Keributan terdengar di kantor polisi, Al hanya duduk diam melihat ponselnya yang berisikan video dari nomor Aliya.
Al berusaha mengingat kejadian saat malam, tapi usaha Al untuk mengingat tidak mendapatkan hasil apapun.
"Al, ini semua bukti yang menjerat mereka."
"Terima kasih, kalian boleh kembali."
"Al, wanita yang tidur bersama kamu, ada di sini." Yandi menghela nafasnya.
Altha langsung melangkah untuk mencari keberadaan Aliya yang menemui Avi, keduanya hanya saling tatap tanpa ada sepatah katapun yang keluar.
Terlihat sekali penyelesaian dari wajah Avi, ingin sekali mengatakan sesuatu kepada Aliya.
"Al, banyak hal yang tidak pernah kamu sangka di dunia ini. Apa yang kamu lihat tidak sepenuhnya kebenaran Aliya? tetaplah ada di samping Dimas, dia satu-satunya orang yang harus kamu percaya." Kedua tangan Avi langsung diborgol, dibawa ke dalam penjara sementara untuk menunggu persidangan.
"Aku berpikir memiliki tempat bersandar, tapi kenyataannya semuanya hanya bayangan. Di tinggal pergi untuk selamanya mematahkan satu sayap, kehilangan kasih sayang mematahkan satu sayap lagi. Sekarang melihat pengkhianatan, kalian mematahkan kaki. Sungguh ini pertemuan terakhir kita, jangan pernah muncul kecuali jika aku sudah mati." Aliya langsung melangkah pergi, membuang kalung pemberian Avi saat Al berulang tahun.
Altha menghela nafasnya, sejak pertama bertemu Aliya tidak pernah terlihat ada air mata padahal banyak hal yang terjadi dalam hidupnya.
"Bagaimana soal kasus Pras?"
"Dia tangan kanan Avi, mereka memasukan barang dari jalur laut dan di sebarkan ke beberapa kota. Bisnis mereka sudah berjalan selama lebih dari tiga tahun, dan memiliki banyak pengedar. Bahkan mereka berhasil membuka sebuah perusahan di bidang makanan, padahal di sana tempat pengemas barang haram." Yandi berjalan mengikuti langkah Altha.
"Yan, masalah ini kamu selesaikan. Beberapa hari ini aku tidak datang, karena harus menyelesaikan masalah bersama Citra. Laporan terus perkembangan kasus ini, satu hal lagi awasi pergerakan Dimas dan bawahannya." Tangan Al menepuk pundak Yandi yang mengangguk kepalanya.
Mobil Al melaju dengan kecepatan sedang, melewati Aliya yang berjalan kaki sambil menundukkan kepalanya.
Altha membiarkan Al, dia tidak ingin mengurus masalah hubungan satu malam mereka yang tidak bisa dia ingat. Urusan rumah tangganya jauh lebih penting.
Persidangan perceraian mereka hanya hitungan hari, Al menghentikan mobilnya di depan kampus Citra mengajar.
Pemandangan yang sangat menyakitkan, melihat Citra pulang bersama pria lain sambil tersenyum bahagia.
"Penikahan ini sepertinya tidak ada harapan lagi untuk dipertahankan, bagaimana nasib anak-anak?" Al memijit pelipisnya, menepuk dadanya tidak pernah terbayangkan akan ada perpisahan melihat betapa besarnya rasa cinta Al untuk Citra.
Dengan perasaan sakit, Altha memutuskan untuk pulang ke rumah melihat putrinya Tika yang duduk sendirian di depan rumah.
"Atika, apa yang kamu lakukan sayang?" Al langsung memeluk putri kecilnya yang menangis sesenggukan.
Hati Altha semakin hancur langsung mengendong membawa Tika masuk, rumah terlihat sangat sepi tanpa ada suara tawa anak-anaknya.
"Tika sudah makan sayang?"
"Papa, bibi ingin berhenti bekerja, lalu Tika tinggal bersama siapa? Mama sudah pergi, Papa kerja terus." Tangisan Tika terasa menyayat hati Altha, hancurnya hati melihat putrinya yang kehilangan sosok ibu.
"Maafkan Papa ya sayang, nanti kita cari bibi baru untuk menjaga kamu." Al mencium kening putrinya.
Suara pintu terbuka terdengar, Arjuna baru pulang sekolah. Mengabaikan Papanya langsung berjalan ke arah kamar.
"Juna, kamu ganti baju lalu kita makan siang bersama."
"Tidak perlu, aku bisa makam sendiri."
"Juna ada hal yang ingin Papa bicarakan." Al langsung ke kamarnya untuk berganti baju.
Di ruangan makan, Al menyiapkan makan untuk ke dua anaknya. Mulai besok bibi yang menjaga anak-anak berhenti bekerja, Al harus mencari orang baru terutama untuk mengawasi Tika.
"Bagaimana dengan sekolah kamu Juna?"
"Kenapa bertanya? ini pertama kalinya Papa ingin tahu." Nada bicara Juna sangat sinis, membuat Al semakin sedih.
"Juna, kamu sudah besar cobalah untuk mengerti kondisi ini. Mama tidak ada lagi bersama kita, hanya ada Papa, kamu dan Tika. Hanya kamu yang bisa Papa harapkan untuk menjaga Tika, mungkin kesalahan Papa sulit kamu maafkan sampai membuat Mama pergi." Al meletakan sendok makanan, menutup wajahnya.
"Papa baru sadar sekarang jika keluarga kita sudah berantakan? Pa, jangan berharap Mama kembali karena semuanya sudah terlambat, Juna tidak menyalahkan Papa, tapi Juna hanya kecewa dengan Papa dan Mama." Suara sendok dibanting terdengar, Juna langsung melangkah pergi meninggalkan ruang makan.
Senyuman Al terlihat, berusaha untuk menenangkan Tika langsung menemani putrinya untuk beristirahat.
Rasanya kepala Altha ingin pecah, perasaannya juga merindukan putrinya Amora, bayi kecilnya yang tidak ada kabar.
"Apa kabar kamu Mora?" Al menghela nafasnya, sambil memeluk Tika yang sudah tertidur karena lelah menangis.
Suara bel terdengar, Al perlahan melepaskan pelukannya melangkah menuruni tangga untuk melihat tamu.
"Tuan, ada seorang wanita mencari tuan."
"Terima kasih bibi, nanti sore aku akan menyerahkan uang pesangon. Terima kasih atas kerja kerasnya selama ini." Al tersenyum langsung melangkah ke depan rumah.
Di luar rumah Aliya sudah berdiri berhadapan dengan Citra yang menggendong bayi, tatapan mata Citra tajam meminta Aliya pergi.
"Kenapa pulang lagi? katanya ingin cerai." Al tertawa merasa lucu, tapi gemes juga melihat bayi Citra yang sudah tertawa melihat Al.
"Perempuan murahan, selain kamu menjebak Al sekarang datang ke rumahnya juga untuk menjadi pemuas."
"Aku datang untuk menjadi istri." Senyuman Aliya terlihat, mengejek Citra yang emosinya terpancing.
"Citra, kenapa tidak langsung masuk?" Al tersenyum, langsung menyambut putrinya Mora.
Altha tersenyum melihat putrinya, mencium pipi Mora yang sangat tembam. Rasa rindu Al sangat besar kepada putri bungsunya yang masih kecil.
"Apa yang kamu lakukan di sini Aliya?"
"Menemui kamu, menurut kamu apa ada alasan lain aku datang. Apa kamu ingin menunggu sampai aku memberikan tes pack garis dua?" Suara tawa Al terdengar menggoda Altha.
"Jangan bicara sembarang, sebaiknya kamu pergi." Altha meminta Al pergi, sampai terjadi adu mulut antara dua Al.
"Bisa diam tidak kalian berdua? Al aku datang untuk mengembalikan Mora, dua hari lagi kita sidang, selesai perceraian aku akan menikah dengan kekasihku. Dia tidak bisa menerima Mora, jadi seluruh anak-anak ikut kamu, sebagai gantinya kamu tidak harus memberikan aku uang sepeserpun." Citra membalikkan badannya, ada rasa sedih meninggalkan putri kecilnya, tapi Citra tidak punya pilihan.
"Citra!" Al berteriak kuat, bentakan pertama kalinya selama mereka menikah akhirnya terdengar.
Mora langsung menangis, Aliya cepat mengambil Mora dari Al melihat kemarahan Ayah tiga anak.
"Aku tidak mengharapkan kita rujuk, tapi setidaknya jangan sia-siakan hidup anak-anak. Mora masih membutuhkan kamu, dia membutuhkan ASI." Al mencengkram kuat lengan Citra, sekuat tenaga Citra melawan langsung melangkah pergi setelah menampar wajah Ar.
Aliya melangkah mundur, langsung masuk ke dalam rumah. Jantungnya berdegup kencang mengingat nasib yang sama dengan dirinya.
Ibunya tidak mungkin bunuh diri, jika Ayahnya tidak memilih pergi dan menikahi wanita lain.
"Dunia, kenapa kalian selalu bermain-main dengan nasib kami?" Al merasakan dadanya sesak.
Suara keras pukulan di pintu terdengar, Altha berteriak kuat melihat nasib putri kecilnya.
***
JANGAN LUPA VOTE DAN HADIAHNYA
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 501 Episodes
Comments
Suky Anjalina
kehancuran dirumah tangga citra ya karna citra sendiri
2024-09-16
0
Qaisaa Nazarudin
Apa aku harus menangis atau tertawa dengan kebodohan Altha dan keegoisan Citra...hah tepuk..👏👏👏👏
2024-08-15
0
Qaisaa Nazarudin
Apa yg anak2 kamu rasakan,Itulah yg Aliya rasakan..
2024-08-15
0