Ternyata, tidurnya LB tidak secantik parasnya. Ia tidur meronta, ia juga mengigau. LB baru bisa tidur saat malam menjelang pagi sekitar pukul 03.00 waktu setempat. Pantas saja di saat penghuni di rumah itu sudah selesai shalat berjamah, ia masih terlelap.
"Apa dia sudah shalat Subuh?" di kamarnya Agam gelisah.
"Kalau belum shalat dan tidak ada yang membangunkan, bukankah aku juga berdosa?" gumamnya lagi.
"Oiya, kan ada telepon paralel, kok aku bisa lupa sih?"
Agam beranjak menuju nakas, dan menghubungi kamar Linda.
'Kriliiing.' Telepon pararel di kamar Linda berdering beberapa kali.
"Apa telinganya penuh kotoran? Dasar pemalas, ini panggilanku yang kesebelas," gerutunya.
"Wanita ini tak bisa dibiarkan begitu saja, sebentar lagi jam enam pagi, masa belum shalat."
Saat mengambil kunci duplikat, Agam terus mengomel, sesekali ia mengangkat kaca mata dan mengucek matanya yang tiba-tiba terasa gatal.
"Kakak gak ke HGC, kan? Aku lihat di berita Kakak masih di luar kota, aku pinjam mobil Kakak ya, hehee." Terdengar suara Gama dari luar kamar.
Baru juga Agam akan akan menjawab tidak boleh, Gama sudah berteriak lagi.
"Aku sudah punya kuncinya dari pak Yudha. Aku pergi yaa," teriak Gama.
Dua detik kemudian terdengar suara derap langkah kaki Gama yang sudah memakai sepatu sekolah berlari menjauh dari kamar Agam.
"Kamu masih pulang ke rumah, kan? Kamu pikir bisa seenak jidat meminjam mobilku?" gumamnya.
Kini ia sudah berada di depan kamar yang ditempati Linda, tangan kanannya terlihat memegang sebuah tas berisi mukena. Sebelum membuka pintu, ia mengelus dadanya terlebih dahulu untuk mempersiapkan diri pada kemungkinan terburuk atau bisa jadi terindah.
Kembali geleng-geleng kepala saat ia melihat Linda masih terlentang indah dengan posisi yang sama.
"Huss, huus, hei, banguuun," kata Agam sambil menutup mata dan memalingkan wajahnya.
Namun LB bergeming. Ia malah menggeliat-geliat dan pluk satu kakinya yang aduhai malah terjatuh ke samping tempat tidur hingga menjuntai hampir menyentuh lantai. Posisi tubuhnya kini tengkurap.
"Ya Tuhan."
Agam benar-benar tak percaya jika wanita ini benar-benar serampangan.
"Hei, banguuun." Tuk, tuk, Agam menyentil halus kepala Linda.
"Hmmm ...."
Linda menjawab dengan suara manja, membuat bulu kuduk Agam merinding, meremang. Baru juga Agam akan membuka mulut, LB sudah menyelanya.
"Ia hallooo, aku masih ngantuk, Bagas. Jangan ganggu."
Ia membalikan badan menjadi terlentang dan tangannya seolah-olah sedang menelepon.
Bagas, siapa dia? Bagas nama laki-laki, kan?
Batin Agam langsung bergemuruh, ia tiba-tiba tak suka jika bibir yang pernah ia nikmati itu menyebut nama pria lain.
"BANGUUN!" teriak Agam.
Terdorong oleh rasa tidak senang, kini suaranya menjadi menggelegar. Suara Agam tipe bass, bisa dibayangkan bagaimana jadinya jika ia berteriak.
"Apa, hah? Hah? Ada apa?"
Linda celingak-celinguk, matanya masih terpejam, tangannya meraba ke sana ke mari, seperti mencari sesuatu.
Agam melongo, sifat asli LB ternyata jauh melenceng dari perspektif media selama ini yang mengatakan jika LB sangat anggun, cerdas dan berbakat. Agam mengulum senyum, ia benar-benar ingin tertawa melihat tingkah lucu wanita di hadapannya.
Tingkahnya bahkan lebih lucu dari nona Aiza. Kata Agam dalam hatinya.
Karena ia tahu Linda pasti sedang mencari kaca mata, Agam melepas kacamatanya dan meletakannya di tempat yang sesaat lagi akan disentuh Linda.
"Ini dia kacamataku," tanpa ragu ia memakainya.
Dan saat Linda membuka mata, ia terlonjak. Panorama di depannya hampir membuat jantungnya terlepas. Seorang pria menatap tajam ke arahnya, dan dia .... Dia sangat tampan tanpa kaca mata.
"Kenapa Anda di sini?!" teriak Linda, seraya melepas kaca mata dan mentupi tubuhnya dengan cara menarik sprei. Ia baru tersadar jika kacamatanya rusak.
Kenapa Linda menarik sprei? Karena selimut dan bedcover sudah tergeletak di lantai dan berada tepat di dekat kaki Agam.
"Kamu muslim, kan?!" bentaknya, tanpa perlu menjawab pertanyaan Linda.
"Bukan," jawabnya.
"Apa?!" Agam terkejut, sebab yang ia tahu, Linda menganut Agama yang sama dengannya.
"Saya muslimah, bukan muslim," jawabnya dengan ketus.
"Ya sudah, cepat shalat!" ia melemparkan mukena ke pangkuan Linda lalu berteriak lagi.
"Siapa Bagas, hahh?!"
"Bagas? Dari mana Anda tahu tentang Bagas?" Linda malah balik bertanya.
"Anda tadi menyebut namanya."
"Apa?! Kapan?! Dasar pria aneh!" gerutunya seraya melengos ke kamar mandi.
"Kamu bilang saya aneh?! Hei, Tolong ya, yang aneh itu kamu! Bukan saya!" teriak Agam saat tubuh yang sangat memikat itu menghilang di balik pintu kamar mandi.
"Diaaam! Anda berisik!" LB rupanya sudah berani melawan Agam.
"Kamu." Agam mendekat ke arah pintu kamar mandi dan berteriak lagi.
Ulah LB benar-benar membuatnya kesal, ingin rasanya ia mencekik wanita itu dan ..., dan apa ya? Pikiran Agam buntu seketika.
"Jam 7 tepat kamu perpustakaan ya, ibuku mau bertemu," teriaknya. Agam kemudian berlalu.
Deg, jantung Linda tersentak.
Ibunya? Ibu si berengsek? Ya Tuhan, jika anaknya saja segarang dan semenyebalkan itu, bagaimana dengan ibunya? Tuhanku, bagaimana ini?
Linda gelisah.
***
Pagi itu, di sebuah gedung perkantoran yang besar dan megah bernama The Purple Land & Development Materials Engineers, tepatnya di salah satu ruangan, seorang pria gagah dan lumayan tampan, berusia sekitar 40 tahun sedang melampiaskan kemarahannya pada lima orang pria berbadan besar dan tegap.
Lima arang pria itu berbaris menghadap balkon, dan pria itu sedang mendaratkan tendangannya pada bokong dan punggung mereka. Mereka pasrah, tanpa mengeluarakan suara apapun, bahkan meringispun tidak.
"Saya tidak mau tahu, pokoknya sepulang saya dari parlemen, kalian harus berhasil membawa Aiptu Joey ke hadapan saya!" bentaknya.
"Ba-baik, Tuan." Sahut mereka.
Pria itu kemudian berlalu, dan masih mendengus kesal. Urat-urat tangannya mengeras.
"Berani sekali kamu bersembunyi dari saya sampai-sampai kamu mengorbankan karier kamu. Memang sebenci dan sejijik apa kamu sama saya LB?!" gerutunya.
Ia tak peduli saat beberapa orang staf menundukkan kepala ke arahnya.
Sesaat setelah ia berada di parkiran dan dua orang ajudan menyambutnya, pria itu melakukan panggilan dengan seseorang.
"Untuk sementara waktu, kamu tolong ancam dan takut-takuti dulu manajer pribadinya, jika tidak berhasil, baru kalian ancam orang tuanya. Sampai kapanpun saya tidak terima dengan penolakan ini, LB sudah mempermalukan saya di depan media," katanya.
Ia lalu mengakhiri panggilan.
"Siaaal, padahal saya sudah mendapat izin dari istri saya untuk menikah lagi. Salah dia tidak bisa memberi saya keturunan," katanya saat sudah berada di dalam mobil.
"Jalaaan," teriaknya.
"Baik, Pak." Jawab pria muda yang berada di belakang kemudi.
"Sebelum ke gedung parlemen, saya mau ke TV KITA dulu," ujarnya.
"Baik, Pak."
"Menurutmu, kenapa LB menghindari saya?"
"A-apa? Sa-saya tidak tahu, Pak."
"Dasar tidak berguna!" umpatnya.
***
Linda menghela napas, lututnya tiba-tiba gemetar saat hendak melangkahkan kaki menuju perpustakaan pribadi yang ada di rumah tersebut. Kamar itu memang berhadapan dengan perpustakaan. Namun untuk menuju ke sana, ia harus memelewati sebuah ruangan di sisi kiri yang dibatasi oleh kaca tinggi dan tembus pandang.
Terkejut saat mendapati kenyataan jika itu adalah ruang olah raga super lengkap dengan berbagai macam alat kebugaran tubuh. Sebenarnya bukan ruangan itu yang membuatnya terkejut, tapi seorang pria berkacamata yang sedang berbarbel rialah yang mengalihkan dunianya.
Posisi Agam membelakangi Linda, ia menghadap treadmill elektrik speeds, ia memakai celana panjang rapi lengkap dengan sabuknya namun tidak memakai baju.
Tampaklah sudah seluruh pesona dari punggung seorang Agam, punggung yang kokoh, dengan liku tegas, otot yang pas, dan tampak mengkilat dari kejauhan karena sudah dibasahi keringat.
Mata Linda mengerjap, terbayang lagi saat ia memeluk erat dan mencakar punggung itu penuh amarah dan kebencian. Namun bercampur dengan sebuah perasaan aneh yang sampai saat ini tidak bisa ia definisikan.
"Tidak, apa aku sudah gila?!"
Ia memalingkan wajahnya. Lalu berjalan cepat menuju perpustakaan.
Ia mengedarkan pandangan, tidak ada siapapun di perpustakaan itu. Yang ada hanya lemari kaca yang tinggi menjulang sampai langit-langit dan melingkar mengelilingi kursi baca.
Kursi baca di ruangan itu berbahan kayu dengan meja kaca terbuat dari marmer dan aquarium lumayan besar di bagian tegahnya. Keberadaan ikan hias di dalam aquarium itu berhasil mencuri perhatian Linda.
Ada banyak sekali jenis ikan lucu dengan warna-warninya yang mencolok dan menggemaskan, terlihat ada ikan cu pang, botia, koi, black ghost, louhan, manfish, swordtail dan ikan lemon.
Linda mendekat, mata cantikya berbinar, ia menatap lekat pada aquarium, lalu mengetukkan jari telunjuk pada kacanya. Ikan-ikan merespon, mereka berkerumum dan mencucukan mulut pada jari telunjuk Linda. Entah dikira makanan atau mungkin tertarik dengan kuku Linda yang berhenna merah.
Linda tersenyum, gemericik air dan ikan hias itu seakan menghangatkan hatinya yang sunyi.
"Kalian terlihat bahagia, kalian tetap cantik dan indah walaupun terkurung. Sedangkan aku, saat ini ... tak ada satu orangpun yang bisa melihatku, aku hampir kehilangan arah dan tujuan. Aku terluka dan kecewa karena seseorang yang tidak seharusnya aku kenal."
"Aku kehilangan hal berharga yang telah aku jaga dengan nyawaku. Aku merasa sendiri dan kesepian, aku seperti kehilangan jati diriku. Karierku hancur, padahal aku baru saja menabung untuk merenovasi rumah dan kedai ayah. Sekarang, rumah tempat tinggal ayah dan ibuku malah disita. Ikaan ... apa kalian mendengarku?"
Linda curhat sambil menatap aquarium, mata beningnya berkaca-kaca. Ia tak menyadari jika seseorang telah berdiri di belakangnya dan menatapnya dengan tatapan penuh penyelasan. Setiap kata yang terucap dari bibir Linda, seakan menusuk batinnya.
"Bu Linda," sapanya.
Linda terlonjak.
"Kenapa Anda selalu datang tiba-tiba?!" ia berdiri dan melotot.
"Dan kenapa belum pakai baju?!" teriaknya lagi sambil membalikan badan dan menutup wajahnya dengan telapak tangan.
"Ma-maaf saya gerah," kata Agam.
Pria itu malah duduk dan menatap aquarium. Lalu melakukan gerakan yang tadi dilakukan oleh Linda.
"Hei, kalian tidak suka dengan tanganku?!" Agam terkejut ketika ikan-ikannya cuek. Berbeda ketika Linda yang melakukannya.
"Hahaha, mungkin ikan juga tidak suka sama Bapak."
Entah sadar atau tidak, Linda kini duduk di samping Agam, namun tetap berusaha untuk tidak menoleh.
"Emm, bisa jadi." Kata Agam.
"Pak Agam suka ikan yang mana?" tanya Linda.
"Aku suka yang cantik dan lucu," jawabnya.
Tanpa disadari Linda, Agam tidak lagi menatap ikan, ia mengalihkan pandangan pada Linda.
"Lalu, Anda suka yang seperti apa?" tanya Agam. Ia menopang pipinya, dan lagi-lagi masih memandang lekat sosok di sampingnya.
"Saya tidak begitu suka dengan ikan hias."
"Kenapa?" tanya Agam.
"Karena ikan hias hanya bisa dipandang tapi sulit dipegang. Saya sukanya yang dipandang indah dan bisa dipegang, seperti taman bunga, atau laut mungkin," jawab Linda.
"Hmm, jawaban yang sangat aneh," kata Agam.
"Aneh?" Linda menautkan alisnya.
Namun seketika ia terhenyak saat melihat pantulan Agam di sisi lain kaca aquarium sedang asyik menatapnya.
"Di mana ibu Anda? Bukankah ingin bertemu dengan saya?" ia berusaha mengalihkan tema percakapan.
"Ibu saya ke pasar," jawabnya.
"Tolong jangan menatap saya, saya tidak nyaman."
Agam terkejut, dan cepat-cepat berkata, "Maaf, saya tak sengaja."
"Hmm, jawaban yang sangat aneh," kata Linda, ia mengulang kata-kata Agam sebelumnya.
"Kamu meledekku, ya?" spontan memegang pergelangan tangan Linda.
"Le-lepaaskan," seketika Linda tampak ketakutan.
"Maaf," Agam melepaskan pergerlangan tangan Linda.
"Tunggu di sini, saya akan membawa makanan, sebentar lagi ibuku datang." Agam tiba-tiba murung.
.
.
"Tolong siapkan tim Anda untuk mengumpulkan semua informasi tentang presenter LB, kirim orang-orangku ke rumahnya, lihat dan laporkan pada saya apa yang terjadi dengan ayah dan ibunya LB."
Itulah yang diucapkan Agam saat ia melakukan sebuah panggilan pada seseorang. Setelah memakai baju, ia turun ke Lantai satu untuk mengambil minuman. Agam masih melarang pekerja di rumahnya untuk naik ke lantai dua.
Sementara ponsel di meja Agam kembali berdering
Mr. X. Calling.
Tertera pada layar.
❤❤ Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 236 Episodes
Comments
Puan Harahap
keren thor
2021-08-27
0
Reliya
"saya sukanya yg dipandang indah Dan bisa dipegang". tersirat namun Agam belum memahaminya
2021-04-11
0
azzahra
makin sukaa
2021-04-06
0