FOLLOW INSTAGRAM AKU YAH TEMEN-TEMEN
@n.lita.s DI SANA AKU BAKALAN SHARE NOVEL-NOVEL AKU JUGA SPOILER :-)
***MAKASIHHH...
**************************************************************************************
Percakapan Jordan dan Daddy Raka membuat Jordan kepikiran. Kenapa Salsa menjual rumahnya? Apa dia memang sedang kesulitan uang? Tapi kenapa dia tidak memberitahu Jordan?
“Gue harus ke rumah Salsa sekarang!” Jordan menyambar kunci mobilnya di atas nakas dan berjalan keluar dari kamar.
Dia terlihat terburu-buru menuruni anak tangga hingga membuat mommy Ayu menegurnya.
“Mau kemana? Kenapa buru-buru?” tanya mommy Ayu yang berpapasan dengan Jordan di anak tangga paling bawah.
“Ke rumah Salsa, mom,” Jordan menjawab sembari mengangkat tangannya mencium punggung tangan mommy Ayu berpamitan.
“Hati-hati di jalan,” teriak mommy Ayu pada putranya yang sudah melesat jauh.
“Mau kemana dia?” tanya Daddy Raka. Entah kapan datangnya Daddy Raka sudah berada di belakang mommy Ayu.
“Ke rumah Salsa.”
“Ow, mungkin karena pertanyaan mas tadi Jordan langsung menemui Salsa,” ucap Raka menduga.
“Memang mas tanya apa ke Jordan?” Ayu penasaran pasalnya Raka belum menceritakan apapun padanya sejak pertemuan mereka sore tadi.
“Mas cuma nanya kenapa Salsa mau jual rumahnya,” jawab Raka sembari berlalu menuju lantai dua.
Ayu mengekor di belakang Raka karena penasaran, dia bertanya, “mas tau dari mana rumah Salsa mau di jual?”
“Aku kapan itu ketemu Pak Dani, beliau cerita lagi mencari pembeli rumah. Pas aku tanya ternyata rumahnya pak Damar,” terang Raka.
“Woo, Jessi tau nggak yaa,” gumam Ayu lirih.
Disisi lain Jordan mengemudikan mobilnya menuju rumah Salsa, namun, di perjalanan Kris menelepon. Dia terpaksa berputar arah dan menunda rencananya menemui Salsa. Jordan lebih dulu menemui Kris untuk mengurus pekerjaan.
“Kenapa selalu saja mengubah jadwal?” Protes Jordan pada Kris. Klien nya meminta bertemu padahal sudah malam. Dia baru saja menginjakkan kaki di hotel, tempat dia dan kliennya akan bertemu. Sedangkan Kris sudah lebih dulu sampai beberapa saat yang lalu.
“Maaf, tuan, Mr. Park memaksa untuk bertemu malam ini, beliau mengancam akan membatalkan kerja sama jika anda menolak bertemu malam ini,” jelas Kris.
“Sungguh menyebalkan.”
“Disini tempatnya, tuan.” Mereka tiba di depan ruangan dimana Mr. Park menunggu.
Jordan memberikan arahan dengan gerakan mata agar Kris mengetuk pintu. Beberapa saat kemudian pintu terbuka dan Jordan masuk. Mereka di sambut hangat oleh Mr. Park dan asistennya.
Selama tiga jam Jordan berbincang dengan Mr. Park. Seperti biasa, Jordan selalu bisa meyakinkan kliennya untuk bekerja sama dengan perusahaannya. Jordan tidak pernah gagal dalam bernegosiasi.
“Sudah malam tuan, apakah anda akan menemui nona Salsa sekarang?” Kris mengingat Jordan akan menemui Saslsa saat dirinya menelepon Jordan.
Jordan melirik jam tangannya sudah terlalu larut untuk bertamu, apalagi Salsa hanya tinggal sendiri. Bisa-bisa Salsa mendapat cibiran dari tetangga apabila Jordan bertamu di jam tengah malam.
“Tidak, aku akan pulang saja.”
“Saya antar, tuan.”
“Kau pulang saja, lagi pula aku bawa mobil.”
“Baik, Tuan.”
Keesokan harinya, hari Minggu di rumah Salsa.
Hasil penjualan mobil dan motor langsung Salsa serahkan pada pak Dani selaku pengacara nya untuk mengurus hutang-hutang papa Damar yang lain, termasuk hutang satu milyar di tempat rentenir.
Sekarang Salsa tinggal mengurus hutang lima milyar di bank yang belum terselesaikan. Hutang itu akan Salsa lunasi setelah mendapat uang dari hasil penjualan rumahnya.
“Bagaimana Bu, apakah ibu tertarik untuk membeli rumah ini?” Salsa memandu langsung calon pembeli rumahnya di dampingi oleh pak Dani dan Tania.
Ibu Dewi adalah orang kedua yang sudah melihat Rumah Salsa hari ini. Beliau adalah kenalan dari pak Dani.
“Saya lumayan tertarik sih mbak, tapi, untuk deal nya saya bicarakan sama suami saya dulu ya mbak!”
“Baik, Bu. Kalau bisa saya tunggu jawaban secepatnya ya Bu, soalnya sedang Bu, hehe,” ujar Salsa sembari bergurau. Bu adalah singkatan dari butuh uang.
“Ya, nanti saya langsung kabari pak Dani. Karena suami saya di luar negeri, baru pulang besok. Jadi, maksimal lusa saya kasih kabar tidak papa ‘kan?” Tawar Bu Dewi. Salsa melirik sekilas pada pak Dani meminta pendapat dan pak Dani menganggukkan kepala.
“Baik, Bu. Tidak papa saya tunggu kabarnya lusa.”
“Padahal bagus lho mbak rumah nya, sayang sekali mau di jual,”
“Yaa, terpaksa, bu. Mau bagaimana lagi?” Sahut Salsa dengan sedih.
“Sabar yaa mbak, memang sudah kewajiban kita-kita untuk membayar hutang orang yang sudah tiada. Dulu saya sama suami saya juga bayarin hutang alm. Eyang saya banyak mbak. Alhamdulillah kalau kita ikhlas, rejeki nanti di ganti sama Allah.” Nasihat bu Dewi pada Salsa.
“Iya bu. Insyaallah saya ikhlas. Yang penting papa saya tenang di sana bu, urusan duniawi yang papa tinggalkan termasuk hutang-hutang papa, saya yang tanggung jawab, bu.”
Bu Dewi menepuk-nepuk bahu Salsa dengan lembut. Dia merasa iba pada gadis muda dihadapannya itu, masih muda sudah harus menanggung hutang yang jumlahnya tidak sedikit.
“Ini foto copy sertifikat nya bu, bisa ibu lihat. Termasuk keterangan luas tanah dan bangunan, dan juga foto copy pembayaran pajak nya,” pak Dani menyerahkan amplop coklat berisi foto copy surat-surat kepemilikan rumah.
Setelah berkeliling rumah, mereka mengobrol di ruang tamu sembari menikmati teh panas dan pisang goreng yang di buat oleh Tania. Hingga pukul 16:00 WIB, Bu Dewi dan pak Dani akhirnya pamit pulang.
“Huh,” Salsa menghela nafas lega, “akhirnya dapat pembeli yang baik hati,” ucapnya bersyukur calon pembeli rumah papanya adalah orang yang baik dan dermawan. Bu Dewi tidak banyak menawar, beliau hanya minta waktu untuk berbicara pada suaminya untuk persetujuan pembelian, untuk harga rumahnya sudah di sepakati.
“Untung yang mau beli enggak rewel ya, Sa. Padahal tadi aku udah takut banget lho, Bu Dewi kelihatannya kayak sadis ternyata baik banget,” ujar Tania.
“Iya bener, makanya kita enggak boleh menilai orang dari wajahnya aja,” balas Salsa.
Ting tong.. ting tong.. Bel rumah Salsa berbunyi, Salsa dan Tania saling pandang. Siapa yang bertamu?
“Biar aku aja yang buka,” ujar Tania.
“Ya udah sana, aku juga capek.”
Tania berjalan menuju pintu untuk membuka pintu. Pemuda tampan yang bernama Jordan berdiri di depan pintu dengan kaos hitam polos dan celana berwarna Cream.
“Cari siapa ya mas?” tanya Tania sopan.
“Kamu siapa?” bukan menjawab pertanyaan Tania, pemuda itu justru balik bertanya pada Tania. “Ini rumah Salsa ‘kan?” Jordan yakin dia tidak salah alamat. Mana mungkin Jordan salah alamat padahal sering berkunjung.
Tania mengangguk, “mas temannya Salsa?”
“Pacarnya.” Jawab Jordan dingin.
“Oalah, pacarnya Salsa to. Silahkan masuk kalau gitu.” Tania mempersilahkan Jordan untuk masuk ke dalam rumah.
Sebenarnya Tania sudah tau siapa Jordan. Dia hanya berpura-pura tidak mengenal Jordan, karena Salsa belum pernah mengenalkan Jordan secara langsung padanya.
“Siapa, Tan?” tanya Salsa dengan kedua mata terpejam. Dia sedang tiduran di sofa panjang.
“Pacar kamu.”
“Pacar?” Salsa terkesiap dan langsung membuka kedua matanya karena kaget. Benar kata Tania, Jordan sudah berdiri memandanginya dengan jarak dekat.
“Aku ke dapur dulu ya.” Tania sadar diri dan memberikan waktu untuk keduanya mengobrol.
“Ngapain kesini?” tanya Salsa salah tingkah.
Jordan melirik empat gelas di meja, lalu duduk di sofa single di depan Salsa.
“Tadi ada tamu?”
“Enggak.”
“Terus kenapa ada empat gelas? Kalian hanya berdua ‘kan? Kamu dan teman kamu yang tadi? Atau ada teman lain yang tidak aku tau di rumah ini?” Cecar Jordan dengan berbagai pertanyaan.
“Kita minum banyak kalau cuman dua gelas enggak cukup. Jadinya pakai empat gelas.” Jawab Salsa asal.
“Jangan bohong!”
“Aku nggak bohong.”
“Kamu masih marah?” Jordan menatap Salsa dengan tatapan teduh.
“Siapa juga yang marah.” Salsa melengos ke arah lain. Dia tidak mau bersitatap dengan Jordan. Tatapan Jordan cukup mudah meluluhkan hati Salsa.
“Kalau enggak marah kenapa telepon aku di abaikan? Pesan aku juga?”
Sejak kemarin setelah pertengkaran mereka di apartemen Jordan, Salsa mengabaikan semua bentuk panggilan dan pesan dari Jordan.
“Aku sibuk.”
“Bohong.”
“Kalau enggak percaya kita putus aja.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
re
Nah malah minta putus
2021-08-23
1