...—Menjelang Senja, Verena—...
Markas Utama Divisi 11 Imperial Army berdiri tepat di bagian selatan Verena, hanya terpaut seratusan meter saja dari gerbang selatan.
Kompleks markas tersebut total memiliki halaman yang luas dan terdiri dari beberapa bangunan. Bangunan utamanya sendiri terdiri atas dua lantai ‒ lantai kedua tiga kali lebih kecil dari lantai di bawahnya. Di lantai yang lebih kecil itu, di salah satu ruang di sana, Nizivia duduk bersebelahan dengan Edelweiss von Adhelphina di sofa ruangan.
Duduk di hadapan mereka—dibatasi sebuah meja kaca—tak lain adalah Commander dari Divisi 3 Imperial Army, Lumeira von Talhasta. Dia barusan datang tiba-tiba saat Nizivia berbicara tentang rencana cutinya pada Edelweiss—wanita berambut coklat panjang agak ikal yang perawakannya seperti Annabel. Hal itu memaksa Nizivia menghentikan bicara dan meladeni sang commander.
“…Rencana kita untuk menyerang Elf Kingdom di awal August harus terpaksa kita ubah, Nizivia.”
Wajah datar Nizivia spontan berubah. Keningnya mengerut melontar tanya, menginginkan sang commander untuk mengelaborasikan.
“Aku telah meremehkan Elf Kingdom. Mereka bereaksi lebih cepat dari asumsiku. Jika kita tunggu sampai August tiba, mereka pasti sudah menegasikan semua upaya kita. Kita harus mempercepat rencana penyerangan. Dalam dua hari kita akan menyerang Elf Kingdom.”
“Du…Dua hari?”
“…Kau seperti kurang senang.” Lumeira memandang Nizivia dengan sebelah alis terangkat. “Seingatku, saat itu kau justru kurang senang karena harus menunggu lebih lama. Bukankah kau ingin menghabisi Vermyna Hermythys?”
Nizivia tidak bisa mengelak dari pandangan penuh selidik Lumeira. Saat itu, ia keberatan dengan rencana yang pelaksanaannya cukup lama. Namun, berkebalikan dengan waktu itu, sekarang ia merasa keberatan dengan rencana yang begitu cepat.
“Si…Situasi saat ini berbeda de-dengan waktu itu,” respons Nizivia, tak segan-segan menunjukkan ketidaksenangannya.
“Nizivia berencana menikah dengan Commander Xavier dalam tujuh hari.” Edelweiss menjelaskan. “Barusan saja kami berbicara tentang rencananya mengambil hari libur selama dua minggu.”
“Oh, begitu rupanya.” Lumeira mengangguk mengerti. “Namun, Nizivia,” lanjutnya, “bukankah ini justru menjadi kesempatan yang bagus? Aku tidak berpikir ada hadiah pernikahan yang paling membahagiakanmu selain melihat kematian Vermyna Hermythys.”
…Nizivia tidak bisa menemukan kesalahan dalam ucapan Lumeira. Ketika ia pikir-pikir lagi, itu adalah situasi yang sangat ideal. Sumber kebenciannya akan hilang bersama kematian Vermyna. Dengan kebencian itu hilang, hidupnya akan damai. Seperti kata Lumeira, itu akan menjadi kesempatan yang bagus.
Akan tetapi, Vermyna Hermythys itu kuat. Nizivia tidak memiliki delusi ia akan bisa membunuhnya dengan mudah. Bahkan, ia sudah mempersiapkan diri untuk mengorbankan nyawa demi menyeret sang ratu vampire ke dunia kematian bersamanya—saking seriusnya ia mengakui kehebatan Vermyna. Jika ia menghadapi Vermyna dalam waktu dekat ini, itu artinya….
“Atau, kau merasa tak mampu untuk mengatasi Vermyna? Jika begitu, aku akan meminta His Majesty untuk menyuruh Edward membantu.”
“Tidak!” seru Nizivia tiba-tiba dengan volume yang keras, membuat Edelweiss sampai sedikit terperanjat. Ketidaksenangan yang sebelumnya mewarnai wajah Nizivia kini menghilang entah kemana, kemarahan dan kebencian telah menguasai wajahnya. “Ni…Nizivia akan me-membunuhnya dengan ta-tangan Nizivia sendiri.”
Bibir Lumeira spontan melengkung. Itu bukan senyum yang sehat. Nizivia hampir mengernyit melihatnya.
“Kalau begitu aku ekspektasikan kau sudah menyiapkan pasukanmu sebelum dua hari. Edelweiss, pastikan tidak ada masalah yang terjadi. Rencana kita tetap. Kita akan menghancurkan Evrillia dan menculik Iblis Monica.” Lumeira lantas berdiri. “Aku akan menemui kalian dalam dua hari.” Dan sang Third Commander pun menghilang begitu saja dari hadapan Nizivia dan wakilnya.
Nizivia tidak bereaksi untuk beberapa saat, sebelum kemudian dia tiba-tiba berdiri. “Edelweiss,” katanya, “Ni…Nizivia akan kembali lu-lusa saat senja.”
...—Dalam Bulan—...
Di atas singgasananya, Vermyna seperti biasa sedang duduk membaca sebuah buku tebal yang tak terlihat jelas judulnya. Namun, jika diperhatikan dengan lebih teliti, seseorang akan dapat melihat judul buku itu. How to Kill a God, ditulis oleh Hernandez. Benar. Buku tebal yang berada di tangan sang ratu vampire adalah hasil kreasi sang legenda pandai besi. Itu buku yang didedikasikan khusus untuknya, atas permintaannya sendiri.
Vermyna sejatinya sudah membaca buku di tangannya ribuan kali, tetapi ia tak bosan-bosan membacanya lagi dan lagi. Dari hal itu jelas terlihat betapa besar kemarahan dan kebencian yang Vermyna miliki pada musuh utamanya: Edenia. Makhluk kotor hina itu bukan saja telah membagi-bagi dirinya, dia juga sampai membuat diri Vermyna memuji dan memuja diri makhluk itu yang kotor. Kemarahan dalam diri Vermyna sungguh tak terbendung.
“Nonaku.”
Kedua mata Vermyna mengerjap sekali, sebelum kemudian spontan mengalihkan diri pada pemilik suara. “Valeria,” responsnya.
“Seperti yang Nona katakan,” kata Valeria yang baru kembali dari permukaan dunia sana, “Ratu Eileithyia tidak menganggapmu sebagai temannya. Pun demikian dengan Raja Spirit Sakhra dan Fie Axellibra. Eileithyia mengatakan dia tidak pernah berteman dengan semuanya.”
Vermyna menutup rapat-rapat bukunya, melempar buku tersebut ke dalam portal ruang yang sudah secara tiba-tiba tercipta tepat di kiri singgasananya.
“Betapa keeksistensian yang malang. Bahkan diriku sekalipun tidak pernah berpikir untuk mencari masalah dengan diri Eileithyia. Xavier von Hernandez, sepertinya diriku harus memberi dirinya sedikit pelajaran.” Vermyna menjeda dengan kening mengenyit. “Sayangnya,” lanjutnya, “diriku yang saat ini takkan bisa melakukannya.”
“Karena itu Nona harus secepatnya menghabisi Catherine,” komentar Valeria dengan serius. “Dia memang adik Nona. Nona telah melihatnya tumbuh dari lahir hingga dewasa. Namun, sebelum dia adalah adik Nona, dia adalah Nona sendiri. Nona bukannya akan membunuh adik Nona, tetapi Nona membawa adik Nona untuk hidup selamanya dalam diri Nona.”
Normalnya, Vermyna akan mendengus mendengar Valeria mencoba menceramahinya. Namun, ia tidak bisa berbohong pada dirinya sendiri. Ia kesulitan membawa dirinya menghabisi Catherine. Vermyna ingat bagaimana saat kecil dulu Catherine selalu bermanja padanya, …itu sungguh kenangan yang hangat. Vermyna tidak bisa membayangkan dirinya melenyapkan senyum yang memenuhi memorinya itu.
Menggeleng pelan, perhatian Vermyna kembali melesat pada Valeria. “Bagaiman dengan Sakhra ataupun Fie, apa mereka sudah mengunjungi Eileithyia?”
Valeria menggeleng. “Namun,” katanya, “Fie sudah melihat Maidenhair dari dekat. Pun begitu dengan Raja Spirit Sakhra. Hamba tidak tahu mengapa mereka tidak menghampiri Eileithyia, tetapi kemungkinannya itu sama dengan alasan Nona.”
Vermyna tidak terkejut, tetapi ia tak berkomentar lebih lanjut. “Ada hal lain?”
“Ah, tiga hari yang lalu Lumeira mengatakan kalau mereka akan melakukan perubahan rencana. Penyerangan terhadap Elf Kingdom akan dipercepat. Menghitung dari hari dia memberitahuku, berarti itu dua hari lagi.”
Bibir Vermyna spontan melengkung mendengar ucapan Valeria. “[Complete Sensory] dan World Observer. Segera, keduanya akan menjadi milik diriku.”
Valeria ikut melengkungkan bibirnya. “Kalau begitu hamba akan pergi terlebih dahulu bersama Hecrust dan Cainabel. Kita juga harus bersiap-siap.”
...—Permukaan Bulan—...
Heckart tidak bisa lagi mengingat telah berapa kali ia menghabiskan waktu dengan duduk di salah satu puncak bukit memandang intens ke bola besar yang mengambang di atas sana. Terlebih lagi akhir-akhir ini, Heckart bahkan belum sekali pun mendaratkan punggungnya di ranjang.
Ia senantiasa menghabiskan waktunya dengan menyendiri. Bahkan, Cainabel yang sering menemaninya pun hampir-hampir tak pernah membersamainya akhir-akhir ini. Tentu saja itu bukan karena dia enggan, melainkan Heckart yang memintanya untuk membiarkannya sendiri. Jika tidak begitu, tentu vampire itu membersamainya di sini.
“Jika aku membunuh Elena saat itu….”
Ucapan Heckart tertahan. Pikirannya kembali mengulas pertemuannya dengan Elena di Pegunungan Amerlesia dulu. Keloyalannya diragukan karena ia tidak membunuh wanita itu. Dan untuk membuktikan ucapannya kalau ia loyal, ia diharuskan untuk menghabisi Elena dan yang lainnya.
“Hmph!” Dengusan itu datang dari belakang Heckart, ia tidak perlu berasumsi suara siapa itu. “Harus berapa kali kukatakan kalau setelah semuanya selesai, keinginanmu akan dikabulkan. Adikmu. Keluargamu. Dan teman-teman yang kau bunuh itu akan dihidupkan kembali. Kematian mereka hanya bersifat sementara, sebagai bukti keloyalitasanmu.”
…Ya. Begitulah adanya. Vermyna menjanjikan jika ia menjadi pelayannya yang setia, dia akan menghidupkan kembali adiknya. Tentu saja ia tak begitu bodoh untuk percaya, tetapi setelah mendengar tentang Throne of Heaven, ia tidak lagi ragu. Jika Vermyna mendapatkan kekuatannya kembali, dia akan bisa menghubungkan dirinya dengan Throne of Heaven, kemudian menghidupkan kembali adiknya.
“Valeria, aku akan lebih senang jika kau tidak bersikap seperti itu pada Hecrust. Kau tidak berada di posisinya. Ucapanmu sama sekali tak bernilai. Hecrust, ayo pergi, rencana Lumeira dipercepat.”
…Heckart akan membenci dirinya sendiri untuk apa yang akan ia lakukan, tetapi ia tidak punya pilihan lain. Ia harus melakukan apa yang harus ia lakukan. Karena, pada akhirnya, tiada yang lebih penting bagi Heckart selain melihat adiknya hidup kembali. Lalu, saat itu tiba, ia akan membiarkan Jose dan yang lainnya membunuhnya… sebagai balasan karena ia akan membunuh mereka.
“Ya,” gumam Heckart, bangkit dari posisinya duduk. “Ayo pergi.”
...—Malam, Nevada—...
Kanna tahu ia tidak seharusnya berada di depan pintu kamar penginapan Xavier di tengah malam seperti ini. Namun, ia tidak bisa menahan dirinya. Ia tidak bisa menyingkirkan gambaran tentang dirinya duduk diam melihat dari kejauhan saat Xavier dan Nizivia bergandengan tangan di depan altar pernikahan. Ia baru menyadarinya…gambaran itu membuat relung dadanya berdenyut. Mungkin…ia harus mengakui pada pemuda itu. Ia harus jujur pada dirinya sendiri.
Setidaknya, itu adalah tujuan Kanna berada di depan pintu tertutup ini. Ia sudah menguatkan tekadnya. Ia akan mengatakan pada Xavier kalau ia sungguh menganggap serius hubungan Retsu-Hernandez dengan mereka berdua. Ia sungguh berpikir kalau ia ditakdirkan untuk Xavier, sebagaimana Retsu untuk Hernandez. Dunia menghendaki mereka bersama. Lebih dari itu, Kanna sendiri tidak menyangkal kalau ia menyukainya.
Namun begitu, meskipun Kanna sudah menguatkan tekadnya, tangan dan kakinya terasa kebas saat berdiri di sini. Lidahnya kelu tanpa alasan yang logis. Bahkan setelah belasan menit berdiri di depan pintu ini, ia tidak bisa membawa diri untuk mengetuk, apalagi menerobos masuk.
“Mungkin aku memang tak seharusnya di si—”
“Ka…Kanna.”
Dengan mata yang melebar dan ekspresi terkejut, Kanna spontan berbalik. Nizivia sudah berada tepat di sana, bersandar pada dinding.
“Ni-Nizivia….”
...\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 268 Episodes
Comments
Tommy Oktavia
hem...
2022-06-07
1
Alan Alanshorie
hemm
2021-07-20
1
Apry_ AnThie
keren
2021-05-17
1