"Ibu?"
Agam berhambur ke arah ibunya. Dari gestur yang diperlihatkan, Linda bisa melihat dengan jelas jika pria brengsek itu sangat menghormati dan menyayangi ibunya.
"Kenapa lama sekali, Bu?" tanyanya, seraya meraih dan mencium tangan Ibu.
"Gara-gara kamu minta dibelikan kacang almond, Ibu keliling pasar cari kacang almond, di tempat langganan Ibu tidak ada yang jual kacang almond, soalnya mahal terus jarang yang beli katanya. Mana kamu mintanya tiga kilo lagi, memangnya untuk apa sih, Nak?" sambil mengelus rambut Agam Ibu menatap Linda yang menunduk.
"U-untuk tamu kita, Bu. Dia suka kacang-kacangan terutama kacang almond dan kacang polong," ucap Agam dengan sedikit ragu.
"A-apa?" tamu yang dimaksud Agam mengerling, lalu menunduk lagi.
"Kamu cantik sekali," ditengah kekikukan itu Linda mendengar ibunya Agam memujinya dan jemari kakinya yang putih bersih itu semakin mendekat ke arahnya.
"Tinggalkan Ibu dan tamu kita di sini, kamu ke luar dulu ya." Ibu melambaikan tangan mengusir Agam.
"Sa-saya Linda, Bu." Katanya dengan bibir gemetar, sesaat setelah punggung Agam menghilang di balik pintu.
"Ibu sudah tahu, mari kita duduk di sana," Ibu menunjuk pada kursi baca.
Linda mengangguk seraya mengekor, aura wanita berusia setengah abad itu sungguh memukau. Ia memakai jilbab modis yang dipadupadankan dengan denim casual nan kekinian. Ia tampak sehat, bugar, dan muda.
"Nama saya Nadia, panggil saja Bu Nadi." Ia mengulurkan tangannya.
"Sa-saya Linda," menyambut tangan itu dengan perasaan kalut.
"Tadikan kamu sudah memperkenalkan diri," Ibu tersenyum.
"Eh, i-iya Bu." Dan bibir indah itupun membalas senyuman Ibu.
"Ibu suka saat kamu baca berita, kamu cantik dan elegan. Maaf yaa ...."
Ibu langsung menunduk, ia meraih kembali tangan yang berhenna merah itu dan menggenggamnya erat.
LB bungkam, ia faham maksud Ibu, dan saat itu juga kelenjar airmatanya berdenyut menghantarkan kesedihan yang kembali menelisik relung hatinya.
"Ibu juga tidak terima kamu menuduh dia, tapi ... Ibu lebih tak terima lagi saat dia menodai kamu. Ibu tak memaksa kamu untuk memaafkan dia, tapi ... tolong, tolong beri kesempatan pada dia untuk memperbaiki semuanya dan menebus kesalahannya sama kamu." Ibu berucap lirih, sesekali ia menyeka airmatanya.
"Nak ..., Ibu sudah tahu isi surat perjanjian kamu dan Agam. Ibu berharap kamu tidak hamil, tapi sampai waktunya kamu datang bulan, Ibu dan Agam memang harus memastikan jika kamu tidak meminum obat peluluh. Maaf, jika menurut kamu ... Ibu dan Agam egois."
"Kenapa Ibu seperti ini? Karena Ibu tidak mau anak Ibu melakukan kesalahan dua kali. Jika kamu benar-benar hamil, anak itu tetap suci dan tidak ada hubungan sedikitpun dengan kesalahan orangtuanya. Maafkan anak Ibu ya ...." Bu Nadia menarik tangan Linda dan menciumnya.
"Bu, tidak perlu seperti ini," ia menepis tangan Ibu.
"Saya sudah setuju kok, Bu ...." Jelasnya sambil terisak.
"Jadi kamu mau tinggal di sini?" mata Ibu berbinar.
Dengan berat hati, iapun menjawab, " Ya Bu."
"Alhamdulillaah, Ibu senang sekali, Nak. Kamu jangan khawatir anak Ibu uangnya banyak, kamu bisa minta apapun sama dia. Oiya, Ibu dengar kamu dipecat dan didenda sama TV KITA. Nah, Ibu bisa bantu kamu untuk jadi presenter berita di N&T."
"N&T milik Tuan Deanka?" tanya Linda.
"Iya," jawab Ibu.
"Ti-tidak Bu, terima kasih. Saya tidak mau berhubungan lagi dengan keluarga darah biru garis keras. Saya kapok."
"Nak, keluarga mereka itu ada dua kubu, kata Agam, tidak semuanya jahat," jelas Ibu.
"Tidak Bu, saya tidak mau."
Jangankan berhubungan dengan keluarga itu, berurusan dengan sekretarisnya saja, Linda jelas-jelas sudah kehilangan mahkota dan kariernya.
Dan celetuknya Bu Nadia, membuat pipi Linda merona merah.
"Agam melakukannya sekali, kan?"
"Hahh?" bibirnya mengatup. Linda kebingungan mau menjawab apa.
"Maksud Ibu kalau hanya sekali semoga saja tidak jadi."
"Sa-saya pingsan Bu, saya tidak tahu masalah itu," gumamnya.
"Ya ampun, kamu tenang saja Ibu sudah menghajar senjatanya." Ibu lalu berdiri.
Senjatanya? Linda mengernyit tak mengerti.
"Ya sudah kamu ke kamar Ibu yuk, kamar Ibu ada di bawah, kita pilih baju yang cukup untuk kamu, kalau kamu tidak suka nanti biar Agam belanja."
Dengan akrabnya Bu Nadia menarik tangan Linda.
"Tapi, Bu. Saya belum berani bertemu siapapun, saya takuuut." Linda bergeming.
"Kamu tenang saja, Agam sudah merumahkan pekerja di sini selama ada kamu agar kamu nyaman. Hanya ada dua orang, bu Ira, dak pak Yudha yang lainnya akan ke sini sewaktu-waktu saat dibutuhkan saja," jelasnya.
Linda patuh, ia mengekori Ibu turun ke lantai satu.
"Kamu bisa berenang?" tanya Ibu saat mereka menuruni anak tangga.
"Bisa."
"Nah, kalau kamu mau berenang, kolam renangnya ada di basement bersebelahan sama parkiran, ada tamannya juga lho. Kamu pasti suka. Rumah ini didesain sama Agam. Dia multitalenta, semua hal bisa."
Apa maksudnya coba, kenapa memuji dia di depanku?
"Sayangnya dia sulit punya pacar, gara-gara fitnah itu, kamu pasti tahu maksud Ibu."
"Ya Bu," kata Linda singkat.
"Bu Iraaa," teriak Ibu saat mereka sudah ada di lantai satu."
"Bu Ira pergi sama pak Yudha, aku yang menyuruh," timpal seseorang yang tiba-tiba ke luar dari sebuah ruangan dan memakai celemek berwarna jingga.
Dia? Linda hanya melirik dengan sudut matanya.
"Ya ampun Gam, kamu suruh ke mana mereka?"
"Aku suruh belanja keperluan untuk dia," melirik Linda dengan sudut matanya.
Ternyata kalau sama ibunya dia bilang aku. Batin Linda.
"Belanja apa? Baju? Ibu baru mau kasih dia baju-baju Ibu."
"Jangan Bu, dia tidak boleh memakai baju bekas. Kecuali baju Ibu yang baru."
Ibu menoleh curiga pada Agam atas ucapan anaknya itu. Firasat seorang Ibu sering tepat sasaran, iapun langsung berdalih.
"Oiya lupa, Ibu mau ada perlu ke luar sebentar. Nak Linda, kamu temani Agam ya, kalau libur kerja biasanya dia memang suka membantu pekerjaan di dapur." Ibu berlalu begitu saja entah mau ke mana.
"Mau di sini saja?" tanya Agam saat ibu sudah pergi.
"Memangnya Bapak mau ke mana?"
"Ke dapur, mau ikut?"
"Bo-boleh," sambil mengikuti Agam.
"Panggil saja Agam, atau Ben, atau Buana," kata Agam saat mereka sudah ada di dapur.
Dapur Agam sangat unik, furnitur dapur didominasi oleh kayu.
"Bapak saja," jawabnya.
"Em, tak begitu buruk, saya juga akan memanggil Anda Ibu." Ibu dari anak-anakku. Agam menahan senyum, merasa lucu dengan kicauan batinnya.
"Kapan Anda bekerja?" tanya Linda.
"Besok, mau ikut?"
"Tidak."
Linda akhirnya terpaksa menatap Agam yang sedang membuat adonan kue.
'WWRRR.' Suara mesin mikser memekik telinga.
"Mau bikin kue apa?" melirik lagi.
"Kue kacang almond, dan kamu pasti suka," jawabnya santai.
"Oh."
Memandang lagi saat Agam mulai memasukkan adonan pada cetakan kue berbentuk bintang, bulan sabit, dan hati. Agam lalu mengolesi permukaan kue dengan perwarna makanan menggunakan kuas kecil.
"Tanggal berapa harusnya kamu datang bulan?"
"Saya males menjawab."
"Oke, tak apa," kata Agam.
Tak sadar, Agam menggaruk hidungnya. Awalnya Linda tak menyadarinya. Tapi saat ia melihat wajah Agam, Lindapun tak bisa menahan tawa.
"Haha," langsung menutup mulut, tersadar kembali jika ia sangat membenci pria itu.
"Kenapa? Agam menatap aneh.
"Tidak apa-apa."
Linda berusaha keras mengatupkan bibirnya. Wajah Agam tampak lucu dengan batang hidung berwarna merah karena pewarna makanan. Linda jadi ingat pada badut, tapi kali ini badutnya teramat tampan.
Agam mengangkat bahu dan melanjutkan aktivitasnya. Linda memandangnya. Ia tak menyangka jika sekretaris utama HGC ternyata terampil membuat kue.
Sekarang, pria itu sedang memotong pisang. Linda kembali menatapnya.
"Mau membuat apalagi?" tanyanya.
"Sesuatu yang manis, saya biasa berbuka puasa dengan yang manis-manis."
"Ooh, em ... a-apa ada yang bisa saya kerjakan?" tanya Linda terbata-bata.
"Tidak ada, kamu tamu. Tamu adalah ratu, lagipula ibu saya menyuruh Anda untuk menemani saya, bukan membantu saya."
"Saya mau ke kamar dulu, apa boleh?"
"Tentu, lewat sini saja. Dari tangga ini ada akses ke lantai dua."
"Baik," Linda berjalan melewati Agam menuju tangga yang dimaksud.
"Hati-hati," ucap Agam.
Entah kenapa saat ia meniti anak tangga keempat, Linda malah tersandung.
"Aaaa," ia kaget saat tubuhnya jatuh on going, dan ....
Ia terkejut saat dirinya terjatuh nyaman di sebuah rengkuhan hangat pria bercelemek jingga.
"Ceroboh! Bagaimana kalau tidak ada saya?! Bagaimana kalau Anda cidera atau terluka?!"
Tanpa melepaskan Linda, pria itu mengantar Linda sampai ke lantai dua dengan entengnya dan ekspresi wajah yang datar.
"Turunkan saya! Turunkaan!" Linda meronta.
"Sudah sampai," Agam menurunkan Linda.
"Kamu?!" mata Linda mendelik.
"Sudah saya turunkan, kan? Tak perlu marah." Agam berlalu begitu saja.
"Anda cari-cari kesempatan ya?!" teriaknya.
"Niat saya hanya menolong," teriak Agam saat ia menuruni tangga.
"Dasar bajingaaan!" teriak Linda, kesal.
"Setelah bu Ira pulang, kita ke optik ya. Kamu butuh kaca mata, kan?" Suara Agam masih terdengar jelas.
"Dasar nakaaal," teriak Linda.
"Dasar cantiiik, hahaa." Sahut Agam.
"Apa katanya?!" Linda terkejut.
❤❤ Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 236 Episodes
Comments
Atiiqah Ramadhani
hmmm Agam cowok idaman.
2021-05-25
0
azzahra
uhuyyyyyy🥰🥰
2021-04-08
0
Nani Evan
dan akhirnya saya pengen nyai Up terus😂😂maaf ye nyi aku juga tau koq nyai punya kesibukan sendiri,,
2021-04-08
0