Kring Kring Kring!!!
"Es jagung, es jagung!" teriak Nadin dengan lembut.
"Mbak stop, kami mau beli es jagungnya." Ibu-ibu berumur sekitar tiga puluhan, mendekat bersama teman yang lainnya.
”Kenapa setiap ada yang menyinggahi harus di depan gerbang rumah ini. Tapi tuan rumahnya tidak keluar juga, berhenti sejenak saja mungkin tidak apa-apa.” batin Nadin.
"Mbak, esnya 40 iya." ujarnya.
"Iya Ibu." Nadin memasukkan es-es jagungnya ke dalam plastik.
Tiin Tiin!!!
Bunyi klakson mobil sport berwarna merah keluar ketika gerbang dibukakan oleh pengawal. Argan merasa kesal melihat perempuan itu lagi pikirnya. Dia keluar dengan ekspresi wajah yang ingin menelan mangsanya.
Bruk!!!
Sepeda Nadin terjatuh karena ditendang oleh Argan. Sepasang mata itu kini bertemu karena berhadapan, lalu Nadin segera menundukkan pandangannya.
"Anda bisa mengamuk pada benda mati yang tidak bersalah, sungguh mengerikan." Nadin berbicara tanpa menoleh.
"Kamu sengaja iya, ingin mencari masalah denganku? Minta maaf cepat!" Memberi titah seenaknya.
"Untuk apa minta maaf denganmu." Nadin santai.
"Belum tahu kamu siapa aku!" Tunjuk-tunjuk, dengan emosi.
Nadin menoleh ke arah Argan. "Apa perlu aku tahu?"
"Sabar tuan!" Heru menghalangi Argan, yang sudah menggebu-gebu.
Nadin wanita yang baik, namun dia juga bisa tegas untuk lawan bicaranya yang tidak bisa menyesuaikan keadaan. Contohnya saja, dengan hal yang baru Argan lakukan.
”Cih, berani sekali dia mempermalukan aku di depan ibu-ibu komplek. Awas kamu, akan aku cari tahu kehidupanmu.” batin Argan.
"Dera!" Panggil Argan dengan suara beratnya.
"Iya tuan."
"Bereskan perempuan pencari masalah ini."
Dera mengangguk, segera dia menyeret Nadin ke tempat yang sedikit jauh. Dia memberontak dan berusaha melepaskan cengkraman kuat itu.
"Lepaskan aku!"
Dera menghempaskan lengan Nadin dengan kasar. Sepasang bola matanya melotot ke arah Nadin.
Dera menjentikkan telunjuknya pada kening Nadin "Aku peringatkan kamu sekali lagi, jangan mengganggu tuan muda. Bila kamu melakukannya lagi, aku tidak akan segan-segan untuk menghancurkan keluargamu hari ini juga." Ancam Dera.
"Aku tidak pernah mengganggu. Namun, diganggu duluan membuatku tidak tahan ingin melawan." Menjawab sesingkat-singkatnya, namun membuat kesal asisten Dera.
Pukul 17.00 pergi bersama Niken.
"Kenapa, menemui atasan begitu sore iya Niken?" tanya Nadin.
"Memang sore. Ka...karena pagi-pagi atau siang dia sibuk." jawabnya gelagapan.
”Kenapa Niken menjawab dengan gelagapan seperti itu iya? Apa ada yang sedang dia sembunyikan.” batin Nadin.
Tak berselang lama, motor yang dikendarai oleh Niken sampai disebuah hotel besar.
"Ayo kita masuk!" Niken melepas helem yang dikenakannya.
Nadin juga melepaskan helem yang dikenakannya. Dia mengikuti langkah Niken yang sudah berjalan terlebih dulu. Niken menghampiri kamar hotel 307, dengan santainya memencet bel.
Pintu terbuka, seorang pria tersenyum "Halo, ini Niken iya?"
Niken tersenyum "Iya benar."
"Silahkan masuk." jawab pria tua itu ramah.
"Maaf tuan, apa tidak bisa berbicara di luar saja." Nadin merasa was was, takut menjadi fitnah. Memangnya apa yang akan dibicarakan sehingga harus di dalam kamar pikirnya.
"Maaf tidak bisa, ini adalah tugas penting yang rahasia."
Niken menyenggol tangan Nadin "Kamu jangan membuat malulah Nadin, ayo cepat masuk. Lagipula 'kan ada aku juga, kamu tidak berdua dengannya." bisik Niken.
"Iya Pak, tidak apa-apa. Kami akan masuk ke dalam." Niken menoleh ke arah pria tua itu.
Niken memegang tangan Nadin, mereka masuk bersama sampai ambang pintu. Tiba-tiba saja tanpa aba-aba, Niken mendorong Nadin hingga tersungkur ke lantai. Dia segera berlari keluar, dan pria tua itu tersenyum penuh kemenangan. Pintu dikunci, dia menghampiri Nadin dengan menatap wajahnya.
"Imut sekali kamu, kita akan bersama di dalam kamar ini sampai besok pagi."
Nadin berusaha menenangkan dirinya, sadar dia telah dijebak oleh sahabat sendiri. Terasa sakit hatinya, bagai teriris-iris tidak terkira. Dengan cara cerdik, dia berusaha berani menghadapi pria di depannya. Yang terpenting dia bisa keluar, dan meminta bantuan.
Nadin mengangguk, dia menghampiri ranjang tidur. Mencari-cari alat apa yang bisa membantunya membasmi hidung belang itu.
"Ayolah pijat aku terlebih dahulu. Kamu sudah aku beli 200 juta." Pria itu hendak menyentuh Nadin.
Nadin mengambil semprotan obat merek Baygon di atas meja nakas. Menyemprotkannya ke wajah pria itu, hingga dia terbatuk-batuk. Nadin berlari menghampiri pintu, memegang gagang pintu, tapi tetap tidak bisa terbuka.
"Hahaha, kuncinya ada di aku sayang. Kamu ingin menipuku, tapi kurang pintar."
”Kuncinya di dalam kantong celananya, bagaimana aku bisa mengambilnya bila dia tidak pingsan.” Nadin berusaha mencari-cari ide baru.
Pria asing itu mendekat dengan wajah garangnya. Dia ingin memberikan pelajaran kepada Nadin. Tanpa pikir panjang Nadin segera mengambil lampu di atas meja, dan memukulnya pada pria itu. Dia mengambil kunci pada kantung pria itu, lari terbirit-birit meraih gagang pintu.
"Tolong! tolong!" teriak Nadin.
Pria tadi masih bisa mengejar dengan luka di kepalanya. Pegawai hotel penuh keheranan, melihat Nadin yang berlari-lari.
"Kamu berhenti di sana, atau aku buat orangtuamu masuk penjara." Mengancam dengan berteriak.
Seketika Nadin berhenti. "Apa yang harus aku lakukan, aku tidak mau kembali ke kamar itu. Lebih baik aku menikah muda, daripada harus meladeni pria hidung belang itu." Bergumam.
Nadin segera melanjutkan langkahnya walaupun tidak beraturan, kepalanya menoleh ke belakang dan ke depan.
Bruk!!!
Nadin menabrak seorang pria berjas hitam. Tanpa pikir panjang dia mengucapkan sesuatu, tidak menoleh lagi wajahnya.
"Tolong aku tuan, aku mohon. Ada orang jahat yang mengejar ku, dia memaksaku untuk masuk ke dalam kamar hotel." Nadin terlihat ketakutan.
Pria yang tak lain adalah Argan, dia tersenyum samar saat Nadin menunduk. "Baiklah, aku akan menolongmu dengan satu syarat."
Nadin mendongak, memberanikan diri untuk melihat siapa orang yang ada dihadapannya. "Tu...tuan." Berucap gelagapan.
”Bisa-bisanya aku memohon pertolongan padanya.” batin Nadin.
"Sampai jumpa kembali pencari masalah." Argan menyeringai.
Sementara Dera dan Heru diam saja di samping tuan mudanya. Heru dengan sigap meraih sebuah tangan yang hendak menyentuh pundak Nadin. Ternyata dia adalah pria yang mengejarnya dari tadi.
"Lepaskan aku, kalian jangan ikut campur urusanku. Dia sudah aku beli dengan harga 200 juta." Berbicara dengan intonasi tinggi.
Heru terus menahan tubuh pria itu. "Hei, siapa yang menyuruhmu bicara nada tinggi, dengan tuan muda kami." teriak Heru.
"Memangnya tuan muda kalian siapa?"
"Apa kamu tidak tahu, dia adalah pemilik hotel ini. Dia adalah Argan Sebastian."
Seketika matanya melotot, langsung menunduk memberi hormat. "Maafkan aku tuan, aku tidak tahu." Mengatupkan tangannya.
"Heru kamu urus dia, berikan uang 200 juta padanya. Dan kamu Dera, bawa perempuan ini ke ruangan pribadiku." titah Argan.
"Baik tuan."
”Siapa perempuan ini sebenarnya? Atau dia kekasih tuan Argan.” batin Nadin.
Tiba-tiba saja Dera berbicara, setelah sebelumnya menjadikan Nadin bagai kacang tak disentuh. Dia sibuk bermain ponsel, menerima pesan masuk yang ternyata dari Argan.
"Tuan muda bilang, bahwa kamu harus menikah dengannya lusa." ujar Dera.
"Hah, secepat itu?" Nadin bingung.
"Lebih baik kamu menurut saja. Jangan banyak bicara, karena itu akan menambah masalah."
"Dera, kenapa dia tidak mengatakannya langsung padaku."
"Dia tidak suka basa-basi." Masih tidak memberi senyum.
Nadin mengangguk berbicara dalam batin. ”Tapi dia bisa basa-basi denganmu, bahkan berkirim pesan. Atau jangan-jangan, dia ini kekasihmu.”
"Apa aku boleh pulang?"
"Tidak bisa, minta KTP aslimu terlebih dahulu!"
Nadin membuka resleting tas, dan mengeluarkan KTP miliknya. Malas untuk ribet dengan segala hal, bisa keluar dari dalam kamar hotel saja dia sudah bersyukur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Amanah Amanah
waduuuh ada ya ..teman seprti nikeeen
2022-02-13
1
Ani Nurlailis
jahatnya niken.....tenggelamkan saja shbt spt itu
2021-06-11
1
conda🦚
cerita awalnya..terlalu terburu2
2021-05-20
1