Mengejar Cinta Suami
Siti,gadis berusia 26 tahun yang masih asik menyendiri. Di usia itu,dia belum ingin menikah karena masih ingin membiayai satu adiknya,Seno. Dia juga ingin menikah tanpa pacaran karena tidak ingin merasakan patah hati. Dia dan adiknya adalah yatim piatu sejak Siti berusia sepuluh tahun dan adiknya yang berusia satu tahun. Sejak itu,dia dan adiknya tinggal bersama nenek mereka. Sayangnya usia nenek pun tidak panjang,saat Siti baru saja lulus sekolah menengah pertama,nenek menyusul kedua orang tuanya.
Sejak itu Siti tidak bisa melanjutkan pendidikan nya. Dia ikut bantu-bantu di rumah tetangga hanya untuk bisa makan sehari-hari.
Siti datang ke kota tinggal bersama paman nya yang adalah adik dari ayahnya. Berharap dapat kehidupan yang lebih layak. Dia terpaksa meninggalkan adik semata wayang nya di desa yang sekarang telah duduk di bangku sekolah menengah atas. Masih beruntung ada rumah sangat sederhana peninggalan kakek dan nenek nya dulu yang bisa di tinggalin oleh adiknya itu. Siti ingin adik nya terus bersekolah agar nasib nya kelak bisa lebih baik.
Paman dan bibi nya itu memiliki warung makan yang terletak di samping rumah. Siti bertugas melayani pembeli yang datang untuk makan atau pun hanya sekadar nonkrong.
Sudah hampir satu bulan Siti ikut kerja di warung paman nya itu. Dia berharap bisa segera mengirimkan uang untuk keperluan adik nya di desa.
"Ayo Siti cepat,kamu lambat sekali sih!" Teriak bibi Reni,istri dari paman nya Supri.
"Iya bi sebentar!" Jawab Siti. Lambat sedikit saja bisa habis Siti di omelin bi Reni bahkan di depan pembeli sakalipun. Tapi demi adik semata wayang nya,dia sekuat hati menahan diri.
"Mana? Lambat sekali sih pantas saja tidak ada yang mau sama kamu,huuhh!" Bentak bi Reni.
"Maaf bi. . .!" Kata yang selalu bahkan harus dia ucapkan setiap menit agar bibi nya tidak makin marah. Alasan apapun tidak akan di benarkan oleh bibi nya itu.
"Mbak,mana pesanan saya?"Tanya pembeli.
"Punya saya dari tadi kok tidak datang-datang ya!"
Selalu seperti itu setiap hari. Memasak sampai melayani pembeli harus Siti kerjakan hingga kadang dia bingung mana yang harus lebih dulu dia kerjakan. Kalau masakan nya sampai gosong,dia tidak akan dapat jatah makan siang dan malam.
Hari ini beruntung Siti tetap bisa dapat jatah makan siang dan malam karena pembeli tidak sebanyak hari biasa nya di karena kan hampir seharian hujan jadi orang-orang lebih memilih di rumah saja.
Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam tapi bibi nya belum mau menutup warung nya karena pendapatan belum sesuai yang dia inginkan.
"Kamu makan nya nanti saja,Siti! Tuh sama sayur yang di panci itu saja karena itu sayur yang kemarin sudah tidak bisa buat besok!" Titah bibi nya.
Walau pun makan dengan sayur yang hampir basi,Siti tetap bersyukur asalkan perutnya terisi dan dia tetap bisa bekerja.
Karena jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam sedangkan sebelum subuh Siti sudah harus bangun lagi,akhirnya paman menyuruh Siti menutup warung nya. Setelah menutup warung,Siti makan malam lalu menghangatkan sisa sayur yang masih bisa untuk di jual lagi besok. Mencuci piring dan perabotan serta membersihkan isi warung.
Pukul duabelas malam Siti baru selesai dengan pekerjaan nya. Dia bergegas tidur. Tidur pun hanya beralaskan tikar di ruang tengah tempat anak-anak pamannya biasa menonton tv. Jika sudah malam,anak-anak paman akan tidur di kamar masing-masing jadi hanya Siti yang tidur di sana. Karena merasakan kelelahan,Siti dengan mudah terlelap,tidak lupa mengatur alarm agar dia tidak kesiangan.
Pukul empat pagi Siti bangun langsung menghangatkan lagi sayur sisa semalam agar tidak basi sedangkan paman dan bibi nya belanja ke pasar. Sebelum paman dan bibi pulang dari pasar,warung sudah harus siap dan juga sarapan untuk keluarga paman.
"Siti mana sarapan kita!" Teriak Radit,anak paman yang sulung yang seusia dengan adik nya Siti yang bernama Seno.
"Iya ini sarapan nya" Siti dengan terburu-buru membawa dua piring nasi goreng ke meja makan ntuk anak-anaknya paman.
"Huhh,lambat sekali kamu Siti!" Bentak Radit.
"Mas Radit jangan begitu! Panggil mbak Siti bukan Siti!" Rania,adik nya Radit yang masih sekolah menengah pertama.
"Sama saja Siti ya Siti!" Ucap nya ketus.
"Dasar tidak sopan!" Protes Rania.
"Diam kamu,anak kecil!" Bentak Radit.
"Ada apa ini ribut-ribut?" Bi Reni tiba-tiba sudah ada di antara mereka.
"Siti nih ma,lama bikin sarapan nya,Radit kan bisa telat ke sekolah! Sengaja dia tuh!" Radit menghasut mama nya.
"Dasar kamu Siti! Kamu senang ya kalau Radit tidak bisa sekolah karena telat!"
"Maaf bi,tadi saya. . ."
"Sudah diam! Banyak sekali alasan kamu!"
"Mama,mbak Siti sudah cepat kok bikin sarapan nya. Mas Radit saja yang tidak sabaran!" Rania mencoba membela Siti.
"Kamu itu ! Saudara kamu mas Radit apa si Siti hah?" Bibi tidak terima putri nya membela Siti.
"Mbak Siti juga saudara kita ma! Kan keponakan papa!" Terang Rania.
"Anak kecil tahu apa kamu! Sudah makan sana!"
"Kalian ini pagi-pagi sudah ribut!" Paman Supri ikut menimpali.
"Keponakan papa itu tuh yang salah! Sudah di kasih tumpangan,kerjaan,masih tidak tahu diri!" Ucap bibi sinis.
"Sudah sudah tidak usah ribut terus. Siti ayo kamu mulai masak untuk warung!" Titah paman Supri. Siti mengangguk lalu pergi ke dapur untuk masak masakan warung.
Hari sudah lumayan siang. Para pembeli mulai ramai dari yang makan di tempat sampai yang di bawa pulang. Jam-jam sibuk Siti hingga untuk sekadar minum pun dia tidak ada waktu.
"Mbak Siti sudah menikah belum?" Tanya seorang pembeli saat sedang di antarkan pesanan nya oleh Siti. Pak Agus,duda beranak tiga yang punya bengkel motor.
"Silahkan di makan pak!" Bukan nya menjawab pertanyaan pak Agus,Siti malah langsung pergi membuat pak Agus jadi tersinggung.
Siti kembali sibuk melayani pembeli yang lain sambil sesekali mengecek masakan nya.
"Siti,kamu ini jadi orang kok sombong sekali sih! Kalau orang tanya itu di jawab! Pelayan warung saja sombong kamu,bagaimana kalau jadi istri direktur kamu? Hah tidak mungkin itu!" Bi Reni tiba-tiba masuk ke dapur sambil berkata sinis.
"Maksud bibi di tanya siapa ya?" Siti belum mengerti. Yang ada dalam pikiran nya hanya melayani pembeli,masak dengan benar. Hanya itu saja.
"Pura-pura lagi kamu! Awas ya kalau pak Agus tidak mau makan lagi di sini gara-gara tersinggung sama kamu!" Ancam bi Reni.
"Pak Agus mana bi? Saya tidak hapal nama pembeli!" Tanya Siti polos.
"Yah itu karena kamu sombong tidak mau bergaul! Mulai sekarang kamu harus tahu siapa-siapa orang yang datang ke warung saya! Mengerti kamu!" Ancam bi Reni lagi.
"I, iya bi!" Siti menunduk.
Masa harus bertanya siapa nama nya pada setiap pembeli? Batin Siti. Siti kembali sibuk. Sampai tidak terasa hari sudah mulai malam.
Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh lebih tapi pembeli yang hanya memesan teh,kopi masih belum mau beranjak pergi. Perut Siti sudah sangat lapar,tapi warung tidak bisa di tinggal. Paman sedang asik ngobrol sedang kan bibi sedang sibuk menghitung uang jadi dia tidak boleh di ganggu.
Pukul satu dini hari,Siti baru bisa terlelap. Pekerjaan nya sangat berat dan hampir tidak ada waktu untuk nya beristirahat. Tapi demi adik dan berharap kehidupan yang lebih layak kelak,terpaksa Siti harus mau menuruti semua perintah bibi nya. Sementara paman nya hanya menurut saja apa yang di katakan istri nya itu.
N E X T
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 282 Episodes
Comments
Borahe 🍉🧡
First reading
2023-06-22
0
Yeni Sinam
kasian siti
2021-11-08
0
Li Permana
Semangat terus kak
2021-11-01
0