“Menggelikan,” dengus Vermyna—tubuhnya yang terpotong seketika utuh kembali. “Menjadi arogan itu juga harus ada batasnya!” serunya, menembakkan gelembung-gelembung dimensi pada Larazia—yang tentu saja sia-sia karena gelembung-gelembung itu terkikis dan menghilang sebelum mencapai target.
Namun, itu bukan masalah. Vermyna tahu Larazia akan diam saja ‒ kearoganannya membuat makhluk itu menerima serangan. Vermyna langsung saja memanfaatkan hal itu untuk mengeluarkan dirinya dan Larazia dari pusat dimensi. Mereka muncul di permukaan bulan—di salah satu kawahnya yang cukup luas.
Vermyna mengeluarkan mereka dari pusat dimensinya bukan tanpa alasan. Di sana, Larazia bisa menjangkaunya karena—seperti yang dia gemborkan—Vermyna berada dalam satu dimensi yang tunggal. Segala bentuk [Space-Time Magic]-nya berada dalam ruang yang sama.
Namun, di sini berbeda. Vermyna bisa menghubungkan ruang di Islan dan ruang di bulan—yang tak mungkin bisa dia jang—
“Huh?”
Vermyna mengerjap dan refleks mengecek benda tajam yang menembus punggungnya hingga mencuat ke depan dada. Namun, pelakunya tidak ada di belakang Vermyna. Saat itu pula mata Vermyna melebar…ia lupa kalau makhluk itu tadi mengatakan dia bisa berteleportasi. Ia telah ceroboh.
“Betapa kecerobohan yang memprihatinkan, Vermyna. Aku tak mengekspektasikan hal ini dari seseorang yang sudah sangat berpengalaman sepertimu.” Larazia muncul di depan Vermyna, tetapi sang ratu vampire tahu kalau itu klon. Pasalnya, tubuhnya tak bisa bergerak—pasir putih telah memenuhi aliran darahnya, mengontrol gerak tubuhnya.
Di situasi normal, Vermyna hanya perlu mereset waktu dan semuanya akan baik-baik saja. Namun, entah teknik apa yang Larazia lakukan dengan memanfaatkan energi kehidupan, sihirnya memudar tepat saat hendak aktif. Itu seperti imitasi rendahan dari anti-sihirnya Fie.
“Sekarang, kuberi kau kesempatan terakhir untuk memilih,” kata Larazia—kali ini suara itu berasal dari belakang Vermyna. “Berlutut. Mengemis mohon ampun. Atau, aku akan menyiksamu hingga kau mengemis memohon mati.”
“…Assassin Art:—” Larazia yang di depan Vermyna (sang klon) mengarahkan belatinya tepat ke leher Vermyna. Asap ungu kehitaman tampak merembes keluar dari belati. Saat itu juga Vermyna mengerti kalau itu adalah racun yang mematikan. “—Poison Killer.”
Itu terjadi begitu cepat, Vermyna bahkan tak melihat belati itu bergerak. Namun, yang jelas, rasa panas yang menembus tenggorokannya sama sekali bukan halusinasi. Jeritan sakit spontan merintih keluar dari mulutnya. Namun, itu hanya berlaku beberapa detik awal, setelahnya mulut Vermyna hanya mengap-mengap; tidak ada suara yang keluar darinya.
Belati itu tidak menusuk menembus lehernya, tetapi Vermyna dapat merasakan lubang kecil sebesar jarum di leher. Racun seolah membentuk jarum dan menembus ke dalamnya. Dan hanya dalam sekejap, Vermyna merasakan racun tersebut masuk ke dalam aliran darah, beredar ke seluruh tubuh.
Mulut Vermyna spontan membatuk, darah mengucur keluar dari mulut. Tak berhenti di situ, darah kemudian juga keluar dari hidung, mata, dan telinga Vermyna. Pun darah itu tak merah segar sebagaimana darah pada umumnya, melainkan merah kehitaman dan sangat kental.
Tak salah lagi kalau racun itu berhasil menaklukkan darahnya. Lebih jauh lagi, racun itu mengacaukan sarafnya. Vermyna kehilangan kontrol atas tubuhnya bahkan setelah pasir putih menghilang.
...—...
Larazia tersenyum polos melihat Vermyna menjerit dalam agoni. Ah, tidak tepat jika itu disebut menjerit; tidak ada suara yang keluar dari mulutnya. Membisu dalam agoni…apa bisa dibilang begitu?
Larazia membiarkan mulutnya terkekeh, pada saat yang bersamaan menghilangkan klonnya—yang sontak membuat belati yang digeganggam sang klon terjatuh.
“Uh, itu tidak disengaja,” gumam Larazia dengan wajah tanpa dosa saat belati yang jatuh itu mengenai mata kiri Vermyna. “Kau bisa menga—”
Tubuh Larazia sekonyong-konyong menegang.
Sebelum ia sempat bergumam, kontrolnya terhadap tubuh Nizivia menghilang.
Penampilan Nizivia perlahan kembali seperti sedia kala. Ekspresi datar itu seratus persen milik sang gadis. Dan begitu iris heterokromianya memandang tubuh Vermyna yang menggeliat seperti cacing disirami garam, bibir itu bersemi begitu lebar.
“Vermyna….” Nizivia bergumam lembut dengan senyum yang begitu indah, meletakkan kaki kanannya di atas dahi sang ratu vampire dengan kuat—yang spontan membuat tubuhnya terdiam sesaat. “Wa-Waktunya telah tiba….”
...—Kepulauan Haikal, Markas Utama New World Order—...
Catherine melepas topeng putih polosnya sembari menghela napas.
Monica kadang begitu keras kepala. Catherine lebih mengenal Hernandez dibandingkan siapa pun di New World Order. Karenanya, ia tahu apa yang akan terjadi bila Eleventh Commander Nizivia von Clasta pergi ke sana. Hanya ada dua kemungkinan: Hernandez menyambutnya jika memang ada hubungannya dengan Hernandez; Hernandez akan meneleportasinya secara random jika kedatangannya tak diharapkan.
“Nona Catherine,” panggil Em yang baru saja masuk—En mengekor tepat di belakangnya. Mereka masuk ke kamarnya tanpa izin, seperti biasa. “Darah ini cukup lezat. Nona mungkin tertarik?”
Catherine memandang sekilas ke gelas bening berisi darah yang mereka bawa, sebelum kemudian menggeleng pelan. “Aku tak ber—huh?!”
Hal itu terjadi dengan begitu tiba-tiba ‒ dalam sekejap Catherine menemukan dirinya berada di dunia yang serba ungu—baik itu lantai maupun langit-langitnya. Tidak ada warna lain. Seolah, dunia menjadi satu warna saja.
Meskipun belum pasti, Catherine merasa berada jauh di dalam dirinya.
“Lama tak bertemu, Catherine. Sepertinya dirimu cukup menikmati hidup, eh?”
Tubuh (jika wujudnya bisa disebut tubuh) Catherine sontak menegang, rasanya ia seperti membeku.
Suara itu….
Suara itu….
Suara itu….
Refleks Catherine membalikkan badan ‒ sepasang iris merah darah berpupil vertikal yang sangat familier memandangnya ramah.
“Vermyna….” Catherine mulanya bingung, tetapi kebingungan itu dengan cepat berganti geram. “Apa kau akan membunuhku, seperti katamu waktu itu?” tanyanya sembari memasang posisi siaga.
“Itu bukan pertanyaan yang pantas dirimu tanyakan pada diri kakak ini, apalagi diri kita sudah lama tidak bersua. Ah, diriku ingin mengatakan beberapa hal, tetapi akan diriku tunda untuk nanti.”
Insting Catherine seketika menjerit memintanya keluar dari tempat apa pun ini, tetapi saat itu juga “tubuh”-nya berhenti total.
Sementara, Vermyna sudah berada tepat di hadapannya—dia melayang sehingga posisi kepala mereka sejajar. “Tenang saja,” kata Vermyna menenangkan—yang sama sekali tak membuatnya tenang. “Kupastikan kepribadian dirimu takkan lenyap.”
Kemudian ekspresi Vermyana menjadi sangat fokus dan serius, Catherine rasanya tidak pernah melihat Vermyna yang seserius ini dalam hidupnya.
“Kembalilah pada diriku, wahai jiwa yang dipenuhi amarah.” Sang ratu vampire bergumam dengan suara yang berat, tangan kanannya dengan kuat mencengkeram leher Catherine. “Kita yang dipisahkan makhluk hina, terbataskan ruang, waktu, hingga takdir. Kita yang berdiri bersama ruang-waktu, terbelenggu dalam konsep semu yang harusnya tunduk dan patuh. Kembalilah pada diriku, wahai jiwa yang lupa.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 268 Episodes
Comments
Tommy Oktavia
sip...
2022-06-16
1
John Singgih
saat ratu vampire terdesak eh yang merasuki nizivia malah pergi
2021-09-08
1
-
omaygattt. speechlesss
2021-04-26
1