Rebutan memori terdengar di atas ranjang, kedua tangan Aliya ditahan. Al tidak bisa bergerak sama sekali, tenaga Altha sangat kuat tidak ada gunanya dirinya melawan, karena tenaga mereka tidak imbang.
"Sakit."
"Serahkan memorinya secara baik-baik, kamu sudah merusak area pengawasan." Tatapan mata Altha dan Aliya bertemu, wanita satu-satunya yang tidak bisa Al mengerti cara berpikirnya.
"Altha, kamu pria pertama yang membuat dada aku deg-degan."
"Aku lebih tua dari kamu, bicaralah dengan nada sopan."
"Papi Al, my husband I love you." Aliya memberikan ciuman tanpa menyentuh, karena tubuhnya tidak bisa bergerak.
Kepala Altha menggeleng, sungguh wanita aneh yang masuk ke dalam kehidupannya.
Pintu kamar terbuka, Altha dan Aliya langsung melihat secara bersamaan. Tika membawa guling langsung berjalan mendekat, naik ke atas ranjang memeluk tangan Altha lanjut tidur lagi.
"Tika, kamu bisa menyingkir sebentar sayang." Altha melepaskan tangan Aliya.
Altha langsung teriak, Aliya mencium bibirnya secara tiba-tiba. Aliya lompat dari atas tempat tidur, Tika juga lompat menatap Altha yang tergeletak sendirian di atas ranjang.
"Papi kenapa? digigit momok ya?" Tika ketakutan, mengigit guling yang sudah lusuh.
"Momok itu apa?"
"Momok yang serem itu Mami, suara xixi xixi." Tika memeluk Aliya yang langsung tertawa melihat Altha tidak berkutik.
"Papi." Tika memanggil Altha yang langsung duduk.
"Maafkan Papi Tika, tadi ada momok yang sangat menyeramkan langsung menyerang tanpa permisi." Wajah kesal Altha terlihat menatap Aliya yang menjulurkan lidahnya.
"Kasian Papinya Tika, nanti kalau Tika sudah lima tahun sudah berani mengusir momok agar tidak mengigit Papi lagi." Wajah sedih Tika terlihat, memeluk Papinya yang langsung lanjut tidur lagi.
"Momoknya cantik tidak?" Al bergaya layaknya model.
"Jelek sekali." Altha meminta Aliya keluar, langsung menidurkan Tika.
Aliya menolak keluar langsung tidur di samping Tika, Altha hanya bisa menghela nafasnya membiarkan Al, karena sebentar lagi juga sudah waktunya subuh.
Selesai sholat subuh Altha hanya tiduran saja, tanpa terpikir akan tertidur saat matahari terbit.
Tika bangun lebih dulu, membiarkan Mami Papinya masih tidur langsung melangkah keluar, karena ingin minum.
"Kakak, Tika lapar."
Juna yang sudah bangun sejak subuh, langsung menyiapkan susu untuk adiknya, melihat baby sister sudah menyiapkan sarapan bubur untuk adik kecilnya.
"Kak, Papi digigit momok."
"Papi, sejak kapan kamu memanggil Papi?" Juna meletakan susu untuk Tika.
"Sejak melihat Mami dan Papi tidur berdua, kenapa Mama tidak pernah mengunjungi kita? dulu Mama tidur bersama Papa, sekarang Papi tidur bersama Mami. Mama dan Mami orang yang berbeda, sedangkan Papa dan Papi orang yang sama, Tika binggung." Suara hembusan nafas kasar terdengar dari si kecil Tika.
"Jangan dipikirkan, itu urusan orang dewasa. Kamu juga sudah besar Tika, jangan sembarang masuk kamar Papa, tidak sopan." Juna meminta Tika cepat menghabiskan susunya, lalu mandi dan bersiap untuk sekolah.
Suara teriak Altha terdengar sampai ke lantai satu, Tika berlari membawa susu botolnya diikuti oleh Juna yang juga penasaran penyebab Papanya teriak.
Sejak kecil pertama kalinya Juna mendengar Papa berteriak histeris, sungguh bukan kebiasaan suasana keluarganya.
Aliya tertawa terbahak-bahak melihat Altha berteriak saat bangun sedang berpelukan dengan Aliya, lebih buruknya lagi istri mudanya melakukan pelecehan menyebabkan lehernya berwarna merah.
"Aliya, aku hari ini kerja. Kenapa kamu menghisap sangat jelas? ini memalukan." Al menatap marah, tapi yang dimarah hanya tertawa lucu mengejeknya.
Pintu terbuka, Tika dan Juna melihat kamar yang berantakan. Wajah Papanya juga terlihat sangat marah, sedangkan Maminya hanya tertawa.
"Ada apa Pa? ini masih pagi sudah teriak." Juna melihat Papanya yang menggelengkan kepalanya.
"Papi digigit momok lagi?"
"Iya, lihat leher Papi kamu ada tanda merahnya dua." Al meminta Tika memeriksanya.
Tanpa banyak berpikir, Tika langsung berjalan mendekat, melihat leher papanya yang ada bekas merah kecil, terlihat sangat jelas.
"Sakit tidak Papi?"
"Tidak sayang, kamu mandi dulu, Papi juga ingin mandi. Tunggu, kenapa memanggil Papi?"
"Karena Mama sudah pergi meninggalkan kita, hanya ada Mami di sini berarti tidak ada Papa, diganti Papi."
"Tika, Mama bukan pergi hanya saja sekarang kita pisah rumah." Altha memangku putrinya yang hanya tersenyum sambil minum susu.
"Tika jangan bicara seperti itu, jika Tika rindu Mama kita bisa berkunjung untuk menyapa Mama." Al merasakan sedihnya diposisi Tika yang harus melihat Mamanya tergantikan.
"Tidak Mami, Mama saja tidak rindu Tika, untuk apa Tika mencari Mama." Kepala Tika menggeleng, langsung melangkah ingin pergi.
"Sayang, sini peluk mami. Kamu tidak boleh marah sama Mama, hanya karena Mama tidak datang berkunjung. Mungkin di luar sana, Mama sedang merindukan Tika, berharap Tika datang menyapa dan memberikan kabar. Saat kamu besar nanti harus mengerti alasan orang dewasa memilih untuk berpisah." Aliya menggendong Tika untuk menemaninya mandi.
Juna juga melangkah keluar membiarkan Papanya sendirian, mencoba merenungkan cara agar mereka semua mendapatkan keadilan dari keegoisan orang dewasa.
Altha menghubungi Citra, sampai tiga kali panggilan tidak mendapatkan jawaban. Panggilan keempat yang menjawab seorang pria.
[Ada apa Altha? aku sedang sibuk.]
[Luangkan sedikit waktu untuk menemui anak-anak, mereka merindukan kamu.] Altha merasakan sesak dadanya.
[Nanti akan aku kabarin, sekarang aku sibuk tidak punya banyak waktu.] Panggilan langsung mati.
Altha ingin sekali melemparkan ponselnya, begitu mudahnya Citra berubah bahkan terhadap anak-anaknya.
"Sabar Altha, semua ini salah kamu karena tidak pernah memiliki waktu untuk anak-anak, mungkin dengan cara seperti ini aku bisa memikirkan anak-anak." Senyuman Al terlihat, langsung masuk kamar mandi. Emosi Altha terpancing kembali melihat jejak merah di lehernya.
"Bagaimana aku menutupinya?" Al menguyur tubuhnya dengan air.
Suara langkah kaki Altha terdengar, Aliya tersenyum melihat Al menggunakan baju dan jaket untuk menutupi lehernya.
"Tuan, silahkan sarapan."
"Tugas kamu menjaga Mora, bukan Altha." Al menatap tajam seorang wanita yang seumuran dengan dirinya.
"Jangan membuat keributan di pagi hari." Altha menatap Aliya yang tersenyum.
"Papi yang dari pagi membuat keributan dengan teriak." Tika tertawa, Aliya juga tertawa melihat wajah Altha yang kesal.
Selesai sarapan Altha berpesan untuk baby sister mengawasi dua putrinya, Juna juga harus pulang sekolah tepat waktu.
"Hati-hati di jalan Papi." Tika mencium wajah Papinya.
Juna hanya mencium tangan, Altha langsung mengambil Mora dari gendongan pengasuh, memeluk sebentar sambil bercanda.
"Sana pergi kerja, cari uang yang banyak ya Papi." Al mengambil Mora yang tertawa memeluk Aliya.
"Serahkan memori."
"Tidak mau, kita harus membuat kesepakatan dulu." Al berkedip langsung mencium pipi Altha membuat kaget langsung ingin mencubit telinga Aliya.
"Cepat pulang Papi, cium papi dulu Mora." Al meminta Mora mencium dan langsung menurut, diikuti oleh Aliya yang juga mencium kening Altha membuatnya berteriak.
"Mami!" Juna dan Tika berteriak, hanya Aliya yang bisa membuat Papi mereka berteriak bekali-kali.
Altha langsung keluar rumah menahan tawa, melihat Juna dan Tika memarahi Aliya yang menjahili dirinya.
***
JANGAN LUPA VOTE DAN HADIAHNYA UNTUK MENSUPPORT NOVEL BARU
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 501 Episodes
Comments
Suky Anjalina
gimana aku gak kangen dengan masa muda mami Al
2023-09-19
0
Lisa Sasmiati
ku suka Aliya dia apa adanya 😍😊🤭
2022-04-04
0
lidia
stdaknya juna sdh mlai terbuka
2022-02-12
0