"Bagaimana para saksi?"
"Sah." jawab semua orang yang hadir.
Setelah selesai dengan ijab qobul, pak penghulu membacakan doa. Komar dan Hana hanya bisa pasrah, mendoakan putrinya yang terpaksa menikah karena dijebak temannya. Semua terjadi mendadak tanpa persiapan.
"Tamu undangan dipersilakan untuk makan hidangan." ucap Heru.
"Hore, ini yang kami tunggu asisten Heru." Fendi bersuara kuat.
Mereka memakan hidangan lezat dari koki terkenal. Resep ini baru dikeluarkan, belum pernah ada di restoran. Seperti daun ubi sambal, yang dicampur jantung dan hati burung.
"Sayang, ayo makan sini." Nadin menyuruh Argan mendekat.
Argan menurut saja, karena di depan umum. "Kamu jangan berbuat seperti ini, nanti jadi ketahuan semua orang. Aku ingin menolak mu, tapi tidak bisa."
Nadin menyuapi makanan ke mulut Argan. "Enak 'kan suamiku?"
"Iya istriku yang menyebalkan." Argan tersenyum masam.
"Lihatlah, mereka bagaikan kucing dan tikus tidak pernah akur." Heru tertawa terbahak-bahak. Sesekali menarik Jas, yang dikenakan oleh Dera.
"Bisakah kamu diam. Jangan berisik, aku risih!" jawab Dera mendelik.
"Sensi sekali sih, sudah seperti emak-emak kehabisan cabai."
Argan melemparkan lembaran kertas yang sudah terkena staples, tepat di depan wajah Nadin "Harap baca peraturan di rumah ini. Semua orang tidak ada yang bisa membantah ucapan ku." ujar Argan.
"Baik tuan muda." jawab Nadin, dengan suara seperti anak kecil.
"Kamu sedang menghinaku secara tidak langsung." ucap Argan.
Nadin tersenyum. "Sebenarnya tidak seperti itu tuan muda, aku hanya mulai mengantuk. Sekarang sudah malam, lebih baik tidur."
"Kamu tidur di bawah ranjang tidur, ada alas karpet." Argan menunjuk lantai.
Nadin tidak bergeming, masih saja berada di atas ranjang tidur. Menutupi mulutnya yang mulai mangap-mangap.
Argan murka. "Hei, kenapa kamu diam? Apa kamu tuli?" Membentak di luar, namun hati tersenyum.
"Aku mendengar, namun tidak selera menjawab." Nadin berbicara lirih, lalu turun dari ranjang tidur.
Plok! Plok! Plok!
"Luar biasa, kamu punya nyawa berapa berani menantangku."
"Aku sama seperti tuan, manusia biasa yang bisa mati kapanpun juga."
”Benar-benar mengesalkan. Dia kelihatan polos, tapi setiap ucapannya membuatku segan untuk menantangnya. Ah sialan, si jamur telah mematahkan omonganku sehingga aku sulit untuk berkata-kata lagi.' Merasa kalah telak, Argan memilih mengalah.
Saat berdiri dia berjalan sempoyongan di depan Argan, lalu terpelest dan sengaja memeluk tubuh suaminya. Nadin menyembunyikan senyuman, lalu cepat berdiri tegak.
"Kamu bisa melangkah yang benar tidak? Jangan sentuh tubuhku, aku ini tuan muda keren sejagat." Mulai sombong.
"Maaf!" Berjalan menuju tempat sendiri, lalu langsung memejamkan mata.
"Tandatangani perjanjian pernikahan di atas meja." ucap Argan.
Nadin membuka catatan pribadi Argan, lalu menandatangani surat perjanjian itu. Dia pasrah dengan peraturan, yang menurutnya tidak masuk akal. Mau bagaimana lagi, tidak mungkin membiarkan pria hidung belang itu memenjarakan kedua orangtuanya.
Pagi hari pukul 06.00.
Argan keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit pada pinggangnya. Dia melihat Nadin, yang tampak memikirkan sesuatu.
"Ngapain kamu melamun?"
Nadin melihat ke arah sumber suara, sontak dia terkejut dan memalingkan wajahnya. "Tidak apa-apa tuan."
Argan membuka lemari dan memakai baju kerjanya, setelah bersiap-siap Argan keluar kamar bersama Nadin. Heru membuka pintu mobil, dan Nadin heran kenapa ada mobil di depan pintu kamar.
"Cepatlah masuk, kenapa malah bengong?" titah Dera.
"Apa harus naik mobil di dalam rumah?" tanya Nadin.
"Nona akan sarapan pagi ini. Kita akan merasa lelah bila berjalan ke ruang makan, apa nona tidak lihat rumah ini luas sekali." jawab Dera.
Nadin mengerti, bahwa di rumah tersebut susah memanggil orang. Setelah semuanya masuk mobil Heru menyalakan mesin kendaraan, melaju menuju ruang makan yang sangat jauh.
”Kenapa rumah ini aneh sekali, baru pertama kali melihat tempat tinggal berlebihan. Menurutku rumah cukup sederhana saja, yang penting nyaman. Namun aku bisa apa, bagaimanapun dia Argan Sebastian. Tuan muda konglomerat sejagat, yang sering diceritakan oleh ibu-ibu komplek. Bahkan aku mendengar mereka berebut, ingin menjodohkan anak-anaknya.” batin Nadin.
Semua pengawal yang dilalui oleh mobil sport merah itu tertunduk hormat. Tembok pembatas berkali-kali dilalui. Sampai tiba di ruang makan mereka turun. Di ruang makan ada seorang pria paruh baya, dan juga anak kecil sekitar umur 7 tahun.
”Kemarin aku tidak melihatnya, lalu siapa mereka?” Nadin bertanya-tanya dalam hati, mengekori suaminya yang duduk di ruang makan.
"Ini istrimu?" Hadi menunjukkan raut wajah tidak sukanya.
"Iya Papa." jawab Argan.
"Mata papa sakit, kenapa kamu bisa memilih istri yang tidak berkualitas." Hadi berdecak kesal.
"Papa, sudahlah lebih baik kita makan saja." Argan melihat ke arah Nadin.
"Papa tinggal ke luar negeri dengan Sahara. Kamu malah seperti ini jadinya. Memilih calon istri sangat keterlaluan, tidak ada yang bisa dibanggakan." Melirik Nadin, yang dari tadi hanya diam saja.
"Papa harus menghargai pilihanku. Aku senang, bisa menikah dengannya." jawab Argan.
"Orangtua kamu bisnis di mana?" tanya Hadi, dengan tersenyum mengejek.
"Orangtuaku bisnis di sawah, namun bisa membuat kenyang orang kalangan kelas atas. Kehadiran orangtuaku di muka bumi berarti, karena anugerah dari Tuhan. Bayangkan jika orang kategori seperti ini tidak ada, apa pagi ini masih bisa sarapan." Nadin tersenyum lebar, namun mengenai isi dada Hadi.
"Kamu pintar bicara, awalnya aku kira pendiam." Hadi tidak habis pikir.
"Diam juga ada batasannya, bertindaklah jika ditindas." Nadin menyendok lauk pauk untuk suaminya.
Argan terkejut, melihat semua macam sambal mendarat di piringnya. "Sayang, kamu jangan melampiaskan kemarahan padaku."
Nadin tersenyum. "Suamiku suka makan cabai, maka harus dilayani." Memaksa menyuapi.
Argan menerima suapan. "Oh iya, aku hampir lupa hobi baruku." Akhirnya kepedasan, buru-buru minum.
Kedengkian ada di hati sahabat Nadin, yaitu Niken. Dia merasa gelisah melihat Nadin bahagia, sementara dirinya sekarang tidak ada apa-apanya dibandingkan Nadin. Semua teman-teman sibuk mengirim pesan, ingin mengajak Nadin untuk ikut reuni.
"Ah sial, kenapa dia malah jadi orang kaya. Padahal 'kan aku menjebaknya untuk hancur." Niken melihat berita trending topik pagi itu, saat membuka aplikasi Instagram.
Semua orang ramai berbincang-bincang tentang pernikahan konglomerat sejagat. Baik di dunia nyata, ataupun di sosial media. Telinga Niken sangat panas, bagai disiram kobaran api. Niken merasa dengki pada Nadin, karena dari SMA pun dia selalu mendapatkan apa yang Niken inginkan. Sementara dirinya, hanya menjadi penonton untuk kebahagiaannya.
"Niken, ajak Nadin bertemu kami dong."
"Niken, kamu kok tidak membalas pesan kami."
"Nadin keren iya."
"Pesta pernikahannya meriah sekali, banyak para pengawal kompak."
"Aku ingin berjabat tangan dengannya, sungguh mempesona teman sebangku dulu."
Niken semakin kesal, membaca pesan baru masuk ke ponselnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
bunda_nya(kaankahfi)
dengki penyakit hati yg harus di hindari krn menutup pintu syurga 🥶🥶🥶🥶🥶
2021-04-17
1
mama' roy
kedengkian hati sahabat yg tak beradap
2021-04-16
3
Ruby Talabiu
keren
2021-03-28
2