"Huuu ...."
Linda terus terisak saat ia memakai bajunya untuk menemui polisi.
"Agam bajingan, kamu jangan mati dulu. Kamu harus bicara dan bersaksi pada polisi kalau aku tidak bersalah. Ya Allah, kenapa aku harus terlibat masalah dengan dia sih?" keluhnya.
Linda semidu-midu, ia lalu merapikan tasnya yang berantakan dan memastikan kartu kredit unlimited itu tidak tertinggal.
"Akaaa."
Yolla dan Yolli berteriak histeris dan berhambur dari pelukan Bu Ana saat melihat kakak mereka datang.
Linda sudah berada di ruang tamu. Ia siap dengan kemungkinan terburuk ditangkap polisi dan mendekam di penjara. Namun yang jadi permasalahan adalah ... bagaimana dengan TV KITA? Besok pagi, dia ada jadwal live on air.
LB adalah seorang news anchor atau presenter alias penyiar di TV KITA. Jika LB tidak ada kabar, bagaimana dengan pertanggungjawabannya pada pimpinan redaksi, manajer produksi dan produser eksekutif?
Seketika kepala Linda menjadi dizziness alias pusing atau pening.
"Yolla, Yolli, Aka kangen."
Ia memeluk adik-adiknya yang lucu dan menggemaskan. Rambut pendek mereka dikuncir dua dengan ikat rambut berwarna-warni.
Sementara Joey dan dua temannya menatap terpukau ke arah Linda. Mimpi apa mereka semalam? Kok bisa dapat buruan secantik dan semolek ini? Apa mereka akan tega memasukan LB ke dalam sel?
LB, aslinya lebih cantik, batin Joey.
LB, aku rela menanggalkan seragamku demi kamu. Batin polisi yang lainnya.
LB, aku rela dipenjara seumur hidup, asalkan satu sel dengan kamu. Polisi yang lain lagi tak kalah lebaynya.
"Aka, mana bonekanya?" tanya adik kembarnya. Entah Yolla atau Yolli, sebab mereka tiada beda.
"Nanti kalau Aka libur, Aka belikan ya." Masih memeluk keduanya, airmatanya kembali berurai.
Bu Ana dan Ayah Berli mengatupkan bibir menahan terjangan rasa pilu yang saat ini tengah menggedor batinnya.
Ting, Joey tersadar. Ia mengerjap. Kenapa wibawa mereka seakan menciut di hadapan LB? Tidak, ini tidak benar. Joey berdiri tegap berusaha menampilkan wibawanya sebagai seorang polisi.
"Ehem, Bu LB. Kami terpikat, eh maksud saya Anda kami tangkap."
Joey menyodorkan surat izin penangkapan. Joey mengutuk dirinya sendiri, bisa-bisanya lidahnya sendiri menghianatinya. Dua temannya menutup mulut menahan tawa.
"Jangan bawa Aka. Tak boleh."
Salah satu adiknya berlali ke arah Joey, langsung memukul kaki Joey dengan bonekanya.
"Yolly," tenyata Linda hapal benar yang mana Yolla, yang mana Yolli.
"Aka ke kantor polisi karena ingin membantu polisi menangkap penjahat, Aka hebat, kan?" ujarnya. Linda menarik tangan Yolli.
"Jadi Aka sebental lagi pulang?" tanya Yolla yang masih belum bisa mengatakan "R."
"Iya, sayang ...." Membelai rambut Yolla dan Yolli. Hatinya berdesir.
"Pak, mau dibawa ke kantor polisi mana anak saya?" tanya Ayah Berli.
Ia memberanikan diri untuk bertanya. Sebenarnya, ia tidak benar-benar tak mau melihat putrinya. Sedangkan Bu Ana diam seribu bahasa.
"Akan kami bawa ke kantor pusat resor kota."
"Ke Metro ...." Bu Ana terperangah.
"Betul," jawab Joey.
"Ibu, Ayah ...."
Linda mengulurkan tangan pada ayah dan ibunya. Sayang seribu sayang. Ayah dan ibunya tidak menerima uluran tangannya.
"Pergilah, selesaikan urusanmu, Ayah hanya bisa membantumu dengan doa. Kalau kedai sepi, Ayah akan menjengukmu." Ayah Berli berlalu. Ia tidak menghiraukan Linda yang memanggil-manggil namanya.
"Ayah ... Ayah ... tunguuu, teriak Linda.
Walau grogi, Joey segera menahan bahu indah sang idola.
Ayah Berli masuk kembali ke kedai, menundukkan kepalanya di sana menghadap buah-buah yang belum terjual hari ini.
Yaa Rabb, cobaan apalagi ini? Bulan lalu putriku terlibat masalah dengan anggota parlemen, sekarang dengan sekretaris HGC. Maafkan ayah, Nak. Bukannya ayah tidak mau membantu kamu. Ayah hanya bingung harus melakukan apa. Kita orang kecil, tapi kamu ... kamu putri cantik kebanggaan ayah.
Ada linangan bening di sudut matanya, hatinya sudah menangis sedari tadi. Ayah Berli lalu membuka tirai untuk mengintip apakah Linda sudah dibawa polisi atau belum.
DEG, hatinya rapuh remuk redam. Di halaman rumah, ia melihat Linda memeluk istrinya yang mematung. Sementara dua orang polisi tampak menggendong Yolla dan Yolli yang menangis histeris.
"Aku pecundang," gumamnya.
Satu bulan yang lalu, saat Linda menolak lamaran politisi itu, ia masih ingat dengan ancaman seorang ajudan. Ajudan itu berkata, "Cepat atau lambat, karier putri Anda akan hancur karena sudah berani menolak lamaran bos saya."
Ayah Berli mengira jika kejadian yang terjadi dengan Linda saat ini, ada hubungannya dengan politisi tersebut.
"Akaaa ... hwaaa," teriak Yolla dan Yolly saat tangan Linda di tarik oleh Joey untuk masuk ke dalam mobil patroli.
"Ibu, Yolla, Yolli, doakan Aka yaaa," Ia melambaikan tangannya di balik kaca.
Dengan cepat Ibu menuntun si kembar masuk ke dalam rumah. Yolla dan Yolli masih monoleh saat mobil polisi mulai melaju. Namun Ibu sejak awal tak mau lagi menoleh ke arahnya. LB menangis. Joey menatapnya lekat, tak menyangka jika hari ini ia akan menangkap idolanya sendiri.
.
.
.
.
"Mau tissue?"
Joey memberikan tissue. Ia duduk berdua di kursi penumpang. Dua temannya di depan. Satu mengemudi, satu lagi tak berhenti menatap Linda dari kaca spion.
"Bapak tidak memborgolku?" tanya Linda.
"Em, Anda sepertinya proaktif, dan kooperatif. Jadi, kami putuskan tidak memborgol," jelas Joey.
Padahal, alasannya tidak memborgol karena tak tega melihat tangan yang indah dengan henna merah di kukunya itu tiba-tiba lecet.
"Apa dia sudah dibawa ke rumah sakit?" tanyanya sambil menatap ke jalan raya. Hari sudah malam, lampu-lampu jalanan sudah menyala.
"Dia? maksud Anda pak Agam?" tanya Joey.
"Ya, si breng ---." Bibirnya langsung mengatup.
"Pak Agam sudah dibawa ke rumah sakit. Oiya ada hubungan apa antara Anda dan pak Agam?" Joey mulai mengintrogasi.
"Dia musuhku," tegasnya yakin.
"Musuh? Wah pantas saja Anda menusuknya." Pernyataan tertutup, dilakukan seorang polisi atau pengacara sebagai jebakan. Polisi di depan sedari tadi sudah merekam percakapan dirinya dan LB.
"Aku tidak menusuknya, dia yang melukai dirinya sendiri."
Fakta satu terekam. Joey tersenyum, menatap idolanya tanpa berkedip.
"Ooh, ya. Saya bisa menerima keterangan Anda. Secara, pak Agam adalah pemilik sabuk hitam tingkat 9, level tertinggi lho," jelas Joey seperti membanggakan seorang Agam.
"Level 9? I don't care. I hate him," gerutunya.
"Dia kuat, kaya dan tampan, he's the perfect guy (dia pria sempurna)." Joey masih melakukan trik jebakan, karena ia memiliki feeling jika Agam ada hubungan spesial dengan LB.
Saat ia datang ke TKP, ia jelas-jelas melihat Agam tidak memakai baju, dan baju Agam ada di kamar mandi. Saat melakukan pertolongan pertama, ia juga meliat di punggung Agam bekas cakaran kuku.
Ada satu fakta lagi yang ternyata dicurigai oleh Joey, ia melihat ada bercak darah di sisi lain bedcover yang posisinya terpisah dari simbahan darah yang berasal dari tubuh Agam. Namun sayang, timmya yang lain tidak ada yang sependapat dengannya. Timnya yakin jika bercak darah kecil itu masih bagian dari darah Agam.
Ya dia memang kuat, jika dilanjutkan lagi, mungkin aku bisa mati. Batin Linda.
"Ucapan saya betul, kan?" masih menatap.
Serius, LB termasuk tipe kecantikan yang tak bosan untuk dipandangi. Benar-benar memukau. Joey berdecak kagum dalam hatinya.
"Aku tidak peduli dengan dia, aku membencinya," tangan Linda gemetar.
"Rico, menepi," kata Joey.
"Siap, Pak."
"Mau ke mana?" tanya Linda.
"Saya mau mengajak Anda makan di kafe itu," menunjuk ke luar.
"Apa?! Bapak yakin? Aku target operasi kan?"
"Hahaha, Bu LB tenang saja, kasus ini dirahasiakan, tidak ada satu orangpun yang mengetahui jika sekretaris HGC kritis. Nih, dia sedang tugas ke luar kota." Joey memperlihatkan sebuah artikel online pada Linda.
"Terus kenapa aku harus ditangkap?"
"Sesuai dengan perintah Tuan Muda, Bu LB akan kami amankan sampai pak Agam siuman. Kasus akan disidangkan setelah kita mendapat keterangan dari pak Agam."
"A-apa?! Tu-Tuan Muda siapa yang Bapak maksud?!" Linda semakin ketakutan.
"Tuan Muda Deanka Kavindra Byantara."
"Apa?!" Kecurigaannya ternyata benar.
Tidak mungkin. Linda semakin kalang kabut.
"Pak, tolong aku."
Tiba-tiba memegang tangan Joey yang seketika itu juga jiwanya meremang karena dipegang gadis cantik.
"Ya, ada apa?" Pura-pura tegas.
"Tolong beri aku waktu untuk meminta izin pada pimpinan redaksi TV KITA. Pak, besok pagi aku harus on air, please ...."
Gila, dia cantik sekali.
"Mohon maaf Bu LB, saya tidak bisa membiarkan Anda bertemu dengan siapapun. Kata pak Komandan, sampai pak Agam sadar, Anda adalah tahanan kami."
"Pak, kalau aku tidak ada kabar, aku bisa dipecat." Linda mengiba.
Ingin rasanya Joey memeluk LB. Tapi ia tidak mau juga seragamnya tercemar, ditambah dua pasang mata temannya di kursi depan sedang menatapnya dengan tatapan yang tidak dapat didefinisikan.
"Maafkan saya Bu LB. Saat ini, kata pak Komandan status Anda adalah orang hilang."
"Apa?! Hilang?!"
"Ya hilang, kami melakukan ini justru demi kebaikan Anda, maaf ponsel Anda kami sita." Joey merampas tas Linda.
"Kebaikan?! Tidak masuk akal!" teriaknya, marah.
"Ayo kita ke kafe itu, saya akan memesan privat place, uang pribadi," kata Joey.
"Tidak, aku tidak mau makan," jawab Linda dengan nada kesal.
"Rico, bungkus saja, kalian ke luarlah. Saya yang menjaga LB. Jangan lupa minta kwitansinya, jangan korupsi ya. Ingat, ada malaikat pengintai," tegas Joey.
"Modus," celetuk temannya. Mereka berdua kemudian turun dari mobil.
"Malam ini aku tinggal di mana?" tanya Linda.
"Di sel khusus wanita cantik, hehehe," jawab Joey.
"Aku serius Pak. Pokoknya kalau aku sampai dipecat oleh TV KITA, aku akan menyalahkan Bapak," ancamnya.
"Salahkan pak Agam, atau Tuan Muda," kilahnya.
"Anda polisi jahat."
"Apa?! Hahaha." Malah terbahak.
"Atasan Anda pasti telah disogok oleh Tuan Muda," ucapnya.
"Tolong hati-hati dalam berbicara, Bu. Ucapan Ibu barusan bisa saya pidanakan lho," ancamnya.
Hening, LB akhirnya memilih diam seribu bahasa, matanya kembali beredar. Kali ini menatap kendaraan yang lalu-lalang. Hidupnya saat ini benar-benar sepi dan sunyi seolah tak ada seorangpun yang peduli dengan keberadannya.
***
"Alhamdulillah, operasinya lancar."
Seorang dokter spesialis bedah keluar dari ruang operasi. Wajahnya sumringah.
"Alhamdulillah."
Seorang ibu paruh baya dan seorang remaja tampan yang berusia sekitar 19 tahun terlihat berpelukan di selasar yang menuju ke arah ruang opearasi.
"Putraku bisa diselamatkan, Dok?" Ibu tersebut memastikan kembali.
"InsyaaAllah, bisa. Putra tampan Ibu sangat luar biasa." Dokter tersebut mengacungkan jempol.
"Kapan Kakak saya bisa pindah ke ruangan biasa?" tanya si remaja tampan.
"Satu jam setelah pemantauan di ruang operasi, pak Agam akan kita pindahkan ke ruang perawatan."
"Gamaaa," panggil seseorang.
"Dokter Cepy?"
Remaja tampan yang namanya Gama itu kemudian berpelukan dengan pria yang dipanggil oleh Gama sebagai dokter Cepy.
"Sebenarnya apa yang terjadi pada dia?" tanya Ibu pada dokter Cepy saat mereka sudah berada di ruangan VVIP.
"Sabar, Bu. Tidak ada yang tahu pasti detailnya. Kita tunggu sampai dia sadar. Biarkan dia benar-benar pulih," kata dokter Cepy.
"Apa Tuan Deanka tahu?"
"Tahu, Bu. Dia sudah menyerahkan semua urusan pak Agam pada saya dan dokter Rama."
Mereka menatap Agam yang masih terpengaruh obat bius. Sepuluh menit yang lalu, ia baru saja dipindahkan dari kamar operasi. Wajahnya sudah mulai memerah dan segar.
Di alam bawah sadarnya, Agam tengah memeluk seorang gadis cantik berambut pendek. Agam menciumi tengkuk indahnya yang wangi, hangat, mulus dan halus. Tangan gadis yang kukunya berhenna merah itu membelai rambutnya. Ia dan gadis itu baru saja memadu kasih dengan panasnya di atas sebuah kasur yang berwarna putih seputih awan. Agam sangat bahagia, bibir tipisnya tesenyum-senyum.
Gama yang berdiri di sampingnya histeris.
"Buu, Kak Agam sudah sadar, dia senyum-senyum," teriaknya.
...~Tbc~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 236 Episodes
Comments
Ida Miswanti
hari gini polisi takut Malaikat Pengintai 🤭
2024-10-14
0
Haryanti Puji Rahayu
bagus tapi berat ceritanya mom Nyai,, tapi aku sukaa,,
2023-01-10
1
Kis Tatik
menangis lagi aku baca ini Nyai sungguh tak bosan bosan
2022-04-09
1