Vian merasa begitu buruk mendengar perkataan dari putri kecilnya itu, dia tak menyangka jika itu yang di pikirkan oleh Aira.
“Maafkan ayah ya Aira, selama ini ayah terlalu sibuk dengan pekerjaan," kata Vian.
“Ayah tak Pellu minta maaf, aila cayang ayah,” kata Aira memeluk Vian.
Bu Ageng tersenyum melihat keakraban dari Aira dan Vian, Bu Ageng merasakan kebahagiaan tersendiri.
Vian langsung mengendong putri kecilnya itu masuk ke dalam toko, dan Bu Ageng pura-pura sedang menata barang.
“Eyang lihat ayah datang,” kata Aira bahagia di gendongan Vian.
“iya sayang, Vian kok sudah pulang katanya lembur,” tanya Bu Ageng.
“Sedikit ada masalah, dan Vian lebih baik pulang dan berkumpul bersama Aira dan ibu,” jawab Vian yang duduk memangku Aira yang bermain boneka kesayangan nya.
“Oh ya katanya kamu mau buka pengilingan baru ya, nambah lagi pekerjaan mu, kamu gak Kasihan sama Aira?” tanya Bu Ageng.
“Vian belum siap punya istri lagi Bu, luka itu terlalu dalam,” jawab Vian yang sibuk dengan Aira.
Bu Ageng terdiam mendengar jawaban dari Vian, putranya itu seakan bisa mendengar isi hatinya.
“kalau begitu jangan lupakan Aira nak, dia juga butuh sosok ayahnya,” tambah Bu Ageng.
“Iya Bu, mulai hari ini Vian akan selalu mencoba meluangkan waktu untuk putri ku ini,” jawab Vian.
“Baiklah, ibu mau ke atas dulu, kamu di sini jaga toko ya,” kata Bu Ageng.
Vian memilih bermain dengan Aira, dan suasana toko terlihat begitu ceria.
Tak di sangka ada seorang wanita dan seorang pria masuk kedalam toko dengan begitu mesra.
“Selamat datang di toko Ageng..” kata Vian sopan.
Vian terkejut melihat wanita itu, bahkan Vian terdiam melihat kebersamaan mereka.
“Wah ternyata sekarang mantan suamimu hanya jadi penjaga toko ibunya ya,” kata pria bernama Irwan itu.
“cih, dia memang tak berguna, berbeda dengan mu sayang,” jawab Rini dengan nada mengejek Vian.
Rini Irawati, wanita yang begitu Vian cintai, bahkan dulu Vian bisa mengorbankan segalanya untuk wanita itu.
Tapi sayangnya Rini lebih memilih pria lain yang jauh lebih kaya, dan juga rela meninggalkan putri mereka yang baru satu bulan lahir.
“Sayang kita cari toko lain saja yuk, aku tak nyaman di sini,” kata Rini dengan manja pada Irwan.
“iya ratuku, apapun untuk mu, oh ya Vian kasihan ya kamu masih mengharapkan cinta yang bukan untuk mu, lihat kami sekarang sudah bahagia sedang kamu apa,” ejek Irwan.
Vian hanya menahan semua amarahnya, apalagi ada Aira di belakangnya, Aira memilih bersembunyi di balik tubuh Vian.
Rini pun pergi dengan sombong bersama suami barunya, yang notabene adalah sahabat seperjuangan Vian dulu.
“Ayah cedih ya?” tanya Aira dengan menyentuh tangan Vian.
“Sedikit sayang, ayah hanya ingat sesuatu,” jawab Vian yang mensejajarkan tubuhnya dengan Aira.
Aira menghapus bekas air mata Vian yang tak sengaja jatuh, gadis kecil itu seakan mengerti kesedihan dari sang ayah.
“Angan cedih ya, aila di camping ayah,” kata Aira memeluk Vian erat.
Vian pun memeluk sang putri, Vian kembali menginggat masa sulitnya dulu.
Vian yang bahagia saat tau jika Rini melahirkan seorang bayi cantik yang begitu munggil.
Tapi berbeda dengan Rini yang seperti membenci anak yang baru dia lahirkan.
Rini bahkan tak mau menyusui bayi Aira, dia beralasan tubuhnya akan rusak, bahkan saat malam hari dia tak mau bangun.
Vian begitu memanjakan Rini, Vian selalu menutup mata dengan semua kesalahan Rini.
Vian akan bangun dan mengecek putri kecilnya yang menangis tengah malam, kadang Bu Ageng akan ikut membantu Vian.
“Bisakah kau menyuruh nya diam, dia terlalu berisik!” teriak Rini yang kesal dengan suara tangisan bayi Aira.
“Ada apa ini mbok?” tanya Vian yang baru datang.
“Ini tuan nona kecil tak mau berhe to menangis, dan nyonya tak ingin mengendong nya,” lapor mbok Ijah.
“Dia adalah anakmu, jadi urus dia, aku pusing mendengar suara tangisan nya,” kata Rini yabg pergi ke kamarnya.
“Kemarikan mbok,” kata Vian yang mencoba menenangkan bayi Aira.
Bagi Aira langsung tenang di gendongan sang ayah, sedang di kamar Rini mendapatkan sebuah pesan masuk.
“Hai bunga desa, gimana kabarnya? Sudah bahagia dengan pria pilihan mu,” isi pesan itu.
“Ini siapa? Dan apa urusannya dengan anda?” balas Rini ketus.
“jangan galak gitu, ini aku Irwan teman SMA mu dulu,” balas pesan Irwan.
“Menyesal,” balas Rini.
“Besok temui aku di rumah makan langganan kita dulu, ada banyak yang ingin aku bicarakan dengan mu,” isi pesan Irwan lagi.
“Baiklah jam 9 pagi tepat, jangan telat mengerti,” kata Rini.
“siap ratuku,” balas Irwan yang berhasil membuat Rini senang.
Vian masuk bersama putri kecil mereka, “Rini cobalah untuk menyusuinya,” kata Vian.
“Berhenti lah memaksa ku, kamu yang dulu menginginkan bayi itu, padahal aku sudah pernah bilang aku tak ingin punya bayi dulu,” jawab Rini ketus.
Vian pun memilih mengalah dan membawa putri kecilnya itu keluar kamar.
Bu Ageng langsung meminta bayi airadan menggendongnya, sedang Vian duduk di kursi ruang tamu.
“Vian kenapa istri mu sekarang seperti ini,” tanya Bu Ageng binggung.
“Entahlah Bu, Vian juga tak mengerti, setelah melahirkan Aira, Rini menjadi pribadi yang lain, sekarang dia hanya mementingkan dirinya sendiri,” jawab Vian.
“Vian, aura masih membutuhkan ASI, coba bicara pada Rini,” kata Bu Ageng.
“Dia tak mau Bu, ya terpaksa kasih susu formula saja, lagi pula Aira juga tak bermasalah dengan susu formula Kan,” jawab Vian.
Di sisi lain Rini terus bertukar pesan dengan Irwan, bahkan Irwan terang-terangan meminta Rini meninggalkan suaminya.
Keesokan harinya Vian mendapatkan telpon dari anak buahnya jika pabrik Mereka kebakaran.
Sedang Rini sudah sampai dan tersenyum melihat Irwan yang juga sudah datang.
“Tumben on time?” tanya Rini yang duduk di depan Irwan.
“Aku gak sabar mau ketemu ratu ku yang cantik ini,” gombalan Irwan mampu membuat Rini tersipu.
“dasar kamu ini suka gombal, oh ya ada apa ini?” tanya Rini.
“Aku mau memintamu kembali padaku, buat apa kamu bertahan dengan pria miskin seperti suamimu itu?” kata Irwan.
“maksudmu pria miskin, mas Vian masih juragan pabrik di desanya ya," jawab Rini.
“Kau bodoh ya Rin, kau tau kenapa suamimu pergi pagi-pagi buta tadi, karena pabrik tahu miliknya kebakaran hebat,” jawab Irwan.
“Apa kamu bilang, itu tak mungkin..” lirih Rini.
Irwan mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan foto pabrik Vian yang terbakar.
Rini tak mau hidup susah, apalagi pabrik itu adalah penghasilan utama Vian selama ini.
“Ikutlah dengan ku, aku sekarang juga pengusaha tahu yang sukses dari pada suamimu yang miskin itu,” kata Irwan.
Rini tak bisa hidup miskin, bisa di hina oleh keluarganya nanti, apalagi mereka punya kehidupan yang begitu wah.
Dan Rini juga di kenal sebagai wanita kaya dan cantik, jadi dia tak ingin menjadi miskin hidup bersama vian.
mohon dukungannya ya, jangan lupa like, komen dan vote, terima kasih...🙏🙏🙏😍😍😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 247 Episodes
Comments
Ukhty Nur Siahaan
Awas karma dah
dah Riri dah
2022-08-27
0
Fhebrie
kuwalat km rini
2021-08-13
0
Boru Tanjung
perempuan gila harta
2021-07-16
0