Chapter 2

Sesampainya di rumah, Elif disuguhkan oleh pemandangan yang membuatnya merasa jijik. Kembarannya yang cantik tapi tak secantik Elif, sedang bercumbu dengan seorang pria yang tidak kenal oleh Elif. Karena kembarannya yang bernama bernama Olif Lorel Alena sering beranti pacar. Sangat bertolak belakang dengan Elif yang bahkan tidak pernah membawa pacar sama sekali ke rumah. Maka dari itu, Elif sama sekali tak mengenal siapa pria yang selalu dibawa oleh Olif.

Persatuan dua bibir itu terhenti tatkala Elif berdeham. Kilat amarah terlihat jelas dari wajah Olif yang merasa terganggu dengan kehadiran Elif. Olif lantas bangkit dari pangkuan pacar barunya dan menghampiri Elif dengan tangan terkepal.

"Ganggu aja sih lo!" bentakan dari Olif tak membuat Elif takut. Karena bagi Elif bentakan adalah hal biasa yang ia dapat dari kedua orangtuanya terutama Olif, sang adik. "Sini dompet lo!" seperti biasa Olif langsung merebut tas milik Elif untuk mengambil sesuatu yang menurutnya bisa berguna untuk bersenang-senang. "Lif, itu uang hasil tabungan aku buat masuk perusahaan!" Elif berusaha meraih tas yang sekarang ada ditangan Olif. Tetapi, tenaga yang terkuras habis untuk berjalan tak mampu membuat Elif mendapatkan tas yang berisi dompetnya itu.

"Sebagai hukuman karena udah ganggu gue ***-***! Nih, dompetnya! Emang gue pikirin uang itu uang apaan, ha?! Udah deh sana lo pergi! Ganggu aja!" Olif mengambil uang tabungan Elif yang sudah dikumpulkan sejak lama. Bahkan, untuk ucapan terima kasih pun, Elif tak mendapatkannya. Justru dorongan kasar dari Olif lah yang ia dapat. Bersamaan pula dengan tas kosong yang dilempar asal ke wajah Elif.

Pria yang duduk dikursi bangkit dan menghampiri Olif. "Jadi dia kembaran kamu yang ngga laku-laku?" dengan senyum mengejek, pria itu menunjuk dengan dagunya. "Mana bisa laku dia. Orang dandan juga aja ngga pernah. Buluk lah!" Olif membalas ucapan pacarnya.

"Ya udah yuk, kita pergi aja. Kegiatan kita jadi ke ganggu kalau ***-*** disini." pria yang berstatus pacar Olif itu merangkul tubuh kecil Olif yang terekspos bebas. Rasanya Elif ingin sekali muntah mendengar ucapan dua insan tak tau malu dihadapannya saat ini. Bahkan muntah adalah cara terbaik ketika membayangkan apa yang akan mereka lakukan nanti di suatu tempat.

"Jaga rumah yang bener! Gue mau pergi!" teriakkan Olif membuat Elif merasa sangat jengah.

Sebagai adik, Olif tak mempunyai tata krama sama sekali pada Elif yang berstatus sebagai kakak. Olif adalah anak yang sangat manja bahkan untuk mengurus pekerjaan ringan rumah pun tidak pernah karena saking dimanja.

Jika saja Elif punya teman untuk mencurahkan isi hatinya, tentu bisa membuat beban kehidupan Elif sedikit berkurang. Tetapi, tak ada satu pun yang mau berteman dengan Elif karena hasutan dari Olif yang sering mengatakan yang tidak-tidak tentang Elif.

Oh, Tuhan! Inikah yang disebut kehidupan?

***

Dua pria berjas keluar dari mobil bermerk Lamborghini Veneno berwarna hitam. Mobil yang ditaksir dengan harga 45 USD itu berhasil membuat siapapun tidak percaya jika melihatnya. Tetapi, bagi pria berkacamata yang sekarang menyandamg gelar presdir itu adalah hal biasa. Bahkan jika harus membeli pesawat termahal sekalipun hanya dengan satu gesekan langsung clear dengan mudah.

Mobil yang hanya memiliki kapasitas duduk dua orang itu kini terparkir cantik di halaman luas kediaman keluarga Kandou. Para bodyguard yang mengenakan baju serba hitam menyambut kedatangan presdir seperti biasa di depan teras rumah. "Dimana sofu?" presdir bertanya pada ketua bodyguard ketika baru masuk beberapa langkah dari pintu seraya memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. "Ada di laboratorium, presdir." jawabnya dengan kepala tertunduk. "Antarkan aku." perintah presdir. "Baik, presdir."

Laboratorium yang berada di lantai satu bagian belakang rumah, adalah tempat yang paling diharuskan hapal oleh seluruh bodyguard dan pembantu kediaman Kandou. Karena di laboratorium itulah pemilik kediaman Kandou berada.

"Ada apa kau kemari, Dex?" sofu langsung menyambut presdir Dex ketika baru saja sampai di laboratorium. Dengan baju putih profesornya, sofu masih asik dengan berbagai bahan kimia yang sedang ia racik, tanpa melirik sedikitpun pada presdir. "Ada yang ingin aku bicarakan, sofu." presdir yang terkenal dingin itu berubah menjadi sedikit ramah karena sedang berhadapan dengan sofu.

"Bicaralah!"

Javier langsung menyuruh seluruh bodyguard yang tadi mengantar presdir untuk kembali ke tempat masing-masing setelah presdir memberi kode. Karena presdir tak suka jika ada orang ketika sedang membicarakan sesuatu baik penting ataupun tidak. Kecuali orang yang bersangkutan.

"Sofu, aku baru saja mencium bau bunga Ru Shi di perusahaan." presdir duduk disalah satu kursi yang ada di laboratorium. Sofu yang tadi asik meracik bahan kimia, kini sedikit teralihkan kefokusannya oleh perkataan presdir. "Apa kau yakin jika itu bau bunga Ru Shi?" sofu menelisik kornea mata milik presdir untuk menyelidiki apa yang diucapkan presdir adalah benar.

"Seperti yang dulu pernah sofu buat. Persis seperti itu." sofu yang merupakan profesor itu pernah membuat bau bunga Ru Shi seperti yang ada disebuah buku kuno miliknya. Segala bahan yang sulit didapat akhirnya berhasil dengan terciptanya bau bunga Ru Shi yang sangat misterius. Kecuali jika MATE telah datang, maka bau bunga Ru Shi akan tercium. Bahkan di bangsa vampire setidaknya jika MATE mereka telah datang hanya dapat mencium bau bunga Ru Shi sekali saja. Karena di bangsa vampire mencium bau bunga Ru Shi adalah suatu keberuntungan.

"Untuk memastikannya kamu harus mendapatkan darah dari pemilik bau bunga Ru Shi itu, Dex."

Presdir menatap sofu ketika mendengar perkataan dari sofu. "Tetapi dia adalah seorang manusia, sofu. Bagaimana bisa dia adalah MATE-ku?" pertanyaan itu lolos dari bibir presdir yang membuat sofu tersenyum. "Jika saja dia adalah benar MATE-mu, mau manusia ataupun dari bangsa manapun tetaplah dia adalah MATE yang selalu kamu tunggu ribuan tahun lamanya. Karena, jika kau sudah bersatu dengan MATE-mu, maka kekuatan mu akan semakin bertambah."

Tak berapa lama, terdengar ketukan pintu laboratorium yang membuat tiga orang beda generasi itu menghentikan pembicaraan mereka.

"Lapor presdir, saya sudah mengintai wanita yang presdir perintahkan!" bodyguard yang tadi siang diperintahkan itu menunduk seraya melapor.

*

*

*

*

*

Yuk jangan lupa kasih, like dan vote ya. Visual tokoh akan author kasih di episode tertentu ya. Supaya kalian tambah semangat buat baca-nya. Selamat membaca. Semoga terhibur.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!