Jeratan Iblis: Sebuah Perjanjian Tanpa Akhir

Bab 8

Salah satu hal yang paling berharga adalah keluarga. Dari sanalah kita mengenal rasa kasih sayang yang lebih hakiki dari sekedar rasa cinta.

***

Berbagai sesi tes sudah Elisa selesaikan beberapa menit lalu. Sekarang dia di suruh menunggu beberapa saat karena hasil tes akan langsung di sampaikan. Tentu saja dia harap-harap cemas karena keinginannya untuk bekerja sangatlah kuat, semua demi Erik, sang adik. Menganggur bukanlah pilihan yang tepat untuk keadaanya sekarang apalagi sebelum Elisa berangkat tadi dokter sudah memberitahukan bahwa ditemukan gumpalan darah di otak Erik yang menyebabkan beberapa fungsi di tubuhnya tidak bekerja. Salah satunya adalah

kesadaran. Meskipun sebenarnya Erik mampu mendengar dan merasakan tapi ia tak mampu membuka matanya dan mengerakan tubuhnya. Masalahnya biaya itu tidaklah sedikit, Elisa butuh belasan juta lagi untuk itu.

Menit demi menit berlalu, dari kejauhan dia melihat pria yang melakukan wawancara tadi menghampirinya. Di dada sebelah kanan tertulis nama Hendra Nugraha/Personalia.

"Mbak Elisa, selamat bergabung dengan perusahaan kami. " Kata pak Hendra sambil menjabat tangan Elisa kuat-kuat. Mata Elisa berbinar senang.

"Silahkan ikut saya ke ruangan sekertaris yang sudah di siapkan. Kamu bisa mempelajari cara kerja perusahaan ini hingga sore nanti jam kantor usai." Lanjut pak Hendra sambil berlalu ke ruangan yang dituju. Elisa mengekor dibelakang sambil memperhatikan suasana di tempat kerja barunya ini. Tempat yang luas, batinnya. Tentu saja karena ini kantor logistik. Tapi bukan itu, ada aura yang berbeda menurut mata batinnya.

"Besok akan saya ajak kamu berkenalan dengan orang-orang di kantor ini. Kalau pak Jericho nanti siang akan datang kesini, kamu bisa mulai bertanya mengenai cara kerja beliau. Dia orang yang tegas dan disiplin melebihi almarhum ayahnya. Jadwal beliau sangat padat setiap hari. " Terang pak Hendra kepada Elisa sampai mereka berhenti di depan sebuah ruangan yang dituju. Pintunya sudah dibuka oleh tangan pak Hendra.

"Silahkan masuk, ini ruangan sekertaris nya. Kalau ada yang tidak kamu mengerti bisa menghubungi saya. " Pak Hendra hendak pergi namun dia memperhatikan Elisa yang tak kunjung masuk ke ruangan itu. Sedangkan Elisa pun bingung menjelaskan kepada pak Hendra dengan apa yang dilihatnya sekarang. Seorang perempuan sedang duduk dengan kepala tertunduk di kursi ruang kerja itu. Pakaian nya rapi namun wajahnya begitu pucat. Dari pengamatannya dia adalah sekertaris Mirna yang meninggal beberapa bulan lalu karena bunuh diri.

"Silahkan masuk mbak Elisa. " Seru pak Hendra. Mendengar ucapan itu Elisa menjadi yakin bahwa pak Hendra tak melihat apa yang dia lihat sekarang.

"Ii, iya pak, maaf. " jawab Elisa dengan langkah yakin memasuki ruangan itu. Dalam hati dia mengucapkan permisi. Pak Hendra pun kini telah pergi meninggalkannya seorang diri dengan hantu wanita yang dia duga adalah sekertaris sebelum nya. Pertanyaan lain kini muncul, kenapa dia masih disini? Sedangkan dia tidak meninggal di tempat ini?

Dengan hati-hati Elisa mendekati meja kerja itu, menyalakan komputer dengan posisi berdiri. Dia pura-pura tak melihat hantu wanita itu, mempelajari struktur dan sistem kerja perusahaan ini.

"Kenapa kamu disini? " Tanya hantu itu. Tapi Elisa tetap diam seolah tak mendengarnya. Tangannya gemetar memainkan mouse.

"Ini ruangan saya, kenapa kamu disini? "Tanya hantu itu lagi, kali ini ia mengebrak meja hingga sebuah tempat pulpen diujung meja terjatuh. Elisa terkejut, kemudian mundur beberapa langkah ke belakang, komunikasi dengan hantu bukanlah hal yang dia sukai meski itu sering terjadi.