Sepanjang perjalanan, Arkana menatap lurus keluar jendela. Mengamati pohon dan rumah yang bergerak cepat meninggalkan mereka. Sejenak dia berfikir, mungkin seperti itulah hidup. Roda akan terus berputar, membawa suka dan duka sili berganti. Tak ada yang kekal dan abadi, apa yang datang pasti akan pergi.
Arkana memejamkan mata sejenak ketika wajah sendu sang bunda terlintas dibenaknya. Dia sangat merindukan senyum indah yang terukir diwajah lembut sang bunda. Entah kapan terakhir kali Arkana melihat senyum itu, dia bahkan sudah lupa. Bersamaan degan itu, wajah adik perempuannya pun muncul. Arkana masih ingat bagaimana imut dan manisnya adik kecilnya itu. Meski kala itu dia masih berumur 3 tahun, namun suara tangis dan tawa adik kecilnya masih sangat akrab dengan pendengarannya. Andaikan mereka masih bersama, mungkin kini mereka menjadi keluarga yang bahagia. Hidup sebagai keluarga yang lengkap, ayah, bunda, dirinya dan kedua adik perempuannya.
Tanpa sadar Arkana tersenyum dalam lamunannya. Maher yang melihatnya pun menepuk pelan pundaknya. Membawa Arkana kembali pada dunia nyata. Arkana menarik nafas dalam dan lagi-lagi tersenyum. Namun senyumnya kali ini terlihat pahit. Menghayal memanglah selalu bisa menciptakan kebahagiaan, namun hanya kebahagiaan semu.
“Apa lagi yang sedang kau fikirkan?” tanya Maher mengangkat alisnya.
“Memikirkan tentang keluarga yang sempurna.” Jawab Arkana tersenyum tipis.
“Seperti apa ya Kak wajahnya saat ini? Pasti dia tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik dan cerdas.” Lanjut Arkana mencoba menggambar dalam angannya.
“Entahlah, kakak juga tidak bisa menggambarkannya. Dulu dia masih sangat kecil dan imut. Bisa saja yang kamu katakan benar, sudah jangan membayangkan lagi. Kita hanya punya kenangan dan fotonya ketika berusia satu tahun. Mungkin sekarang dia sudah sangat berbeda, jadi sepertinya akan sedikit sulit mengenalinya saat ini.” Maher mencoba menjelaskan masalah yang akan menyulitkan mereka.
“Tapi aku yakin dia akan sangat menawan. Dulu saja saat kecil dia sangat imut, putih, rambutnya hitam dan senyumnya sangat manis. Saat ini pasti dia bertambah tinggi, cantik, rambut hitamnya panjang tergerai dengan kulit putih dan kaki jenjangnya.” Arkana mulai mendeskripsikan apa yang ada dibenaknya.
“Cletak!!.....” Maher menyentil kening Arkana. “Berhenti dengan hayalan liarmu itu.” Maher menasehati Arkana.
“Kenapa Kak, dia kan adikku. Jadi boleh saja dong aku memikirkannya?” Arkana mengusap keningnya sembari meringis.
“Belum tentu yang ada digambaranmu itu dia. Entah siapa yang ada dalam fikiranmu saat ini.” Maher menatapnya sembari menggelengkan kepala.
“Tentu saja aku membayangkan adikku sebagai gadis yang cantik.” Gerutu Arkana.
“Sudah aku tidak mau berdebat denganmu. Aku mau tidur sejenak, kalau sudah sampai bangunkan aku.” Lanjut Maher memejamkan matanya sembari melipat kedua tangannya didepan dadanya.
“Perjalanan kita tidak jauh Kak, kenapa kau malah tidur.” Sahut Arkana mendengus. Namun tak mendapatkan respon dari Maher yang sudah memejamkan matanya. Kemudian Arkana kembali membawa pandangannya keluar jendela.
“Alifa tunggu kakak menemukanmu dan membawamu pulang. Kita akan berkumpul kembali, dan kau pasti sangat senang memiliki adik perempuan seperti Zafiya yang berisik dan cerewet.” Batin Arkana tersenyum.
Beberapa saat kemudian kereta mereka telah berhenti distasius tujuan mereka. Arkana mengguncang tubuh kakaknya. Maher yang tidak benar-benar tidur pun langsung membuka matanya. Mereka lekas menggapai tas dan ransel mereka, bersiap turun dari kereta.
“Kota L kami datang.” Ucap Arkana lirih ketika menapakkan kaki untuk pertama kalinya dikota itu.
“Perjalanan kita akan segera dimulai. Persiapkan dirimu Arka.” Sambung Maher penuh semangat. Lalu dia melangkah lebih dulu meninggalkan Arkana.
“Aku sudah sangat siap Kak. Kota L bersiaplah, aku akan menyusuri setiap sudutmu untuk mengambil kembali adikku yang selama ini kau sembunyikan.” Kata Arkana dengan semangat penuh. Dia lekas menyusul Maher yang semakin jauh meninggalkannya.
Tak jauh dari mereka, Maher melihat dua orang pria yang mengenakan sarung, baju koko dan peci. Kostum ala anak pesantren. Maher langsung bisa menebak, jika mereka adalah orang-orang yang diutus untuk menjemput mereka. Maher mengajak Arkana menghampiri mereka yang terlihat celingak celinguk.
"Assalamualaikum, maaf mas-masnya dari pesantren Al Amin ya? Asuha Kiyai Hamid.” Maher bertanya dengan sopan.
“Waalaikum salam. Benar sekali Mas.” Jawab salah satunya singkat.
“Alhamdulillah, perkenalkan saya Maher dan ini adik sepupu saya Arkana.” Maher langsung mengulurkan tangan memperkenalkan diri.
“Maher??? Gu…ss Maher???” gumam lainnya mengamati mereka dari atas sampai bawah. Memang saat ini Maher dan Arkana berpakaian sangat modis ala anak muda jaman sekarang. Siapa yang akan percaya jika dua pria tampan dan modis ini adalah putra seorang Kiyai besar dan seorang penghafal Al Qur’an.
“Mas…. mas….” Arkana menyadarkan mereka sembari melambaikan tangan didepan wajah mereka.
“Ma… maaf Gus kami tidak mengenali Gus Maher. Saya Adam dan ini Farid.” Jawab Adam dengan gugup. Dia menggapai tangan Maher yang masih terulur dan hendak menciumnya.
“Jangan seperti itu, umur kita tak jauh berbeda, tak pantas jika Mas melakukan itu.” Maher lekas menarik tangannya. Dia tidak suka ada orang yang mencium tangannya, kecuali para adik-adiknya. Adam tersenyum canggung sembari mengangguk, lalu dia menyalami Arkana. Farid melakukan hal yang sama seperti Adam.
“Mari Gus kami bawakan tasnya. Pak Kiyai sudah menanti Gus Maher dan Mas Arkana dipesantren.” Ajak Farid mengambil alih tas mereka berdua. Maher mengangguk, kemudian mereka mengikuti langkah Adam dan Farid menuju mobil.
Selama perjalanan menuju pesantren Al Amin, tak ada yang bicara. Semua diam, hingga menciptakan suasana hening dan canggung diantara mereka. Maher dan Arkana saling bertukar pandangan. Lalu mereka menarik nafas dalam, tak tahan dengan suasana ini.
“Apa pesantren masih jauh?” tanya Maher mencoba memecah keheningan.
“Sebentar lagi sampai Gus.” Jawab Farid menunduk penuh hormat.
“Boleh aku minta sesuatu?” lanjut Maher terdengar serius.
“Tentu saja Gus.” Kali ini Adam yang menjawab dari balik kemudi.
“Jangan terlalu sungkan kepadaku. Mulai hari ini kita menjadi teman dan kalian bisa memanggilku Maher seperti Arka.” Maher mengatakah hal yang membuat Adam dan Farid terkejut.
“Maaf Gus kami tak berani.” Sahut Farid lirih.
“Sudahlah kalian tak perlu takut. Ini hanya diantara kita, apa kalian tidak mau berteman dengan kami? Lagi pula kami orang baru disini dan belum punya teman.” Lanjut Arkana ikut membujuk.
“Tentu saja kami sangat senang jika Gus Maher dan Mas Arkana menganggap kami sebagai teman. Tapi untuk panggilan kami tak berani mengubahnya.” Kali ini Adam mencoba memberi penjelasan.
“Baiklah kalau kalian tidak bersedia, maka lupakan tentang pertemanan.” Jawab Maher dengan tegas.
“Bukan begitu Gus, tapi kami hanya santri biasa.” Farid mencoba meluruskan.
“Memang apa bedanya, disana nanti kami juga akan menjadi santri seperti kalian. Jika kalian setuju, ayo kita berteman dan aku janji tidak akan ada orang yang tahu tentang ini. Ini hanya diantara kita.” Lanjut Maher menawarkan kesepakatan.
“Baiklah Gus…..” akhirnya mereka kalah. Maher berdehem mendengar panggilan untuknya. Arkana menahan tawanya, melihat acting kakaknya yang bersikap keras kepala.
“Emm… maksudku Maher.” Farid mengulangi panggilannya.
“Itu baru benar. Senang berteman dengan kalian.” Sahut Arkana memecahkan tawa mereka. Meski masih canggung, Farid dan Adam tersenyum senang. Mereka mengagumi sosok Maher yang sangat rendah hati, dan mau berbaur dengan siapa pun tanpa memandang status dan kedudukan.
Hari pertama di kota L, Maher dan Arkana langsung mendapatkan dua teman sekaligus. Bukan hal yang buruk, apalagi Adam dan Farid terlihat sebagai santri yang sangat baik. Sepertinya berteman dengan mereka bukanlah pilihan yang salah. Mereka berharap dengan adanya Adam dan Farid, akan mempermudah mereka mengenal kota L.
.
.
Bersambung.....
.
.
.
Jangan lupa Like, vote, komen dan hadiahnya ya readers. Rate bintang 5 juga. Mari saling membantu dan mendukung.Terimakasih, salam hangat
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Rosita Husin Zen
certanya lebih menarik tentang anak anak mereka ...semoga cepet di pertemukan adek angkatnya arka ....lanjut
2021-06-23
2
Az zahra
lanjut thor
2021-03-24
1
Sayapperi29
semagat kak aku udah like.
salam
Dinda dalam senja
2021-03-24
1