Sudah 3 bulan sejak hari itu, waktu terus berjalan dengan cepat. Selama itu, baik Efira maupun Alex sama-sama disibukkan dengan kepentingan masing-masing. Entah dalam urusan universitas atau pekerjaan mereka.
Efira terlihat baik-baik saja menjalani hari-harinya. Gadis itu terlihat senang-senang saja dengan kebebasannya. Berbeda dengan Alex yang semakin uring-uringan karena tidak sempat bertemu Efiranya. Berbalas pesan saja tidak.
Sore ini sekitar pukul 19.00, dalam dinginnya udara yang merasuk kulit. Terlihat seorang lelaki tengah menatap kota dari balkon apartemennya.
“Aku bisa gila jika seperti ini terus. Aku akan menemuinya.” Gumamnya, masuk mengambil jaket dan pergi menemui sahabatnya, Efira.
Keduanya memilih untuk tidak tinggal di apartemen yang berdekatan. Efira biangnya, gadis itu bilang bahwa Alex akan terus mengganggunya dan tidak akan mengizinkannya bebas barang sedikitpun.
“Pokoknya kita tidak bisa tinggal berdekatan” Saat itu Efira tidak terima jika Alex harus tinggal tepat di depan apartemennya.
“Why?”
“Kau pasti akan sangat menggangguku. Bagaimana jika aku sibuk? Lalu kau datang dan aku tidak bisa melanjutkan kesibukanku.”
“Itu karena kau sendiri yang tidak bisa menolak pesonaku.”
“Cih, atau bagaimana jika ada teman-temanku mampir dan kau datang merusak segalanya. Bagaimana?”
“Tidak masalah selama temanmu itu seorang wanita.”
“Kalau lelaki?”
“Aku tendang bokongnya sampai terjatuh dari lantai apartemenmu. Lagipula kau bisa mengusirku bukan?”
“Dan sialnya kau selalu tidak mau pergi jika hal itu benar-benar terjadi.”
“Kau memang cerdas.”
Efira memijat pelan pelipisnya, masalah tempat tinggal saja jadi perdebatan.
“Pokoknya tidak. Cari apartemen lain!” Ketus Efira.
“Kau sangat menyebalkan kalau kau mau tau.”
“Aku tidak mau tau.”
Perdebatan itu di akhiri dengan Alex yang mengalah, mencari apartemen lain yang juga dekat dengan kampus.
Meskipun faktanya, Efira tetap tidak bisa bebas karena sahabat lelakinya itu selalu menguntitnya.
Hanya butuh waktu kurang lebih 15 menit untuk Alex sampai di apartemen Efira. Dia terus menekan bel apartemen sahabatnya itu tanpa henti.
“EFIRA BUKA! INI AKU.”
“Iya, sebentar.” Terdengar teriakan Efira dari dalam.
Ceklek
“Ada perlu apa?” Tanya gadis itu, masih sibuk mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil. Tanpa permisi, Alex langsung memeluk sahabatnya.
“Merindukanmu bodoh. Memangnya kau tidak rindu?” Masih sempat-sempatnya mengumpat.
Efira tersenyum tipis, “Aku sama sekali tidak merindukanmu.”
“Ya sudah, biar aku saja yang rindu. Benar kata aktor lokal itu bahwa rindu itu berat.”
“Ayo ke café, aku benar-benar suntuk. Butuh refresh otak.” Ajak Alex, memperhatikan sahabatnya yang sedang menyisir rambut di cermin meja rias.
“Tunggu sebentar. Aku ambil tas dulu.” Jawab Efira, berlalu menuju lemari untuk mengambil tas selempang kecil miliknya.
Sedangkan Alex terus memperhatikan gerak-gerik Efira sambil berbaring di kasur, menjadikan kedua tangannya sebagai bantal.
“Sudah, ayo pergi.” Ucap Efira menatap Alex.
...***...
“Besok hari kelulusan bukan? Kau akan datang?” Efira membuka suara diantara keduanya.
“Tidak, aku ada rapat penting. Lusa aku sudah habis masa kontrak. Aku harus segera menyelesaikan tanggung jawabku disana.”
“Apa rencanamu?”
“Sebelum mengambil ijazah, selama satu pekan, aku akan mengajakmu bersenang-senang sebelum meninggalkan tempat ini.”
“Lalu?”
“Ya tidak ada lalu-lalu Efira, kita hanya perlu bermain. Lagipula, setelah sampai di rumah, belum tentu kita dapat menghabiskan waktu bersama.”
Efira hanya menganggukkan kepalanya. Memilih meneruskan acara makannya.
Alex dan Efira sudah bekerja setelah menyelesaikan pendidikan S1-nya, Alex masuk ke salah satu perusahaan IT. Mudah saja, mengingat kemampuannya di bidang tersebut tidak perlu di ragukan.
Sedangkan Efira? Ah, gadis itu menemukan pekerjaan yang sesuai dengan hobinya, meskipun itu menyimpang dari kuliahnya di bidang interior.
Namun, untuk mengisi waktu luangnya, gadis itu mampu menunjukkan bakatnya hingga menjadi salah satu desainer untuk agensi bergengsi disana.
“Bagaimana denganmu? Maksudku agensimu?” Lanjutnya.
“Tentu saja sangat baik. Kau harus menggunakan setelan yang sudah kurancang khusus untukmu besok” Jawab Efira semangat, gadis itu mengunyah makanannya dengan lahap.
“Tentu. Padahal kau bisa menjadi model disana tapi, kau malah menjadi desainernya. Itu melelahkan bukan? Belum lagi hal tersebut menyimpang dari kuliahmu.”
“Kau pun tidak bisa menyimpang dari hobimu bukan? Seperti itu lah alurnya terjadi, Lex.”
Alex hanya tersenyum sebagai jawaban. Lelaki itu mulai berfikir bahwa mereka sudah dewasa, Efiranya juga sudah dewasa, bukan lagi Efira yang suka mengadu saat tidak bisa mengerjakan PR-nya, atau Efira yang merengek meminta waktu Alex untuk bermain bersama. Sudah tidak sama, gadis itu tumbuh menjadi gadis yang cantik dan cerdas.
“Mau bertaruh sesuatu?” Ucap Alex.
“Bertaruh apa?”
“Diantara kita, siapa yang lebih unggul saat kelulusan nanti bisa mengajukan permintaan kepada lawannya?”
“Kau sedang menantangku?” Tanya Efira.
“Kau pasti menjadi lulusan terbaik.” Ucap Alex mengusap puncak kepala gadis itu.
“Bagaimana jika kau mengungguliku lagi?” Kali ini Efira menatap sahabatnya serius. Jelas saja pernyataan lelaki itu berbanding terbalik dengan kenyataan.
Pasalnya, gadis itu selalu menjadi yang kedua setelah Alex. Boleh saja bersahabat tapi, urusan nilai mereka sanggup bersaing.
“Itu bagus, tandanya aku dapat meminta apapun padamu.” Goda Alex, mencubit hidung mancung Efira.
...***...
“Masuklah.” Efira mempersilahkan Alex masuk, membuka gamblang pintu apartemennya.
Gadis itu berjalan menuju ruang kerjanya, tentunya diikuti oleh Alex. Disana, terpampang jelas setelan jas berwarna maroon, terlihat pas dengan gaun cantik berwarna senada di sampingnya.
Tunggu.
Apa gaun itu milik Efira? Gadis itu merancangnya berpasangan?
Ah, membayangkan dirinya dan Efira menggunakannya saja sudah sanggup membuat Alex tersenyum sendiri.
“Lex?”
“Alex?”
“Hello?”
“Alexander Harrison?"
Lihatlah, lelaki itu bahkan tidak sadar dengan apa yang terjadi di sekitarnya. Sibuk dengan imajinasinya sendiri.
Hingga,
Plak
Tamparan sedikit keras di bahunya berhasil membuat lelaki itu tersadar. Mengelus bahunya pelan. Entah sudah berapa kali bahu kokohnya menjadi korban atas ketidak manusiawi-an seorang Efira.
“Bagaimana menurutmu? Ini jas yang akan kau gunakan, aku menyiapkannya lengkap dengan kemeja dan juga dasinya.” Ucap Efira menjelaskan.
“Dan gaun ini adalah gaun milikku, aku ingin saja membuatnya.” Lanjut Efira menunjuk gaun pesta warna maroon miliknya.
“Bagus. Aku suka. Bisa tolong kemaskan itu untukku.” Jawab Alex.
“Tunggu sebentar.” Efira langsung mengambil paper bag dan mengemas setelan Alex dengan rapi.
“Setelah rapat besok, aku akan menjemputmu untuk makan malam. Selamat malam” Ucap Alex setelah berhasil meraih paper bag yang di berikan sahabatnya itu.
“Aku menunggumu.” Jawab Efira.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments