...—22th June, E642 | Nevada, Vermillion Empire—...
SAAT matahari baru saja meninggi beberapa belas derajat melewati tinggi tombak, Xavier menginjakkan kakinya kembali di dalam Imperial Palace. Tanpa berbasa-basi ia meminta seorang pelayan untuk memberitahukan Kanna kalau ia ingin bertemu, kemudian menunggu di ruang tunggu istana dalam diam. Mata Xavier memejam. Ia harus menyampingkan sejenak egonya ‒ demi masa depan yang bersinar.
Penantian Xavier tak berlangsung lama. Dua pasang langkah kaki sayup memasuki telinganya belasan menit kemudian. Spontan mata Xavier membuka, membuat manik merah darahnya bertemu sepasang manik biru bersih. Dan Meyrin telah berdiri setia di belakang sang empunya iris indah berkilauan itu.
“Bagaimana?” Kanna tak berbasa-basi.
Xavier menggeleng pelan. “Ini pertama kalinya Nizivia menghindariku sampai seperti ini,” katanya diikuti desahan pasrah, sebelum kemudian memandang intens sang putri, berkata dengan penuh keseriusan, “Aku tahu apa yang ingin Nizivia lakukan.”
“Apa itu?”
“Kematian Vermyna Hermythys.”
“…Vermyna Hermythys?”
“Dulu, kira-kira sebelas atau dua belas tahun yang lalu,” cerita Xavier, “desa Nizivia diserang oleh seorang vampire. Dan vampire itu tak lain adalah Vermyna Hermythys. Aku tidak tahu alasan pasti dibalik penyerangan itu. Namun, yang pasti, kedua orangtua Nizivia dibunuh pada malam itu. Nizivia menyaksikan langsung bagaimana kedua orangtuanya mati. Jika kau tak tahu, tujuan Nizivia menjadi Commander adalah agar mendapatkan pasukan untuk menyerang ratu vampire.”
“Begitu rupanya. Jadi, semuanya untuk menuntaskan dendamnya, huh?” Kanna tak terlihat terkejut.
“Kau mengetahui sesuatu?” tanya Xavier, tetapi tak lantas membiarkan Kanna merespons. “Aku sedikitnya tahu kalau Vampire Kingdom dan Vermillion Empire tidak saling memusuhi—keduanya memiliki satu musuh utama yang sama: Emiliel Holy Kingdom.”
Kanna menghela napas pelan, diam merenung beberapa menit, sebelum kemudian memutuskan untuk membuka mulutnya. “Secara resmi, Vampire Kingdom dan Vermillion Empire tidak memiliki hubungan kerja sama dalam bentuk apa pun. Namun, hal yang sama tak bisa dikatakan terhadap ayahku dan Vermyna Hermythys. Ada riwayat tentangnya yang pernah pergi ke istananya ratu vampire. Mungkin kerja sama antara mereka sudah dimulai sejak saat itu. Atau, lebih buruk lagi, emperor-emperor sebelumnya memiliki koneksi khusus dengan ratu vampire.”
“Elf Kingdom,” lanjut Kanna, “sebelum tahtanya diambil alih oleh Evillia Evrillia, raja mereka secara terang-terangan menjadikan Vampire Kingdom sebagai sekutu. Dari laporan-laporan yang kudapatkan dari Divisi 3, jelas bahwa mereka menjalankan semacam percobaan ilegal dan berbahaya di sana. Sejak Evillia mengambil tahta, hubungan itu diputuskan dan tempat-tempat percobaan dihancurkan. Boleh jadi itu yang mendasari mengapa Vampire Kingdom bersedia diajak bekerja sama menyerang Elf Kingdom.”
Xavier mengangguk mengerti. Itu tidak meleset dari ekspektasinya. Namun, itu tidak menyelesaikan masalah. Ia harus mengetahui detail dari rencananya, kemudian menghampiri Nizivia pada waktu dan tempat yang tepat. Dengan begitu, Xavier akan terhindar dari kesan membantu kekaisaran di depan Evillia.
“Bagaimana dengan lokasi kerajaan mereka? Paling tidak, akses menuju ke sana?” tanya Xavier memastikan.
Namun, Kanna hanya menggeleng menanggapi pertanyaan itu. “Lumeira tidak mau memberitahuku. Aku bisa saja menanyakannya langsung pada ayahku atau Paman Edward, tetapi maaf karena aku takkan melakukannya. Namun, paling tidak, aku bisa memberitahumu kapan mereka akan menyerang Elf Kingdom.”
Xavier mengangguk mengerti. “Tidak masalah,” katanya. “Lantas, kapan pastinya mereka menyerang?”
Xavier bisa saja memastikannya sendiri, tetapi lebih baik bila menanyakannya. Dengan begitu, Xavier tak akan menimbulkan konsekuensi dianggap sebagai mata-mata musuh ‒ pengkhianat kekaisaran. Ah, sejak awal ia tidak pernah setia, tidak layak disebut pengkhianat.
“Aku punya solusi yang lebih baik,” kata Kanna dengan sinyum misterius di bibir, membuat Xavier spontan menaikkan sebelah alisnya penuh tanya. “Kau dan aku, kita akan menyamar menjadi anggota Islan Guardian dan menyelamatkan Nizivia.”
“Islan Guardian?” tanya Xavier dengan ekspresi yang menanyakan “kau bercanda?”.
“Deus Guardian ada untuk melindungi Danau Deus dan Islan dari serangan Veria,” jelas Kanna. “Deus Chaperon membangkitkan kembali kisah mereka yang dibenamkan oleh gereja dan Knight Templar mereka. Namun, Danau Deus sudah tidak ada lagi. Deus Chaperon tak lagi memiliki makna. Karenanya, Islan Guardian sudah sepantasnya menggantikan Deus Guardian.”
Xavier menahan diri dari mendengus. Kanna secara tak langsung telah mengejeknya dengan mengatakan Deus Chaperon tak lagi memiliki makna. Namun, jika dipikir dengan benar, Kanna tidak salah. Kenyataannya, Danau Deus sudah tak ada lagi. Namun begitu, bukanlah arti secara literal yang disimbolkan oleh Deus Chaperon, melainkan arti secara historis. Kesatuan Islan saat Deus Guardian berjaya, itu adalah apa yang coba Deus Guardian sampaikan.
Namun demikian—
“Itu bukan ide yang buruk.”
—Xavier tidak menepis usulan Kanna.
“Apa Islan Guardian itu akan menjadi sungguhan, atau hanya sekali pakai?” tanya Xavier.
“Tergantung situasi dan kondisi. Jika kita bisa meninggalkan kesan yang mendalam, bukan tidak mungkin di masa depan nanti kita akan menggunakan nama itu lagi.”
“Baiklah, mari kita lakukan itu.”
“Lusa, datanglah lagi ke sini sebelum senja. Pasukan Nizivia dan Lumeira akan bergerak saat senja, kita akan terlebih dahulu mendahului mereka. Nizivia tidak bisa mendeteksi menembus dimensi lain, kita akan membuat beberapa kecohan untuknya.”
…Keduanya tidak menyadari….
…Usaha mereka telah terlebih dahulu gagal sebelum mereka sempat melakukannya.
…Mereka terlalu terlambat.
...—Evrillia, Elf Kingdom—...
Rumah pohon Evana yang secara teknis telah menjadi milik mereka sudah lama menimbulkan kesan yang berbeda. Monica kesusahan melengkungkan bibirnya setiap kali ia kembali ke sini. Tidak ada lagi sensasi “tempat kembali” di sini, hanya sepi yang menyambut. Elena adalah satu-satunya dari mereka yang sering kembali ke sini. Jose palingan kembali beberapa kali dalam sebulan. Sementara itu, Menez hampir-hampir tidak pernah lagi bermalam di rumah pohon besar ini.
Monica yang baru saja berbicara dengan Luciel di istana Evillia tak segan membawa kedua kakinya memasuki rumah pohon tersebut. Ia tahu Elena ada di dalam. Camelia mengatakan hari ini dan besok Elena bebas bekerja. Ia tidak tahu dengan Jose ‒ anak itu sudah begitu membaur dengan para elf. Dia lebih banyak di luar daripada di rumah. Pun Menez tak akan kembali untuk beberapa hari, setidaknya begitulah yang dikatakan padanya. Jadi, hanya Elena saja yang ada.
Asumsi Monica terbukti benar ‒ hanya Elena sendiri yang menyambut. Wanita yang dua tahun lebih tua darinya itu menunjukkan raut senang dengan kehadirannya. Monica tinggal bersama Zie di Kepulauan Haikal. Meskipun ia sering ke sini, tetapi ia cukup jarang menginap di tempat ini. Jika pun ia menginap di Elf Kingdom, itu di tempatnya Evillia seperti tadi malam. Jadi, reaksi Elena sangatlah wajar.
Monica menghabiskan waktu satu jam lebih berbicara dengan Elena. Mereka tidak berbicara serius, hanya pembicaraan basa-basi dan gosip para gadis. Tak lebih, tak kurang. Namun begitu, keduanya menikmati momen singkat yang seperti itu.
“Kau sudah mau kembali?” tanya Elena dengan kening mengernyit.
“Ya,” angguk Monica dengan senyum tipis. “Aku harus segera kembali ke tempat Zie. Lain kali, akan kucoba untuk setidaknya menginap di sini. Atau, jika urusanku tidak terlalu penting, aku bisa memintamu menemaniku di istana.”
“Baiklah, kirim salamku untuk Nona Zie.”
Monica mengangguk, memeluk Elena, dan pamit berlalu. Monica pergi tanpa memakai topengnya. Topeng itu tersemat rapi di pinggang kirinya, ditutupi jubah Deus Chaperon-nya.
Wanita berambut pirang itu tidak langsung meneleportasikan dirinya ke tempat Zie berada. Ia berjalan santai menelusuri jalan-jalan ibukota. Monica menyukai kota ini, karenanya ia senang berjalan seperti ini. Monica terus menikmati suasana kota seperti itu hingga akhirnya keluar dari gerbang kota.
Monica juga tidak langsung meneleportasikan dirinya di situ. Ia melesat cepat memasuki hutan, pergi ke tempat biasa ia meneleportasikan diri. Monica melakukan itu bukan tanpa alasan. Berteleportasi ke tempat yang cukup jauh membutuhkan persiapan ‒ semakin jauh jaraknya, semakin lama persiapannya. Dengan menggunakan lingkaran sihir teleportasi yang sudah diatur destinasinya, Monica takkan memerlukan waktu yang lama.
Tanpa membuang-buang waktu, Monica langsung melesat menuju lingkaran sihir yang terletak di antara dua pohon besar. Namun, instingnya tiba-tiba menjerit dan meminta Monica berhenti.
Dan benar saja, lingkaran sihir itu berpendar terang, dan sejurus kemudian menghilang dalam percikan petir—kedua pohon di kanan dan kiri bekas lingkaran sihir itu luruh menjadi serpihan abu.
Sekonyong-konyong Monica mendapati dirinya berada di hadapan dua orang wanita: satu berpostur pendek, sedang satunya sebelas dua belas dengan diri Monica.
“…Monica Elsesky,” ucap gadis berpostur rendah itu dalam intonasinya yang monoton. “Kami sudah menantikan kedatanganmu,” tambah wanita yang satunya.
Monica mengenal mereka berdua: Eleventh Commander Nizivia von Clasta dan Third Commander Lumeira von Talhasta.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 268 Episodes
Comments
MD🔸UT
wow, udh dimulai
2022-11-29
0
John Singgih
tamu tak diundang
2021-09-06
1
-
ih astaga....
2021-04-25
1