Merasa dirinya sudah kalah, Safira segera terdiam. Tidak lagi mau untuk tertawa, dia merasa sudah disudutkan ketiga orang yang dia sayangi. Dia memilih diam sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Matanya menatap ketiga orang yang sedang tertawa secara bergantian. Dia membiarkan ketiga orang itu tertawa hingga puas dan berhenti karena merasa tak sanggup lagi untuk tertawa. Hana dan Remon segera menyadari tatapan ibunya, tapi tidak dengan Lexon. Dia terlalu bahagia, bahagia karena bisa kembali mengenang masa masa mudanya. Masa masa dimana dirinya menjadi seorang bidak cinta.
"Pah! ssttt...", kode Hana pelan kepada ayahnya yang masih tertawa. Hana tahu, ibunya pasti akan menghukum ayahnya. Jika ayahnya tidak segera dihentikan, maka hukuman yang akan ayahnya terima akan semakin besar. Hana tidak menginginkannya.
"Ada apa nak! Bukankah itu sangat lucu? Ayah sampai tak sanggup untuk berhenti tertawa. Ayah sangat bahagia mengingat masa masa muda ayah!", jawab Lexon tanpa sadar arti dari kode yang Hana berikan.
"Ayah! Nanti malam tidur di sofa! Jangan coba coba tidur di kamar!", teriak Safira dan segera meninggalkan Lexon yang juga belum sadar dari tawanya. Entah apa yang Lexon bayangkan hingga begitu bahagia.
"Han...., apa barusan ibumu yang bicara? Ayah tidak bermimpikan?", tanya Lexon polos.
"Iya yah, ibu yang barusan bicara. Maaf ya yah, kita berdua gak bisa bantu. Yah! Semangat!", Hana dan Remon segera berlari meninggalkan Lexon yang sudah terdiam karena sudah sadar dengan kesalahan yang dia buat.
"Oh tidak! Aku melakukan kesalahan. Istriku!! Maafkan aku!!!", segera berlari mencari keberadaan Safira. Mungkin dia akan memohon ampun pada istri tercinta. Membayangkan tidur di sofa ruang tamu, bisa bisa seluruh badannya akan pegal pegal. Bisa dipastikan, pekerjaan di kantor akan terhambat jika tubuhnya sudah di serang penyakit. Apalagi dia tidak bisa bermanja manja pada istrinya itu.
"Hahahaha...., udah tua gitu masih tetap bucin juga! Takut istri! Hahahaha....", ejek Remon. Dia merasa ayahnya terlalu takut dengan ibunya.
Pletak..., suara ketukan di kepala Remon. Hana menjitak kepala Remon karena sudah mengejek ayahnya. "Bodoh! Ayahnya tuh bukan takut tau..., tapi ayah itu menghargai istrinya, mencintai istrinya dan ingin memanjakan istrinya! Dia mengalah karena ingin istrinya bahagia! Enak aja bilang takut!", teriak Hana menjelaskan.
"Aku takut kau akan terkena karma! Aku rasa kau juga akan seperti ayah jika sudah mendapatkan wanita yang benar benar membuatmu jatuh hati", tambah Hana.
"Hahaha...., tidak mungkin! Itu tidak akan terjadi, yang ada mereka akan tunduk denganku! Melihat tampangku saja mereka sudah tidak sanggup untuk melawan, para gadis diluar sana pasti akan berusaha bersikap baik agar aku memilih salah satu diantara mereka", Remon membanggakan diri. Seakan akan penampilannya sudah luar biasa. Yah..., dan memang kenyataan. Remon memang memiliki tampang yang mampu memikat banyak gadis. Tapi siapa bisa tahu, mungkin diantara banyak gadis gadis, ada saja gadis yang tidak tertarik dengannya. Tapi justru sebaliknya, Remon yang tertarik dengannya.
"Apa member BTS sifatnya seperti ayahku juga ya? Baik hati, mengerti dengan wanita, tidak memaksakan kehendak", Hana mulai masuk kedunianya. Membayangkan para biasnya, membuatnya begitu bahagia.
"Gadis aneh ini sudah mulai kambuh", gumam Remon dan segera meninggalkan Hana di lorong menuju kamarnya, Hana masih sibuk dengan dunianya sembari berjalan perlahan.
Malam berganti pagi, orang orang sudah memulai aktivitas mereka. Begitu juga dengan keluarga Sunitra. Seperti biasa, Hana akan selalu terlihat buru buru jika sudah pagi hari. Gadis itu tak pernah terlihat tenang jika pagi sudah menyambut, entah apa yang membuat gadis itu memiliki kebiasaan buruk seperti itu. Remon saja sudah pergi sejak pagi buta ke perusahaan untuk menggantikan ayahnya yang tidak bisa datang ke perusahaan. Bisa kalian tebak kenapa dia tidak bisa datang ke perusahaan. Yah, tepat sekali! Lexon tidak berhasil membujuk Safira. Hal itu membuat Lexon harus menjalani hukumannya. Akibatnya sekarang tubuhnya mengalami pegal pegal.
"Hana! Lihat ini sudah jam berapa? Apa kamu tidak akan terlambat ke kampus?", teriak Safira yang sadar bahwa putrinya tidak juga berangkat ke kampus. Dia terlalu sibuk di dapur bersama asisten asisten rumah.
"Iya ma tenang aja! Hana bisa tiba tepat waktu kok nanti", Jawab Hana santai sembari menikmati potongan terakhir roti yang di tangannya.
Safira segera mencari suaminya. Dia sudah bisa menebak, jika putrinya akan melakukan sesuatu yang membuanya tidak akan tenang. Balapan! benar balapan. Putrinya pasti akan melakukannya.
"Pah! Sebaiknya kamu saja yang mengantar putrimu ke kampus! karena jika tidak, putrimu akan seperti preman jalanan. Dia itu anak gadis pah! Jadi bagaimana bisa dia balapan di jalanan, yang ada..., mama jadi kawatir! Sana cepat antar putrimu, atau....", Safira menghentikan ucapannya sejenak.
"Iya ma, iya....", Lexon segera menyambar pakaiannya yang tergantung di lemari pakaiannya, dia segera berlari ke kamar mandi untuk berganti pakaian, tidak lupa mengambil jaketnya yang tergantung di dekat lemari. Dia segera berlari meninggalkan Safira dan segera menghampiri Hana, putri semata wayangnya. Lexon tidak ingin istrinya menambah hukumannya.
"Hahaha...., suamiku yang pintar", kata Safira dan segera menyusul Lexon ke lantai bawah.
"Ayok sayang! Ayah akan mengantarmu! Sekalian ayah juga sedang ada urusan ke kampusmu", ajak Lexon. Meskipun sebenarnya dia tidak ada urusan ke kampusnya Hana. Tapi jika bukan dengan alasan seperti itu, maka bisa dipastikan, putrinya yang keras kepala itu akan segera menolak ajakannya.
"Yaudah deh yah, tapi nyetirnya jangan lama lama..., Hana bisa telat masuk kampus! Belum lagi senior senior kampus Hana menganggap Hana sebagai musuh lagi!", kesal Hana membayangkan gerombolan Sandra.
"Apa maksudmu nak?", Tanya Safira yang mengerti arti ucapan putrinya tapi masih bertanya untuk memastikan.
"Ah bukan apa apa kok bu!, Dah ibu...., kita berangkat dulu ya", pamit kepada Safira dan segera menggandenga ayahnya agar menjauh dari ibunya.
Safira mengantarkan kepergian Lexon dan Hana hingga tak terlihat lagi dari gerbang rumah. Safira kembali ke rumah, sesekali dia mengingat perkataan putrinya. "Apa mungkin putriku di tindas ya? Ahh... tidak mungkin, yang ada putriku yang menindas! putriku gadis aneh, jadi gak mungkin bisa ditindas", Safira berbicara dengan dirinya sendiri. Mengingat bagaimana perilaku putrinya, Hana.
"Haha..., entah siapa nantinya pria yang bisa menaklukkan hati putriku? Semoga saja dia seperti Lexon, pria yang mengerti wanita", Safira mengukir senyuman di bibirnya. Menganggap dirinya beruntung karena bisa mendapatkan seorang Lexon Sunitra. Pria yang benar benar mencurahkan seluruh hatinya untuk Safira.
Di tempat lain, Hana menatap ayahnya penuh selidik. "Apa ayah benar benar ada urusan ke kampus? Atau mungkin ayah menghindari hukuman?", tanya Hana.
"Kau memang putriku yang pengertian! hehe...., maafkan ayah ya! Tapi sekalian ayah juga mau silaturahmi juga dengan teman teman seperjuangan ayah, beberapa dosen di kampusmu adalah teman teman ayah.
"Tapi jangan sampai mereka tahu aku putri ayah ya! Aku tidak mau mereka baik padaku hanya karena tahu aku putri ayah", pinta Hana.
Lexon menatap putrinya dengan penuh kagum. Bukannya memanfaatkan kekuasaan ayahnya, Hana justru ingin terlihat sederhana. "Kenapa kau ingin terlihat sederhana, padahal kau punya kuasa?", tanya Lexon tiba tiba penasaran. Karena dia melihat putri putri teman bisnisnya, semuanya berpenampilan seperti princes. Dilayani layaknya seorang ratu, mereka menunjukkan kepada dunia, bahwa mereka punya seorang ayah yang berkuasa. Tapi tidak dengan putrinya, Hana justru bertolak belakang dengan mereka semua.
"Hahaha....Yah yah! Kan ini semua masih punya ayah! Mana ada punya Hana! Hana masih belum memiliki kekuasaan yah! Itu kuasa ayah, bukan kuasaku, kak Remom ok! Dia sudah bisa melanjutkan perusahaan, ya dia tentu sudah bisa dibilang sudah punya kuasa. Lihatlah Hana! Hana hanya seorang mahasiswa yah! Jadi untuk apa Hana sok berkuasa, dan juga, Hana ingin memiliki sahabat yang benar benar tulus dengan Hana. Tidak karena melihat kuasa yang Hana miliki", jawab Hana dengan penuh bangga akan dirinya.
"Ayah tersentuh! Ternyata istriku tidak gagal mendidik, hehe....love you honey!", gumam Lexon pelan, tapi tetap saja terdengar Hana.
"Ihhh...., ayah gak usah alay alay gitu deh! Honey....., uekkk!!!", ledek Hana merasa janggal dengan ucapan ayahnya.
"Hahaha...., nanti juga suamimu akan melakukan hal yang sama seperti ayah, jadi bersiaplah!", jawab Lexon tidak mau kalah. Dia senang menggoda putrinya. Hingga tidak terasa, mereka sudah tiba di kampus. Hana melihat sekitara parkiran, "Aman!", gumam Hana dan segera membuka pintu mobil. "Dah ayah!!", pamit Hana sambil melambai sebentar dan segera meninggalkan ayahnya yang masih di mobil.
"Hahaha..., putriku ternyata sudah dewasa. Semoga dia mendapatkan seseorang yang benar bemar tulus mencintainya. Hah...., kenapa aku berkata seperti itu ya, padahal aku masih tidak ingin berpisah dengan putriku tercinta", Lexon tersenyum bahagia. Dia segera turun ke mobil dan berjalan menuju ruangan direktur kampus Hana.
Hana tiba diruangannya, tapi sayangnya, dia sudah terlambat. Dia akhirnya mendapat hukuman dari dosen pengajar kuliah pertama. Dua sahabat Hana hanya bisa memberi Hana semangat dengan kode tangan. Hana hanya bisa menurut dan keluar dari ruangan menuju luar gedung jurusannya. Dia harus membersihkan dedaunan kering yang beterbangan di halaman gedung. Hana mulai mempersiapkan peralatan yang akan dia gunakan.
"Huhh..., ayah sih! Coba tadi Hana naik motor, pasti gak akan telat", sungut Hana. Tanpa sadar, Hana sudah dilihat Lexon.
"Hm hm....., apa ayah membuatmu di hukum?", kejut Lexon. Dia merasa bersalah karena membiarkan putrinya terlambat dan dihukum.
"Ayah..., kenapa disini? Sana ayah! nanti dosen dosen Hana melihat ayah! cepat cepat, sssttt....", usir Hana. Tidak ingin menjadi bahan perhatian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments