"woi bangun! loh dalam keadaan sehat kan? Gak sakit kan?" tanya Rena yang terkejut melihat Hana tiba di kampus lebih awal. Tidak pernah sama sekali Hana datang ke kampus lebih cepat. Dia selalu tiba di kampus 1 menit sebelum mata kuliah dimulai.
"Menurut loh! Coba loh periksa! Gue juga ragu" menyodorkan dahinya ke dekat Rena. Rena menempelkan telapak tangannya ke dahi Hana. Menempelkannya kembali ke dahinya, ingin menyesuaikan suhu tubuhnya dengan Hana.
"Mmmm.... tapi suhunya sama, tidak ada gejala yang menunjukkan bahwa Hana flu". Rena mengulanginya beberapa kali demi memastikan nya. "Mel... coba deh kamu yang periksa, gue takut Indra perasa gue yang bermasalah"
Melanie yang di dekat Hana dengan cepat merepon dan menempelkan telapak tangannya di dahi Hana. "Memang tidak flu, apa jangan jangan, nanti hujan turun?" Melanie mencoba membuat peramalan.
"Untung gue bawa mantel hujan" Rena menjawab. Kedua sahabat Hana, tidak habis-habisnya meledek Hana. Bahkan teman sekelas Hana juga ikut terkejut melihat Hana yang tiba di kampus lebih awal.
"Gue heran dah! Gue cepat datang salah, gue terlambat juga salah! Gue harus gimana sih biar gak salah di mata kalian?" Hana yang sudah tidak tahan dengan ledekan kedua sahabatnya akhirnya buka suara. Dia sudah diam sedari tadi. Mencoba mengabaikan ucapan kedua sahabatnya, karena memang hari Hana kali ini tidak menyenangkan akbiat mimpi tadi malam.
"Hehehe... maaf, bukan seperti itu. Kita hanya terkejut saja. Ada apa dengan loh? lagi pms ya?" Melani mencoba meledek Hana untuk kesekian kalinya.
"Tau ah gelap! Nanti aja gue ceritain. Mendingan loh berdua jangan ganggu gue dulu. Oke!" Hana mencoba memberi peringatan untuk sahabatnya. Bukan karena dia marah, hanya saja dirinya sedang tidak ingin berbicara.
" oke oke! tapi loh harus janji bakalan ceritain ke kita. Jangan dipendam aja" Rena mengerti suasana sekarang. Jika Hana sudah berbicara demikian, maka mood Hana memang sedang tidak baik.
" Iya iya! gue janji. Udah sana duduk! dosen udah datang" menunjuk dengan ekspresi wajahnya.
Rena dan Melanie yang sudah melihat kedatangan dosen segera duduk di bangku belakang sampingan dengan Hana. Ketiga gadis itu menjadi penguasa barisan belakang. Orang ingin menjadi penguasa barisan depan, tapi berbeda dengan ketiga gadis itu, mereka justru menyukai barisan belakang. Itu bermula saat Hana mengambil kursi di barisan belakang, kedua sahabatnya justru mengikuti jejak Hana.
Bisa dikatakan Hana membawa kedua sahabatnya kejalan sesat. Tapi kedua sahabat Hana tidak merasa demikian, mereka hanya merasa tidak boleh berpisah. Mereka sudah menjalin persahabatan itu sejak SMA, jadi sudah bagaikan saudara.
Apalagi sejak tahu orang tua Hana dan Melanie bersahabat, hubungan mereka semakin dekat, seakan akan takdir memang sudah menentukan. Meski demikian, Hana dan Melani tidak melupakan sahabat mereka Rena. Mungkin saja ada hubungan yang semakin mendekatkan mereka, tapi mereka belum tahu.
Hana dan kedua sahabatnya, tampak sudah merasa bosan dengan ceramah yang dosen mereka sampaikan. Suara dosen itu bagaikan lagu pengantar tidur untuk ketiga gadis itu. Rena sudah tampak menghitung waktu mundur, waktu hingga mata kuliah selesai dan tentu saja tujuan selanjutnya kantin dan cerita Hana.
"Satu, nol, habis! "serentak Hana dan Rena berbicara, membuat dosen di depan langsung memandangi mereka.
"Sepertinya kalian sudah sangat lapar hingga sampe berpikir mengitung waktu" kata dosen dengan nada sedikit naik.
"Benar pak! Saya memang sangat lapar, belum lagi saya harus makan obat pak, jadi saya tidak boleh telat makan" bohong Hana. Sebenarnya dia memang mengonsumsi obat, tetapi itu hanya vitamin saja. Bukan obat untuk orang sakit. Hana sengaja membuat ekspresi wajah lesunya. Membuat dosen yang didepan kelas merasa yakin bahwa Hana memang sedang sakit.
Berbeda dengan Rena dan Melanie, mereka justru berusaha menahan tawa karena ekspresi lucu Hana. Jika Hana sudah bertindak maka semua akan selesai. Itu sudah menjadi prinsip kedua sahabat Hana. Bukan karena ingin membanggakan Hana, tapi menurut pengalaman mereka, prinsip itu memang cocok dengan kepribadian Hana.
Setelah dosen keluar, Hana dan kedua sahabatnya segera bergegas meninggalkan ruangan. Mereka melangkah cepat ke arah kantin, takut kursi mereka di kantin di rebut orang. Terutama gerombolan Sandra yang sama sekali tidak ada belas kasihannya.
Setelah memesan jajanan, mereka menuju kursi di pojok kantin. Entah mengapa mereka selalu menyukai pojok ruangan. Asalkan kehidupan mereka saja tidak terpojok, itu bisa berbahaya. Mereka bisa menjadi sampah masyarakat, bukan menjadi cahaya masyarakat.
Rena dan Melani sudah mengambil posisi duduk yang bagus, makanan ringan sudah siap di meja. Makanan yang akan menemani cerita Hana tentunya. Mereka menatap Hana yang tak kunjung memulai ceritanya. Hana bahkan hampir lupa dengan janji yang dia buat, Hana kini terfokus dengan makanan dan gerombolan Sandra yang sudah bertingkah.
"Hm....hm....Han....loh gak lupa kan??" Rena mencoba mengingatkan.
"Lupa apa yah??" Hana yang bodoh atau lupa atau bego. Andai gue jadi Rena atau Melani, gue juga benar benar harus ekstra bersabar dah.
"Hana.....yang benar aja, masa loh lupa sama janji loh, jajanan gue udah hampir habis setengah, tapi cerita loh tidak mulai juga???" kesal Melani. Karena begitu kesal, Melani bahkan menuangkan sisa jajanan yang dia makan ke mulutnya. Mulutnya kini terlihat penuh dengan makanan.
"Oh iya!!!! gue lupa.... hahahaha..... sorry sorry...., gue memang udah pikun" berlagak bodoh di depan kedua sahabatnya yang tidak habis pikir dengannya.
"Tau ah....gelap, gak niat lagi" Rena juga udah merasa kesal dengan ulah Hana.
"Hahahaha....sorry sorry.... masih mau dengar gak ceritanya??" tanya Hana. Mencoba menarik minat kedua sahabatnya. Dia tahu kedua sahabatnya tidak akan menolak.
"Ya iyalah....maksud loh dari tadi kita disini mau ngapain klo gak mau dengar cerita loh, yang betul aja woi...." kesal Melani.
"Entah si Hana....pantas aja jomblo!!" ledek Rena.
"Wehhh....gak nyadar loh pada, loh lupa ya...loh berdua juga kan jomblo, oh salah, lebih tepatnya single....enak aja ngejek gue aja" Hana melawan tidak mau kalah dari kedua sahabatnya.
"Terserah dah, sekarang mana ceritanya Hana........." teriak Rena.
"Tuh kan, hampir lupa lagi.... hahahaha....iya iya....ini gue cerita"
Hana mulai menceritakan mimpi yang membuat harinya benar benar tidak menyenangkan. Sesekali kawannya tertawa, membuat Hana beberapa kali hampir tidak mau melanjut ceritanya.
"Han... gimana klo loh betulan jumpa sama anak teman bokap loh?? Gue gak bisa bayangin gimana klo wajah dia tuh benar benar ke mimpi loh!!" Melani bergidik ngeri. "Beruntung, ayah gue gak terlibat, untung ayah gue hanya saksi!! gue gak bisa bayangin jika aku jadi loh" Melani mengelus dadanya beberapa kali karena merasa beruntung.
"Ya.....mudah mudahan aja gak sesuai dengan mimpi gue, klo sesuai... gue juga merasa hidup gue apes dah.....bisa bisa gue melarikan diri dari pertunangan nantinya" jawab Hana. Berharap mimpinya tidak jadi kenyataan.
"Klo menurut ramalan gue sih, mimpi loh bakalan kenyataan, cuman loh berdoa aja, prianya gak seburuk di mimpi loh" Rena mencoba menenangkan Hana.
"Gue gak bisa bayangkan jika keluarga loh terkenal karena loh melarikan diri dari pertunangan" Melani mulai masuk ke dunianya. Membayangkan hal hal yang membuat Hana semakin ngeri. Berbeda dengan Rena yang justru merespon dengan tawa yang tidak ada hentinya.
Ketiga gadis itu menghabiskan waktu istirahatnya membahas mimpi Hana yang menyeramkan untuk Hana tapi menjadi hiburan untuk kedua sahabatnya. Bukan berarti senang diatas penderitaan orang, tapi memang mereka tidak bisa menahan tawa melihat wajah kasihan Hana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments