Jenazah Adam Jason ayah Amanda, telah dipindahkan kekamar jenazah.
Amanda berjalan bersama Riana menuju kamar jenazah untuk melihat jenzah ayahnya. Riana terus merangkul Amanda yang masih terus menangis. Ia bisa memaklumi dan ikut merasakan kepedihan dari sahabatnya ini. Karena ia juga sudah tidak punya ayah. Meski Riana masih punya ibu, tapi ia sering merasakan kesepian saat dirumah, karena ibunya yang bekerja sebagai wanita karir, selalu sibuk dan jarang pulang membuat Riana seperti anak yang tidak punya orang tua saja karena memang kurang perhatian dari orang tuanya.
Dari sudut lain, Devan merasa bingung dengan Alex yang dengan tiba-tiba menghentikan langkahnya dan menatap lurus kedepan seperti melihat sesuatu. Devan pun mengikuti arah pandang Alex yang ternyata sedang memperhatikan dua orang wanita yang tampak masih sangat muda sedang berjalan.
Alex menoleh menatap Devan sekilas lalu kembali menatap seorang gadis yang sedang berjalan semakin dekat kearahnya bersama temannya.
"Apa kamu kenal mereka?" Tanya Devan dengan penasaran sambil menunjuk gadis itu dengan dagunya.
Tidak biasanya Alex memperhatikan orang dengan tatapan intens apalagi seorang wanita.
"Dia itu ..." Alex tidak melanjutkan ucapannya yang ingin menjawab pertanyaan Devan karena perhatiannya masih fokus tertuju kepada seorang gadis didepan sana yang tiba-tiba menghilang entah kemana.
Ia pun segera berjalan dengan cepat kearah menghilangnya gadis tersebut.
Bukannya ini menuju kamar mayat? Tanya Alex dalam hati saat berhenti disudut koridor dan melihat kearah bayangan gadis yang ia lihat tadi menuju kekamar mayat.
"Alex, disana kan kamar mayat? Kamu bikin aku merinding aja!" Ucap Devan dengan keras dan bergidik ngeri sambil mengusap lengannya sendiri yang tiba-tiba merasa merinding.
Alex tidak menghiraukan ucapan Devan. Ia merasa penasaran dan melangkah cepat meninggalkan Devan menuju kamar jenazah yang ada dia ujung koridor.
"Woy Lex! Tunggu!" Devan berlari menyusul Alex.
Saat sampai didepan kamar jenazah, Alex kembali menghentikan langkahnya.
"Lex, ada suara tangisan! Kamu denger nggak?" Tanya Devan sambil memeluk lengan Alex seperti anak kecil yang sedang ketakutan.
"Ck! Apa-apaan sih kamu ini!" Seketika Alex menghempaskan tangan Devan dan menatap jijik.
"Lex, kamu yang apa-apaan! Kita mau le ruang operasi, kenapa malah jadi kekamar mayat sih?" Tanya Devan sambil menempelkan tubuhnya pada Alex membuat Alex semakin jijik kemudian mendorong Devan.
"Badan aja macho, tapi nyali nggak ada! Bikin malu aja kamu!" Ucap Alex dengan sinis kemudian ia melangkah sampai pintu kamar jenazah dan mendengarkan suara isak tangis dari dalam.
"Lex, jangan becanda deh! Udah ayo, kita pergi dari sini!" Ajak Devan dengan meringis merasa ngeri.
Alex tidak mendengarkan Devan dan ia fokus mendengarkan suara tangisan dari dalam kamar jenazah yang terdengar sangat jelas.
"Ayaaaah..bangun Yah."
"Manda minta maaf."
Amanda terus menangis sambil memeluk jenazah ayahnya yang sudah terbujur kaku didalam kamar jenazah. Amanda merasa sangat menyesal karena telah membojongi ayahnya dan pergi bersama teman-temannya tidak tau kalau ayahnya sedang kambuh penyakitnya hingga akhirnya terlambat dibawa kerumah sakit dan meninggal. Riana yang berdiri disampingnya hanya diam sambil mengusap-usap punggung Amanda berusaha menguatkannya.
Alex mengernyit saat mendengarkan dari balik pintu, Ia hela nafasnya dan mendorong pintu kamar jenazah tersebut. Devan yang masih merasa ketakutan pun seketika rasa takutnya menghilang saat melihat ternyata yang menangis manusia sungguhan bukanlah makhluk halus seperti yang ada dalam pikirannya.
"Apa kamu kenal mereka?" Tanya Devan kembali sambil mencondongkan kepalanya melihat kedalam kearah Amanda dan Riana.
Alex masih tidak menjawab pertanyaan Devan dan ia berbalik.
"Kita temui Nicho dulu!" Ucap Alex kemudian m langkah cepat menuju ruang operasi diikuti oleh Devan dibelakangnya.
"Sabar ya Mandal! Aku tau perasaan kamu saat ini. Tapi please Manda, kamu jangan nangis terus! Om Adam pasti juga akan sedih kalau kamu nangis terus." Ucap Riana yang tak kuasa melihat sahabatnya terus menangis, ia pun menitikan air matanya.
Amanda tidak mendengarkan ucapan Riana dan ia masih terus menangis. Kemudian ia berdiri sambil mengusap wajahnya untuk menghapus airmata yang membasahi wajah cantiknya.
Amanda segera beranjak pergi namun Riana menghentikan langkahnya dengan menarik lengan Amanda. "Kamu mau kemana?" Tanya Riana sambil memegangi lengan Amanda.
Amanda masih diam tidak menjawab Riana. Ia menghempaskan tangan Riana dan berjalan keluar dengan cepat meninggalkan Riana.
"Manda, tunggu!" Teriak Riana sambil mengejar Amanda yang sudah berjalan semakin jauh.
Riana berlari dan berhasil menghentikan Amanda dengan menarik tangannya. "Kamu mau kemana?" Tanya Riana dengan cemas.
"Lepasin aku, Ana!" Pinta Amanda dengan membentak Riana terkejut karena ia baru kali ini melihat sikap Amanda yang aneh apalagi sampai membentaknya.
"Jawab dulu, kamu mau kemana?" Tanya Riana dengan keras dan menegratkan tangannya memegangi tangan Amanda.
"Aku..aku udah buat ayahku meninggal, Ana..hiks." Ucap Amanda sambil menangis pilu.
Riana memeluk Amanda dan berusaha untuk menguatkan hatinya. "Nggak Manda! Jangan menyalahkan diri kamu sendiri! Semua ini udan takdir!" Ucap Riana yang ikut menitikan air matanya kembali karena ia juga ikut merasa bersalah.
"Ayo duduk dulu! Udah ya nangisnya! Kamu pucet banget!" Lanjut Riana sambil melepaskan pelukannya dan menyuruh Amanda duduk di kursi panjang yang ada didekatnya.
"Ini, kamu minum dulu!" Riana menyodorkan air mineral yang dibawanya tadi kepada Amanda.
Amanda meraihnya dan meminumnya sedikit dengan dibantu Riana. Kemudian Riana meletakkan air mineralnya di kursi disampingnya.
"Meli dan Nina sudah mengurus pemakaman Om Adam. Sebentar lagi kita antar Om Adam ke peristirahatannya yang terakhir ya!" Ucap Riana dengan lembut memberi tau Amanda.
Riana menarik Amanda untuk duduk dibangku panjang yang ada didepan ruang perawatan. Ia mencoba mengajak Amanda bicara untuk membujuknya dan berusaha menenangkan hati dan pikiran Amanda.
Tanpa mereka sadari ada dua pasang mata yang memperhatikan mereka dan mendengar pembicaraan mereka dari ujung koridor rumah sakit.
"Itu bukannya gadis yang tadi kan?" Tanya Devan pada Alex yang sedari tadi memperhatikan Amanda dan Riana dari kejauhan.
"Dia gadis yang semalam aku bawa pulang ke Villa!" Jawab Alex tanpa mengalihkan pandangan matanya dari Amanda.
"WHAT?? Jadi semalam kamu nggak jadi dateng, ternyata kamu bermain dengan dua gadis itu sekaligus? Gila kamu Lex!" Pekik Devan dengan tidak percaya sambil melototi Alex.
'PLAK!'
"Apa otakmu ini isinya hanya sampah? Sembarangan saja kalau bicara!" Tanya Alex sambil menampar Devan dengan keras karena merasa sangat kesal.
Devan meringis merasakan perih dan kesemutan diselah wajahnya karena ditampar Alex. "Ya, sorry! Aku kan cuma nanya aja, nggak usah pakai kekerasan juga kan? Sakit tau!" Ucap Devan sambil mendengus kesal dan melengos.
Kemudian Alex berbalik dan bergegas masuk kedalan lift tanpa menghiraukan Devan. Devan pun segera membuntuti Alex seperti anak ayam yang terus mengikuti induknya.
Mereka pergi keluar dan menuju basement parkiran rumah sakit.
Mereka memasuki mobil sport milik Alex dan kemudian pergi meninggalkan rumah sakit tersebut setelah tadi mereka melihat kondisi Nicholas yang sudah membaik setelah operasi.
Nicholas juga sudah dipindahkan ke ruang ICU terlebih dulu untuk menjalani perawatan intensif setelah oprasi. Mereka merasa lega kalau sahabatnya baik-baik saja, hanya saja kakinya harus di gips karena mengalami patah tulang pada sebelah kakinya dan orang tua Nicholas juga sudah datang untuk menemaninya.
Alex dan Devan pun berpamitan kepada orang tua Nicholas untuk pergi dan akan datang kembali nanti.
"Apa kamu mau kembali ke restoran lagi?" Tanya Devan kepada Alex yang sedang fokus menyetir.
Alex sekilas menoleh kearah Devan dan ia menepikan mobilnya membuat Devan mengernyit.
"Cepat turun!" Alex menyuruh Devan untuk turun dipinggir jalan.
Seketika Devan melotot menatap Alex dengan mulut yang menganga.
"Apa? kamu nyuruh aku turun? Disini? Kamu jangan gila Lex!" Ucap Devan dengan terkejut merasa tidak percaya.
"Ya! Cepat turun! Aku ada urusan! Kamu cari taksi saja!" Jawab Alex tanpa rasa iba sambil mendorong Devan untuk segera turun dari mobilnya.
"Tapi Lex, kalau nanti aku diculik tante girang gimana?" Pekik Devan yang berusaha membujuk Alex untuk tidak menurunkannya dari mobil setidaknya tidak disini.
"Cepat turun atau aku akan..."
"Oke oke, aku akan turun!" Dengan cepat Devan pun turun dari mobil Alex.
Begitu Devan turun dan menutup pintu mobil, Alex langsung menginjak gas dan dengan cepat Alex melajukan mobilnya.
"Dasar GILA!!" Teriak Devan dengan emosi sambil menendang udara dan menatap kearah mobil Alex yang dalam sekejap telah menghilang dari pandangan matanya.
Devan pun segera mencari taksi untuk kembali ke apartemennya.
...*****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 275 Episodes
Comments
Bang Adit👻ᴸᴷ
si Devan emang kek temenku
2022-12-17
1
Muh Fajar Daeng Gasing
lanjut lg y....
2021-12-06
1
Yanti Natalia
Devan...Devan😀😂
2021-11-11
1