vermyna tak sengaja melihat sebuah desa kecil yang cukup terpencil. Namun, Vermyna tak melihat siapa pun di sana dari jauh, padahal rumah-rumah itu masih dalam keadaan yang sangat baik. Bahkan, lingkungannya begitu bersih dan asri ‒ sangat tak mengindikasikan desa yang ditinggalkan, apalagi yang dihancurkan.
Ingin memastikan, Vermyna mengepak sayap dan seketika menukik tajam—saat itulah hidungnya menemukan bau darah yang begitu memabukkan. Bahkan, darah Retsu dan Hernandez tak mampu menandingi bau darah yang hidungnya cium ini. Sebagai vampire yang punya kontrol diri yang tanpa bandingan, ini pertama kali Vermyna menelan ludahnya sendiri hanya karena mencium aroma darah itu.
“Diri siapa yang mungkin memiliki darah semenakjubkan ini?”
Vermyna mendarat tepat di gerbang, tetapi tiba-tiba ia terpental begitu saja saat hendak melangkah masuk. Vermyna berhasil mendarat dengan baik, tetapi keterkejutan di wajahnya tidak bisa dibohongi. Ia adalah Vermyna, anggota Deus Guardian terkuat, tak mungkin ia tak bisa merasakan sebuah penghalang yang ada tepat di hadapannya!
Namun, nyatanya….
Vermyna menggeram, dan sekali lagi menghampiri gerbang. Kali ini ia mengobservasinya dengan detail. Namun, bahkan setelah semua yang bisa ia lakukan ia usahakan, hasilnya tetap sama: tidak ada penghalang. Hal itu membuat kening Vermyna mengernyit, kakinya sekali lagi ia coba langkahkan—
“Ghuah!”
—Dan ia kembali terpental.
Vermyna sekali lagi menggeram, kekesalan benar-benar mewarnai wajah jelita bak bonekanya. “…Berpikir diriku sampai terpental dua kali,” gumam Vermyna diiringi decakan lidah, sebelum kemudian berdiri dan kembali menghampiri gerbang.
“Percuma berusaha, Edenia bilang siapa pun takkan bisa masuk tanpa seizinku.” Seorang anak laki-laki berambut merah gelap dengan mata semarah darah melangkah dengan penuh percaya diri—dia terlihat tak lebih dari seorang anak di usia mereka yang kedua belas. “Apa yang kau inginkan dengan memasuki desa ini, Nona Vampire?”
Bau darahnya begitu menggelitik hidung dan tenggorokan Vermyna, tetapi perhatiannya telah ditarik sepenuhnya oleh kata-kata yang baru saja anak itu ucapkan.
“Edenia…apa dirimu baru saja mengatakan Edenia, dewa yang dipuja hampir oleh semua ras?”
“Aku tidak tahu Edenia yang kau maksudkan; Edenia yang kukenal tidak mengaku sebagai dewa. Memang, dia bisa melakukan segalanya, tetapi dia bersikukuh mengatakan kalau dia bukan dewa.”
Kening Vermyna mengernyit dengan sendirinya. Ia sama sekali tidak mengekspektasikan akan mendengar hari di mana Edenia keparatt itu akan memunculkan diri di depan manusia—meskipun itu dengan menyembunyikan identitasnya sebagai penguasa semesta. Apalagi, menilik dari kefamilieran dalam ucapan anak itu, Edenia sepertinya cukup mengakrabkan diri dengan anak itu.
“Siapa dirimu? Mengapa dirimu bisa mengenal Edenia?”
Yang pasti, anak itu tak mungkin anak biasa. Selain kualitas darahnya yang tak tertandingi, pasti ada hal lain yang spesial tentangnya. Jika tidak begitu, tak mungkin dia akan akrab dengan Edenia.
“Nona Vampire masih belum menjawab pertanyaanku, bagaimana bisa Nona Vampire terus-menerus bertanya?” Anak itu mengedikkan bahu dan seketika berbalik. “Masuklah, aku mengizinkanku. Kita bisa lanjut bicara di dalam.” Anak itu langsung melangkah setelahnya.
Mata Vermyna mengerjap beberapa kali, sebelum kemudian dengan cepat memasuki gerbang dan menyusul sang anak ‒ Vermyna tak ragu dalam melangkah, intuisinya seratus persen memercayai ucapan anak itu—dan intuisi itu tidak menipu.
“Dirimu belum mendengar apa tujuan diriku, apa dirimu tak takut jika kujadikan stok darah untuk diriku dan diri vampire yang lain?” tanya Vermyna penasaran, ia sudah melangkah sejajar dengan anak itu.
“Aku tidak takut siapa pun. Edenia bilang, selain Fie Axellibra, tidak ada yang bisa mengalahkanku. Dan Edenia tak pernah salah. Jadi, aku tak punya alasan mengapa harus takut.”
Mengobservasi anak di sampingnya baik-baik, Vermyna tidak menemukan alasan yang nyata untuk membenarkan klaimnya. Tubuhnya tidak memancarkan kekuatan ‒ dia terlihat begitu normal, senormal anak laki-laki berusia dua belas tahun lainnya. Klaim yang dia ucap dengan penuh percaya diri itu terlihat kosong, tetapi—untuk suatu alasan—intuisi Vermyna mengatakan padanya untuk percaya.
Kurang dari dua menit, Vermyna mendapati dirinya duduk berhadap-hadapan dengan anak itu di dalam rumah terbesar di desa.
“Diriku Vermyna Hermythys, ratu para vampire. Diriku datang karena penasaran dengan desa terpencil yang tak terjamah ini, dan kepenasarananku semakin berlipat saat mencium bau darah dirimu. Sekarang, jelaskan. Siapa dirimu? Bagaimana dirimu bisa akrab dengan Edenia?”
Anak itu mengerjap dua kali, sebelum kemudian tertawa lebar, dan kemudian tawa itu digantikan cengiran arogan.
“Tak mengherankan kau sangat memesona. Bagaimana, mau jadi kekasihku?” Dia tak menunggu respons Vermyana (sang ratu terdiam ternganga ‒ ini kali pertama ia digoda). “Kau wanita tercantik pertama yang kutemui dalam hidupku. Sebenarnya ingin kukatakan kedua, tetapi…Edenia itu bukan wanita.” Anak itu menepuk jidatnya sendiri—dia seakan diliputi penyesalan hebat. “Mengesampingkan hal itu, aku se—”
“Meskipun diriku mengakui keberanian dirimu karena berani merayu diriku yang superior ini,” potong Vermyna saat pikirannya kembali, “dirimu masih belum menjawab pertanyaan diriku.”
“Ha-ha-ha, aku menyukaimu, Vermyna! Aku suka wanita sepertimu! Ini cinta pandangan pertama! Ini begitu romantis!”
Vermyna menahan diri dari memijat keningnya sendiri. Ia ingin mendengus, mengatakan padanya kalau ia tak punya waktu untuk bercanda. Namun, anak itu benar-benar serius ‒ ia benar-benar memaksudkan apa yang dia serukan. Vermyna tidak bisa menemukan kata yang tepat untuk dikata, beberapa saat ia terdiam.
“…Dirimu…dirimu hanyalah anak kecil,” gumam Vermyna beberapa saat kemudian. “Terlalu cepat bagi dirimu berbicara hal-hal seperti itu….”
“Ah, sepertinya kau salah sangka, Vermyna. Usiaku hari ini adalah 72 tahun 2 bulan dan 14 hari. Aku sudah dewasa, aku sudah tua. Edenia menghentikan pertumbuhan tubuhku di usia dua belas ‒ Edenia mengatakan: ‘Tubuh usia 11-13 adalah tubuh yang ideal, itu tubuh di mana kecepatan produksi mana berada dalam tahap tertinggi. Memiliki tubuh yang selalu dalam fase itu akan membantu membuat kapasitas mana-mu melonjak.’”
Anak ini…apa dia serius? Vermyna memandangnya intens, tetapi ia tak menemukan sedikit pun dusta dalam ucapannya. Pun itu menjelaskan mengapa sifatnya tak seperti anak berusia dua belas tahunan.
“Begini saja,” usul anak itu. “Aku akan menjawab semua pertanyaanmu, tetapi sebagai gantinya kau harus menjadi kekasihku sampai hari di mana aku berusia 73 tahun tepat. Bagaimana? Sangat adil, bukan?”
Vermyna mengernyit, tak begitu menyukai tawaran anak itu. Namun, ia begitu penasaran. Pun anak itu begitu tahu banyak tentang Edenia. Anak itu akan sangat berguna untuknya. Terlebih lagi, darahnya….
Vermyna menghela napas panjang. “Baiklah,” katanya, “kuberi dirimu kehormatan untuk menjadi kekasih perta—ehem, kekasih diriku untuk kurun waktu itu. Sekarang, cepat, jawab pertanyaan diriku.”
“Heh, heh, heh. Aku tahu kau akan setuju. Kau juga menyukaiku pada pandangan pertama, kan?”
“Hmph! Jangan banyak bicara, segera jawab pertanyaan diriku.”
“Baiklah, baiklah.” Anak itu mengangguk-angguk pasrah, sebelum kemudian ekspresinya serius. “Namaku Xavier Hernandez. Edenia adalah orang yang merawatku sejak aku bisa berdiri….”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 268 Episodes
Comments
Eko Emizar Putra
nahlo
2022-06-27
1
Tommy Oktavia
hem...
2022-06-18
1
Cam
owhhh
2022-02-04
0