_____
Hallo my reader, mohon maaf mengganggu kenyamanannya. Apa kabar hari ini? Semoga semuanya dalam keadaan sehat walafiat, aamiin.
Mohon maaf, AGAPE jadwal up-nya tidak beraturan, alasannya karena nyai fokus juga pada Love Story in Covid-19 Pandemic. Jika berkenan, mampir ya. Cerita Love Story in Covid-19 Pandemic diambil dari kisah nyata, namun narasumbernya tidak mau dipublikasikan.
Nyai menulis cerita ini sebagai kenang-kenangan jika di era 2019 sampai saat ini, dunia dan Indonesia tengah berjuang melawan corona.
Karena corona, ada banyak nyawa yang melayang, ada banyak kebersamaan yang terbuang, ada banyak teori dan konspirasi, ada yang terfitnah dan tersudutkan, ada juga yang menderita dan kehilangan mata pencaharian. Dan ada banyak hal lain yang sebenarnya menarik untuk dikupas tuntas.
Ceritanya sangat ringan, namun konfliknya real, dengan membaca Love Story in Covid-19 Pandemic, sedikit banyaknya, nyai berharap dapat memberikan sedikit gambaran jika di era pandemi ini ada yang tidak baik-baik saja. Ada jiwa yang selalu merindu dan kelelahan, serta ada raga yang tersiksa karena kehilangan orang tercinta.
Pak Agam, Bu Linda, maaf yaa ... nyai izin promo.
***
"Saya tulus, saya tidak berpura-pura perhatian," sekilas Agam menatapnya, lalu menunduk lagi.
"Jangan harap saya bisa tersentuh," katanya sambil mendekati nakas karena peristaltik ususnya kian melilit meminta diisi.
"Hmm, lucu." Ucap Agam.
"Apa?! Siapa yang lucu?! Saya?!" Linda menatap Agam, dan pria itu sedang menatap kacang polong.
"Anda? Bukan, maksud saya yang lucu itu kaca polong."
Agam mengulum senyum. Padahal Agam merasa lucu karena melihat ekspresi Linda yang terlihat ingin menyegerakan memakan menu buatannya.
"Perasaan tidak ada yang aneh."
Linda mendekat pada baki makanan tersebut untuk sejenak mencari kelucuan si kacang polong. Semakin mendekat aromanya semakin menggoda.
"Kruwuuk," suara keramat itu berbunyi lagi.
"Tidak, saya tidak mendengar apa-apa," kata Agam.
"Perut ini ...." Linda kembali ingin menekan perutnya.
"Jangan," kata Agam.
"Saya takut --." Tidak jadi berbicara, ia takut Linda marah.
Linda juga faham, tapi ia tak mengatakan apapun.
"Terima kasih, sepertinya enak," ucapnya.
"Sama-sama, saya permisi, selamat menikmati," Agam berlalu.
Deg, terkejut saat Linda memanggilnya.
"Tungguu."
"I-iya, ada apa?" tapi dia tidak menoleh.
"Adakah yang bisa meminjamkan saya baju?" tanyanya ragu.
"Ada, untuk sementara saya akan meminjamkan baju adik saya. Ada banyak baju baru yang belum dia pakai." Agam berlalu dan tentu saja tanpa menoleh.
"Jadi dia punya adik?" gumam Linda sesaat sebelum ia mulai menikmati menunya. Kehidupan keluarga Agam memang jarang terekspos media.
Nyam, setelah berdoa, ia mulai mengunyah.
"Enaaak," decaknya.
"Pasti bukan dia yang masak, gak percaya." Mengunyah sambil mengoceh.
"Kenapa bisa pas? Kacang polong kan kesukaan aku." Kebiasaan berbicara sendiri mulai kambuh.
.
.
"Gama, ini Kakak." Kata Agam saat berada di depan pintu kamar Gama. Kamar itu berdampingan dengan mushola.
Dilihatnya jam yang melingkar di tangan kanananya. Pukul 00.08 waktu setempat.
"Dia pasti sudah tidur," gumamnya. Karena tidak ada pilihan lain, Agam akhirnya mengambil bajunya sendiri yang belum pernah dipakai.
Pasti gak cukup sih, tapi bahan ini nyaman digunakan untuk tidur. Batinnya.
Tapi ... bawahnya? Agam berpikir.
Ya sudahlah. Agam memijat batang hidungnya.
Ia mengetuk kamar yang ditempati Linda setelah mendapati baju yang cocok.
"Jika tidak nyaman tidak usah dipakai, ini baju saya. Tapi demi Tuhan, saya tidak pernah memakainya," ia mengulurkan tangan saat Linda membuka pintu. Agam tetap di luar, maksudnya agar Linda merasa nyaman.
"Saya ambil." Mengambil cepat.
Bruk, langsung menutup pintu. Lumayan kencang hingga Agam terlonjak.
Linda mamperhatikan baju tersebut. Sebuah kaus biasa namun didesain oleh perancang kelas dunia. Ia baru saja menghabiskan makanannya satu menit sebelum Agam mengetuk pintu.
Linda menatap baju yang diberikan Agam, dan Agam sedang menatap pintu yang tadi ditutup oleh Linda.
Kini keduanya sedang menatap langit-langit kamar mereka masing-masing, merenungi semua kejadian yang telah terlewati hari ini seraya memejamkan mata.
Linda kembali menangis. Saat ia menyalakan ponsel, ada ratusan pesan dan puluhan panggilan. Ia bingung harus membuka yang mana dulu. Ia juga takut jika pesan-pesan itu menyudutkannya.
Setelah ia yakin barulah ia berani membuka pesan dari ayah Berli.
"Nak, maaf. Maaf Ayah tidak bisa jenguk kamu. Maaf Ayah tidak bisa membantu kamu. Di hari kamu diciduk, pada malam harinya produser eksekutif dan manajer produksi datang ke rumah kita. Mereka datang atas perintah pemimpin redaksi. Nak, rumah kita disita. Jadi, Ayah, Ibu dan adik kamu untuk sementara waktu tinggal di kedai. Untuk alasan disitanya, Ayah belum bisa menjelaskan."
Linda lalu berusaha menelepon ayah dan ibunya, tapi tidak aktif. Ada puluhan panggilan dari manajer produksi, tapi mereka tak memberikan pesan. Pemimpin redaksipun menghubunginya, namun tidak menulis pesan apapun. Satu-satunya orang yang bisa ia hubungi untuk saat ini adalah Bagas Permana, manajer pribadinya.
Tapi, ini sudah malam, Bagas pasti sulit ditelepon. Kalau sudah tidur, pria itu seperti bangkai. Bagas adalah adik kelas Linda saat mereka sekolah mengah atas. Tapi usianya seumuran dengan Linda.
Linda memilih Bagas menjadi manajernya karena ia simpati. Bagas sulit mendapatkan pekerjaan, tapi memilih menikah muda dan saat ini sudah mempunyai dua orang anak yang masih kecil-kecil.
Linda menangis memeluk guling. Kamar ini begitu asing, matanya kembali kesulitan untuk terpejam. Penyesalan kian menggunung dan iapun kembali berandai-andai.
Andai ia tidak menyetujui permintaan tuan Yohan. Andai ia tidak mencaci-maki seorang Agam, andai pria itu tidak merenggut kesuciannya.
Dan andai yang paling memalukan adalah andai saat itu ia bisa menahan dirinya sendiri hingga tak sampai melenguh-lenguh, memeluk punggungnya dan membelai rambutnya. Terkesan jika pada akhirnya ia juga menginginkan diperlakukan seperti itu.
"Tidaaak," teriaknya.
"Huuu ... ayah ... ibu ... Yolla ... Yolli ...."
Sambil menangis, ia lalu membuka berita terbaru tentang program acara News and Crime yang biasa ia bawakan. Terkejut saat ia mengetahui jika Deasy Monickta atau biasa dipanggil Monik telah menggatikan posisinya.
Monik adalah sahabat sekaligus rekan kerja yang pernah menghianatinya. Moniklah yang menjebak dan mempertemukan dirinya dengan politisi itu.
"Monik, kamu pasti bahagia sekarang," gumamnya.
Linda kembali terisak, saat sebuah artikel memberitakan jika dirinya saat ini telah hilang secara mendadak. Motif hilangnya diduga frustasi akibat skandalnya dengan seorang politisi berinisial RP.
Satu hal lagi, karena diduga melanggar kontrak kerja dengan TV KITA, dirinya dikabarkan telah menjual rumah orangtuanya sebagai salah satu jaminan untuk membayar denda.
"Ya Rabb, apa ini ada hubungannya dengan info dari Ayah? Ayah bilang sekarang tinggal di kedai. Kenapa jadi begini sih? Agaam semua gara-gara kamu, aku benci kamu, benciii, huuks ...."
Dan ternyata ....
Di luar kamar itu Agam bisa mendengar tangisan Linda. Karena sulit tidur, Agam memutuskan untuk membaca buku di perpustakaan.
"Bu Linda buka pintunya," tegasnya.
Deg, LB terkejut lalu mendekat ke arah pintu.
"Apa kamu puas, hahhh? Kamu sudah menghancurkan hidup saya," teriaknya tanpa membuka pintu.
"Ayo kita buat perjanjiannya malam ini juga," kata Agam dari luar.
"Kamu yang merilis berita buruk tentang saya, kan?!" kata Linda, masih berlindung di balik pintu.
"Berita apa?! Aku tidak melakukan apapun kecuali meminta polisi untuk menyembunyikan kamu, ayo buka pintunya. Kita bicara," tegas Agam.
"Tidak, untuk saat ini saya tidak mau bertemu dengan Anda," tegasnya.
Dan Agam memilih menjauh dari kamar tersebut setelah mendengar jika isakan Linda semakin lirih, mengecil dan mengilang. Yang tersisa hanya kesunyian malam menjelang pagi, denting jarum jam dinding, dan semilirya kesejukan yang berasal dari mesin AC di beberapa sudut ruangan.
Agam memilih membuka laptopnya setibanya di kamar. Ia mulai mengetik poin-poin perjanjian. Ia terinspirasi membuat sebuah perjanjian dari seorang gadis remaja yang saat ini telah menjadi istri dari sahabat sekaligus atasannya.
...Surat Perjian ABB dan LB...
"LB dalam pengawsan ABB sampai siklus bulanan LB tiba."
"Tempat pengawasan adalah rumah ABB."
"Jika LB tidak hamil, maka LB akan segera operasi."
"Biaya operasi seratus persen ditanggung ABB."
"ABB bertanggung jawab untuk membantu LB bekerja kembali, mengganti rugi semua denda selama LB tidak bekerja, dan menanggung seluruh biaya hidup keluarga LB."
"Jika LB hamil, maka ...."
Sejenak Agam berpikir, jemarinya terpaku begitu saja di atas keyboard.
Jika kamu hamil, maukah kamu menikah denganku? Tapi ..., kamu teramat membenciku. Aku tidak bisa memaksakan seseorang yang tidak mencintaiku menikah denganku.
Batin Agam berkecamuk. Sungguh, dari saat itu hingga saat ini, ia menyukai LB. Tapi ..., cintanya tak terbalas. LB membencinya. Ia membuang napas panjang, ujung jemarinya mulai bergerak.
"Jika LB hamil, maka akan dibicarakan lagi nanti."
"Selama ada di rumah ABB, LB tidak boleh berkomunikasi dengan siapapun kecuali dengan ABB dan seizin ABB, jika LB melanggar, maka ABB berhak mengambil sikap."
Print ....
Ia merangkak ke tempat tidur, masih merenungi nasib dirinya. Agam berusaha mengumpulkan energi untuk menghadapi ibu dan adiknya. Ia harus jujur pada ibu tentang kesalahannya. Ia harus memberikan pengertian pada Gama. Dan ada satu hal lagi, bagaimana dengan para pekerja di rumahnya? Apa bisa menjaga rahasia.
Agam kembali kalut. Ia lalu beranjak untuk mencuci tangan dan mengganti verban lukanya. Ia terlihat terampil, seperti sudah terbiasa. Tak ada masalah apapun pada bekas lukanya, tidak dibungkuspun sepertinya tidak apa-apa. Agam bersyukur, karena ia baik-baik saja. Nanum ia belum bisa melakukan push up sebelum tidur.
***
"Bu ... maaf ...."
Setelah shalat Subuh berjamah di musholanya. Ia meraih tangan Ibu dan menciumnya lama. Kepala Agam terlihat menempel di pangkuan Ibu yang masih duduk bersimpuh dan belum melepas mukenanya. Sementara Gama sudah pergi sedari tadi.
Ibu Nadia membiarkan kepala Agam berlama-lama di pangkuannya. Ia membelai rambut indah putra sulungnya dan berkata, "Apa calon istrimu sudah ada di sini?"
Kepala yang dibelainnya mengangguk.
"Apa?! Kenapa kamu tak cerita?! Ibu mau bertemu dia. Siapa dia, Nak?!"
Ibu mengangkat bahu gagah putranya yang terlihat kokoh. Menatap Agam dengan mata berbinar. Tak percaya jika putranya benar-benar serius.
"Ibu ... ada yang harus aku jelaskan. Tapi ... ini mungkin sulit untuk Ibu terima. Aku tidak akan memaksa ibu untuk memaafkan aku. Tapi please, beri aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya Bu .... Aku tahu yang aku lakukan adalah dosa besar, tapi ... aku ingin bertaubat. Aku --."
"Ssstt, apa maksudmu, jangan bertele-tele, cepat katakan."
Mata Ibu Nadi sudah menyiratakan kepenasaranan dan kesedihan, ia bahkan sudah memegang dadanya untuk berjaga-jaga.
Agam tertunduk, ia meraih kembali tangan Ibu dan meletakkan di dadanya. Ia berusaha menatap bola mata sendu sang Ibu yang tengah berusaha berpaling darinya.
"Aku berat untuk mengatakannya, tapi ... aku tidak punya pilihan lain," ujarnya. Kini matanya dan mata Ibu sudah bertemu.
"Cepat, katakan!" Ibu mulai tegas.
"A-aku memperkosa ...."
"APA?!" seketika ia menepis tangan Agam, langsung bersujud dan menangis.
"Huuu ... Ya Allah ...," jeritnya.
"Maaf Bu ...." Memegang bahu Ibu.
Ibu menepis, ia menggerakan bahunya berkali-kali, tangisannya semakin kencang, hingga Gama datang dan menuding kuat bahu Agam.
"Kakak apakan Ibu?!" bentaknya.
Gama meraih tubuh Ibu, Ibu menangis dalam dekapan Gama.
"Ibu ... aku belum menjelaskan semuanya. Gama, kamu pergi dulu, Kakak mau bicara empat mata dengan Ibu," kata Agam.
"Tidak! Aku di sini saja. Aku juga sudah besar, aku berhak tahu!" tegasnya.
"Gama! Kakak bilang kamu ke luar dulu!"
Agam meraih Gama dengan kekuatan penuh hingga Ibu terlepas dari dekapan Gama. Agam menyeret Gama. Terjadilah pertarungan kecil kakak beradik.
"Cukuuup! Kalian mau membunuh Ibu ya?!" teriak Bu Nadi.
Agam terdiam, tak ayal satu pukulan kuat dari Gama mendarat mulus di dadanya. Agam biasa saja, dadanya sudah sesak dan sakit sejak lama, pukulan itu seakan tidak ada artinya.
"Benar apa kata kakakmu. Kamu ke luar!" teriak Ibu.
"Ta-tapi Bu ...," Gama mematung.
"Gamaaa," mata Ibu mendominasi dan menyudutkan.
"Ba-baik aku ke luar."
Dengan wajah kesal dan tangan yang masih mengepal, Gama meninggalkan mushola.
"Jangan sampai adik kamu tahu kalau kamu melakukan perbuatan hina itu," suara Ibu terdengar gemetar.
"I-bu yang salah, I-Ibu tidak bisa membimbing dan menjaga kamu. I-Ibu pikir kamu anak baik, ta-tapi ... huuks .... Ke-kenapa Nak? Kenapa kamu melakukannya? Apa kamu sengaja ingin membunuh Ibu?!"
Dengan terbata-bata sambil meraih kembali tangan Ibu, ia menjelaskan semuanya. Sepanjang Agam bercerita, Ibu terus terisak sambil memegang dadanya. Ibu merasa sakit mendengar anaknya dicaci dan difitnah, tapi Ibu tidak membenarkan perbuatan Agam mencuri kesucian seorang gadis.
Ibu meraung-maraung, dan saat itu pula, Agam menarik kaki Ibu dan bersujud pada tempat di mana surga itu berada.
"Maaf Bu .... Maafkan aku, kelak hanya aku yang akan mempertanggungjawabkan kesalahanku. Aku tidak akan menyeret nama Ibu dan ayah di hadapan Tuhan. Ini murni kesalahanku. Ibu dan ayah telah mengajariku pendidikan agama, moral dan akhlak, Ibu dan ayah sudah menjalankan kewajiban. Ini murni kesalahanku."
Agam memeluk erat kaki Ibu. Walaupun ia tidak menangis, tapi percalah batin pria tampan itu sangat terluka dan menderita. Kaca mata Agam terlepas saat Ibu menarik kakinya.
"Istilah surga di telapak kaki Ibu itu untuk Ibu yang lain, bukan kakiku," jelasnya.
Agam meraih kembali kacamatanya dengan tangan gemetar.
"Sampai kapanpun Ibu tidak akan memaafkanmu, tapi Ibu akan memberi kesempatan untuk kamu bertanggung jawab. Di mana dia? Ibu mau bertemu dan berbicara, siapa dia? Anak siapa?"
"I-Ibu mengenalnya, tapi dia tidak mengenal Ibu."
"Maksudmu?!"
"Wanita itu, LB ...."
"APA?! LB?! Presenter LB?!"
Bibir Ibu kembali menganga, informasi dari Agam kembali menohok dan mengoyak hatinya.
"Ya, Bu. Benar, dia LB. Linda Berliana."
"Huuks ...." Ibu kembali menangis.
❤❤ Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 236 Episodes
Comments
zainiyah hamid
msh d sini.... baca nya santui sambil meresapi alur cerita.. 🤭
2022-03-03
0
azzahra
makin seruuu
2021-04-04
0
indah77
semoga LB sama ibu nya agam bisa terbuka.. 😣😣
2021-04-03
2