Chapter 3

"Dia mempunyai kembaran?" presdir mengernyit ketika tau wanita yang dia yakini adalah pemilik bau bunga Ru Shi itu ternyata mempunyai kembaran.

"Benar presdir. Saya tidak berani berbohong. Wanita yang siang tadi melakukan interview diperusahaan itu bernama Elif dan kembarannya bernama Olif." beritau bodyguard atas apa yang ia dapat ketika perintah mutlak presdir ia jalankan.

Presdir tampak berpikir beberapa saat, sebelum akhirnya memerintahkan bodyguard keluar dari laboratorium. "Terus pantau dia." kembali presdir memerintah pada bodyguardnya. "Baik presdir."

Javier langsung memerintahkan bodyguard tersebut untuk segera keluar, karena pembicaraan mereka tadi sempat tertunda karena kedatangan bodyguard utusan presdir Dex. "Pergilah!". "Baik tuan."

Tiga pria beda generasi itu kini duduk dikursi kecil berbenduk bundar dengan bahan terbuat dari besi. Tampak masih baru jika orang biasa yang melihatnya. Karena sofu selalu memberi bubuk dari campuran bahan kimia kuno yang berhasil sofu racik dengan baik. Bisa dikatakan jika sofu memiliki

daya kecerdasan yang sangat tinggi. Bahkan, di usia yang hampir mencapai tujuh puluh tahun ini sofu masih terlihat seperti pria berumur empat puluh tahun. Jika didunia vampire, usia sofu sudah mencapai dua ratus sepuluh ribu tahun. Wah, sangat tidak diduga bukan?

"Dexter, bulan depan adalah bulan purnama bagi bangsa vampire. Bulan yang sangat ditunggu-tunggu setiap sepuluh ribu tahun untuk menambah kekuatan dari masing-masing vampire. Aku ingiatkan padamu agar cepat mendapat darah gadis tersebut. Karena jika dia benar adalah MATE mu, maka kamu harus menikahinya tepat dibulan purnama itu. Aku ingin kekuatan mu semakin bertambah, apalagi dengan darah asli MATE mu akan menambah dua kali lipat kekuatan dalam mu, Dex. Jadi, aku sarankan agar segera mendapatlan darah itu. Apa kau mengerti?" sofu membenarkan kaca mata tebalnya itu lalu kembali fokus pada racikan yang sedang ia buat. Presdir mendengarkan setiap kata yang keluar dari sofu dengan seksama.

"Baiklah, sofu aku akan memikirkan bagaimana cara mendapatkan darah itu secepat mungkin." presdir bangkit dari kursi seraya membenarkan jas kerjanya yang sedikit lecek ketika tadi ia duduk. Kerapian selalu presdir utamakan. Mau dalam keadaan apapun, presdir harus tetap dalam mode rapi. Karena kerapian adalah kewibawaannya.

"Sofu, aku pamit." presdir langsung keluar dari laboratorim meninggalkan sofu yang masih saja asik dengan ramuan buatannya itu. Javier menunduk hormat pada sofu dan berlalu menyusul presdir yang sudah keluar lebih dulu.

Mobil Lamborghini Veneno kini terbuka secara otomatis ketika presdir sampai didepan mobil kesayangannya itu. Presdir tampak tenang dengan kaca mata yang kini bertengger dihidungnya yang mancung bak perosotan kutu. Tak berapa lama Javier duduk dikursi kemudi. Lalu, memasukkan kunci mobil dan menjalankannya keluar dari halaman luas kediaaman Kandou.

"Jav, jadikan wanita itu sebagai sekretarisku." perintah presdir pada Javier yang sedang fokus menyetir. Javier tentu langsung menoleh mendengar perintah dari atasannya itu. "Apa lo yakin? Kita ngga tau kualitas apa yang dia miliki buat jadi sekretaris lo , Dex."

Dengan suara beratnya presdir menoleh mendengar perkataan dari sepupunya yang berarti sebuah bantahan. "Baru kali ini lo ngebantah. Cukup jalani aja. Ngga usah banyak mikir."

"Oke." hanya itu yang dapat Javier katakan ketika presdir sudah berkata seperti itu.

*****

Malam minggu yang selalu ditunggu-tunggu oleh pasangan remaja, kini berubah menjadi kedinginan yang butuh pelukan. Semua rencana yang disusun pun harus batal karena rintik air hujan yang terus turun membasahi kota berhias lampu terang disepanjang jalan itu.

Semua keadaan baik seperti biasa ataupun berubah, tak membuat seorang wanita yang memiliki wajah bak boneka berbie itu berhenti mengelap peluh yang keluar dari pelipisnya. Mungkin banyak orang akan mengatakan jika wanita cantik itu sedang bermesraan, tetapi tidak pada kenyataannya.

Elif, yang tidak tau dimana saudari kembarnya itu ikut mendapatkan hukuman yang seharusnya tak ia dapat. Dimalam yang dingin yang seharusnya dilapisi dengan selimut tebal, Elif justru sedang bersahabat dengan dinginnya air yang keluar dari keran yang terletak dibelakang rumahnya. Tangan putih bersih tanpa skincare itu berlumur busa hasil dari sabun cuci baju yang sedang Elif pakai.

"Nyuci yang bener! Jangan kebanyakan bengong!" suara yang pasti sudah Elif hapal itu terdengar jelas oleh Elif, membuyarkan lamunannya tentang masa depan. "Baik, bu." itulah kata yang dapat Elif ucapkan sebagai balasan ucapan dari sang ibu.

Sebenarnya Elif bisa saja mengabaikan ucapan dari ibunya itu, tetapi ketika mengingat jika Elif tidak membalas maka ibunya akan semakin memakinya. Dan hal itu membuat Elif lebih memilih aman daripada harus mendengarkan ceramah yang berkepanjangan.

Benar kan?

"Bagus kalau gitu. Habis ini tinggal masak buat makan malam. Jangan pake lama, udah laper." selepas itu sang ibu pergi begitu saja, bahkan tanpa ada rasa kasihan sedikitpun pada Elif.

Empat puluh lima menit kemudian, Elif bersiap untuk memasak didapur sederhana rumahnya. Dengan menggunakan celemek seperti biasa, Elif mulai memilih sayur apa saja yang akan ia pakai untuk dijadikan lauk makan malam.

Hawa dingin yang berasal dari hujann membuat Elif memilih untuk memasak sayur asem bening dan mendoan hangat. Dengan cekatakan Elif mulai memasak selama kurang lebih tiga puluh menit. Aroma harum dari uap sayur asem bening dan mendoan,berhasil mengusik indera penciuman penghuni rumah. Hingga bunyi keroncong perut terdengar jelas ketika Elif menyajikan makan malam.

"Ngga sia-sia juga punya anak perempuan. Bisa masak enak." bukannya berterima kasih justru itulah yang Elif dapat dari ibunya.

Ayah Elif bergabung di meja makan setelah mandi. Terlihat segar seperti biasa. Itulah yang membuat Elif bertahan dari semua yang ia terima dari ibunya. "Selamat makan. yah." Elif menyiapkan makan malam untuk ayahnya. Hanya ayah Elif yang sedikit memberi perhatian. karena pekerjaan yang membuatnya tidake begitu tau apa yang terjadi selama meninggalkan rumah. Jadi, semua terasa sama saja dimatanya "Terima kasih." ucapnya setelah Elif menyodorkan sepiring nasi dan lauk pauknya.

"Olif, dimana?" ayah Elif yang tidak melihat satu anak kembarnya pun bertanya sambil menyuapkan sesendok nasi beserta sayur bening asem ke dalam mulutnya. Ibu Elif melirik ke arah Elif, kode agar Elif yang menjawabnya. "Elif ngga tau, yah." dengan jujur Elif menjawab sesuai dengan kenyataan.

"Ibu juga ngga tau dimana Olif sekarang? Ini udah malam masa perempuan masih belum pulang." giliran ayah Elif yang bertanya ke istrinya tentang Olif. "Olif tadi bilang sama ibu kalau dia lagi ketemu sama temen. Katanya si bahas pekerjaan."

Good! Pintar sekali untuk berbohong.

*

*

*

*

*

Yuk dilike, kasih hadiah dan vote juga. Selamat membaca. Semoga terhibur.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!