Sebelum Argan pergi, Nadin mencium tangannya. Argan melihat Sahara yang lambai-lambai, ada Hadi juga yang melihat. Argan mencium kening Nadin, agar tidak dicurigai pernikahan sandiwara.
"Sayang, jangan lupa peluk aku iya." Nadin keceplosan.
"Apa?"
Nadin nyengir. "Ah tidak sayang, jangan lupa kerja dengan semangat." Nadin membenarkan dasi Argan.
"Pasti, aku adalah konglomerat sejagat." Argan lagi-lagi menyebutkan statusnya.
Niken membuka kotak paket yang baru sampai ke kosannya. Niken terkejut, saat melihat seprei dan bantal gambaran siksa neraka. Niken menghentakkan kakinya, bingung siapa yang telah mengirim.
"Masa ini kelakuan Nadin, dia 'kan terlalu baik. Ah tidak mungkin dia mengancam ku, dengan cara murahan seperti ini." monolog Niken.
Nadin sakit hati, membayangkan kebersamaan dengan Niken. Semua menari-nari diingatannya, saat membuka album foto sekolah.
Tok! Tok! Tok!
Suara pintu kamar Nadin diketuk, dia segera beranjak dari duduknya. Memegang gagang pintu lalu membukanya, ternyata ada dua pelayan yang mengantar makanan.
"Nona, kami mengantar makan siang." ujar pelayan itu.
"Silakan letakkan di atas meja." jawab Nadin ramah.
Pelayan meletakkan nampan di atas meja, melangkahkan kakinya pergi setelah tugas selesai. Nadin malah memanggilnya, ada yang ingin ditanyakan.
"Bibi!" panggil Nadin.
"Ada apa nona?"
"Bibi, bolehkah aku bertanya tentang tuan Argan?"
"Bertanya apa nona? Nanti kami bisa kena hukuman dari dua asisten siaga, bila berkata macam-macam."
Nadin mengerti siapa yang dimaksud dengan dua pelayan itu. Dera dan Heru, itulah bayangannya kini. "Apa tuan muda pernah membawa teman wanita ke rumah ini?"
"Maaf nona, kami tidak bisa memberitahukan tentang privasi tuan muda." Buru-buru pergi, dengan ketakutan.
”Dia suamiku, salahnya di mana bila ingin mengetahui tentangnya.” batin Nadin.
Hana menggoreng kerupuk, dia masih memikirkan Nadin. Ntah bagaimana nasib putrinya yang harus terpaksa dinikahi konglomerat sejagat itu pikirnya.
Komar yang sedari tadi mengajak bicara tidak digubris. Malah acuh tanpa mau peduli. "Emak, kenapa masih melamun saja?"
Seketika tersentak dari lamunan, menyadari bahwa kerupuk di depannya itu gosong. Tercium aroma tidak sedap dari kepulan asap kuali penggorengan.
Hana segera mematikan kompor gasnya. "Haduh, menjadi hitam semua."
"Emak jangan terlalu memikirkan Nadin. Dia pasti baik-baik saja, sudah dewasa mengerti apa yang dilakukannya." Komar berusaha menenangkan.
"Pak, bagaimana aku tidak memikirkannya. Cobalah Bapak lihat baik-baik sikap tuan Argan dingin, bersalaman dengan kita saja tanpa ekspresi. Lalu bagaimana dengan keluarganya, apa mungkin dia menerima Nadin." Hana mengingat kejadian kemarin.
Komar menepuk pelan pundak istrinya itu. "Emak tidak boleh berpikiran negatif, tidak semua yang terlihat buruk itu akan buruk. Bila dia orang yang jahat, kenapa dia mau menolong anak kita?"
"Itu karena Nadin mau menikah dengannya." Hana tidak bisa menghilangkan kecemasannya, walau sedikit pun.
Sore hari pukul 17.00
Nadin tengah duduk di taman belakang, dia bermain ayunan untuk menghilangkan rasa suntuknya.
"Hai Nadin, kita berjumpa kembali!" Sapa seseorang, dari belakang punggungnya.
Nadin menoleh, dan terkejut mendapati Niken di sana dengan mengenakan baju pelayan. "Niken, kamu ngapain di sini?"
"Aku juga tinggal di rumah ini. Kamu kelihatannya tidak suka sekali, melihat sahabatmu ada di sini?" Tersenyum tipis.
"Niken, kamu jangan pura-pura lupa dengan apa yang telah kamu lakukan. Kamu sudah meninggalkan aku di dalam kamar hotel."
"Dan liciknya kamu menjadikan tuan muda sebagai pelarian, setelah kamu ternodai."
"Siapa yang menjadikan tuan Argan pelarian. Kamu jangan menuduhku seperti itu. Satu hal yang harus kamu tahu aku belum ternodai dengan pria, yang kamu jadikan ATM berjalan."
"Buktinya, kamu memaksa tuan Argan untuk menikahimu."
"Dia yang memintaku untuk menikah dengannya, bukan aku yang memaksanya."
"Omong kosong Nadin. Cobalah kamu berkaca, jangan berhalusinasi. Mana mungkin tuan muda mencintaimu." Niken mendorong Nadin, namun tidak terjatuh.
Nadin mengabaikan Niken, dan pergi begitu saja. Ketika masuk ke dalam rumah, melihat dua pengawal. Fendi dan Andi tersenyum, melihat Nadin.
"Nona, mari kami antar ke kamar." Fendi membuka pintu mobil.
Nadin tersenyum. "Iya, terima kasih." Membuka pintu mobil.
"Aku sekalian mau melihat para pelayan bekerja." ujar Fendi.
"Terserah kamu Kriwil." jawab Andi.
"Memangnya kamu tidak melatih para pengawal?" tanya Fendi.
"Nanti aku melatihnya, aku 'kan ketua." Jawab Andi.
Sampai di depan kamar, Nadin berdiri mematung. Tanpa dia sadari Argan sudah pulang dari kantornya, lalu menghampiri Nadin. Dia membuka pintu, dan mereka masuk ke dalam.
"Ngapain mematung di depan pintu?" tanya Argan.
"Menunggu suami pulang." jawabnya.
Nadin disentil dahinya. "Jangan panggil suami, kalau tidak ada orang lain. Kamu tidak berniat sandiwara dalam pernikahan, banyak hal yang kamu lupa.
"Maaf!" Nadin berucap singkat saja.
Argan masuk ke kamar mandi, membiarkan Nadin bermain sendiri. Nadin menggunakan alat pemotong kuku, lalu memperpendek kuku yang terlihat panjang. Tanpa sengaja terkena dagingnya, Nadin meniup jarinya yang berdarah. Tidak lama kemudian, Argan keluar dari kamar mandi.
"Kenapa dengan tanganmu?" tanya Argan.
Nadin terkejut, langsung menyembunyikan tangannya ke belakang. "Aku tidak apa-apa tuan muda."
"Lihat tanganmu!" Argan sedikit memaksa.
Nadin mulai mengalihkan pembicaraan. "Sudahlah, lebih baik tuan ganti baju sana."
"Lihat!" Suaranya sudah seperti orang kerasukan arwah kuburan. Seram!
Argan berjongkok lalu memperban tangan istrinya. Nadin merasa malu, untuk menatap orang yang ada di hadapannya itu.
"Lain kali lebih berhati-hati, kalau melakukan sesuatu." Memperingatkan masih dengan suara yang datar, tanpa intonasi ramah.
"Iya, terima kasih tuan." jawab Nadin.
Argan segera berdiri dan menggunakan bajunya. Nadin ingin melakukan rencananya, tapi Argan sudah kode keras. Namun tidak menyerah, untuk mencari-cari cara. Dia harus mendekati Argan, supaya hatinya luluh.
"Hmmm... aku mencoba tanya tentang pekerjaan kantor saja. Nanti malah dikira cerewet, dan terkesan tidak patuh terhadap perjanjian." Nadin bergumam pelan.
Argan keluar dari ruang ganti, dengan mengenakan baju panjang dan celana panjang. Setelahnya dia bersandar pada ranjang tidur, dengan tumpukkan bantal di belakang punggung.
Nadin melihat Argan membuka buku majalah. "Tuan muda, boleh aku pinjam bukunya."
Argan menoleh ke arah Nadin. "Ambil lah."
Nadin berjalan mendekat, lalu duduk di sebelah Argan. "Hmmmm... ini majalah tentang proyek bisnis, bagus sekali." Tersenyum, dengan wajah dibuat-buat imut.
"Pelajari saja." Argan kembali fokus ke bukunya yang lain.
”Kalau aku memperebutkan buku, kemungkinan kami akan terjatuh ke ranjang bersamaan. Coba saja deh, biar tuan muda bawa perasaan.” batin Nadin, ingin tertawa.
"Tuan muda, aku bosan dengan buku ini. Aku mau membaca buku yang tuan baca." pinta Nadin.
"Tidak bisa, aku sedang membacanya." jawab Argan, tidak mau mengalah.
Nadin merampas buku secara paksa, namun Argan menahan dengan kuat. Nadin masih menarik buku, dan Argan juga melakukan hal serupa. Saat Nadin terhempas tidak sesuai perkiraan, malah menabrak besi sandaran ranjang tidur.
"Haduh, sakit!" Nadin memegangi dahinya yang menyembul.
Nadin berjalan gontai melihat cermin besar, dia syok karena keningnya ada gunung dadakan. Nadin menunjukkan ekspresi lucu, dengan dagu ditarik hingga ke bawah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Allyan Ema
tkt jthbcnt kg nech crt ny
2021-04-28
1
mama' roy
si tuan punya trauma pada wanita???
2021-04-16
1
Yeyen Dhevan
ih gtu toh
2021-04-16
2