Pasca Cerai
PASCA CERAI
"Sekarang hanya ada dua pilihan, mana yang kamu pilih, ibu atau istri dan bayi buta itu?" tanya Ibu mertuaku ketika datang ke rumah untuk menjenguk bayi yang telah aku lahirkan sejak dua minggu yang lalu.
Namun, dokter memastikan bahwa bayi kami terkena ROP (Retina Of Prematurity) yang terancam tidak bisa melihat, masih ada harapan anak kami bisa melihat melalui beberapa tindakan operasi.
Tapi tindakan itu tidak bisa memastikan penglihatan akan seperti anak pada umumnya, bayi kami baru saja diperbolehkan pulang dari rumah sakit setelah kondisinya dinyatakan stabil.
"Denis mohon jangan memberikan pilihan sulit untukku seperti itu," jawab Mas Denis
Aku hanya bisa diam tanpa berkata sepatah kata pun, ucapan ibu mertuaku mengalahkan rasa sakit pasca melahirkan SC yang kujalani, bahkan meremukkan hati ini berkeping-keping, sungguh kondisi anakku saat ini telah membuat kesedihan menyelimuti hati.
"Ibu tidak mau menanggung malu karena kamu memiliki anak yang buta."
Kata "Buta" yang ditujukan untuk anak yang baru aku lahirkan seketika membuat hati ini memberontak tidak terima.
Bagaimana pun keadaan anak yang aku lahirkan, dia tetaplah darah dagingku, dan juga anak suamiku serta cucu dari ibu mertuaku, tega sekali beliau melabelkan "buta" untuk bayiku yang tidak berdosa itu.
"Bagaimana pun keadaannya dia tetaplah anakku, darah daging Mas Denis yang juga cucu ibu, teganya Ibu berkata itu!" Luruh sudah air mata ini tak terbendung lagi.
"Baiklah jika Denis tidak bisa memberikan keputusan, ibu akan memberikan pilihan untukmu ...." Ia memicingkan mata dan menatapku lekat.
"Bu, tolong beri kami waktu." Suamiku selalu seperti ini, sangat lemah jika dihadapkan pada ibunya.
"Tidak Denis, istrimu harus memilih kali ini, meninggalkan bayi itu agar tetap bersama kita atau tetap bersamanya tanpa kita."
Hati ini mencelos saat mendengar ucapan Ibu mertuaku, tega sekali membuang anak yang telah menghuni rahimku.
Dengan perjuangan mengalahkan rasa sakit untuk bisa melahirkan ia ke dunia, mempertaruhkan hidup dan matiku saat proses SC dilakukan agar dapat menghadirkan ia diantara kami.
Kami menunggu kehadiran bayi mungil itu selama tiga tahun di pernikahan kami, sememalukan itukah keadaan anakku untuknya dan keluarganya?
Saat kehamilan Aku terkena virus TORCH. Namun, telat terdeteksi hingga menyebabkan kelahiran prematur dan juga kelainan pada bayi yang kulahirkan, virus itu menyerang organ penglihatan pada janin yang kukandung, bukan hanya penglihatan yang terganggu.
Jantung bayi mungilku mengalami kelainan, terdapat lubang pada jantung yang mengharuskan ia menjalani operasi agar lubang pada jantungnya bisa menutup sempurna.
"Walaupun seisi dunia ini tidak mengakuinya, membuang bahkan menghinanya, bayiku tetaplah darah dagingku, makhluk sempurna yang Allah ciptakan, di balik kekurangannya Amanda yakin ia akan memiliki kelebihan dan bisa dibanggakan, tidak sehina yang Ibu bahkan orang lain pikirkan." Kuangkat wajah yang sedari tadi hanya bisa menunduk.
Melihat ekspresi dari suami dan ibu mertuaku atas yang kuucapkan. Mas Denis membulatkan kedua matanya, sedangkan ibu menatapku dengan tatapan sinis dan meremehkan.
"Jangan memberikan keputusan apapun Amanda!!!" ucap tegas Mas Denis.
Selama ini Aku diam dan menerima semua perlakuan Ibu karena berusaha menghargainya.
Namun, setelah beliau menghina bahkan ingin memisahkanku dengan darah dagingku karena kekurangan yang ia miliki, membuat rasa hormat ini berubah menjadi rasa sakit serta kekecewaan terdalam untuknya.
Kasih sayang bahkan rasa hormatku untuknya entah menguap kemana.
"Bayi kita tidak berdosa Mas, bahkan sangat suci, Aku tidak akan mengorbankan anakku hanya untuk tetap bersamamu dan keluargamu yang menjunjung tinggi kesempurnaan dan kehormatan," ucapku tegas.
Iya ... inilah keputusan yang telah di ambil, tidak perlu berpikir lama untuk mengambil keputusan, tujuan hidupku saat ini adalah membahagiakan anakku yang tetap lah sempurna.
Terdengar suara tangisan, kuhapus air mata yang mengalir di pipi, kudekati ranjang bayi yang saat ini ditempati malaikat kecilku yang tengah menangis.
Mungkin ia merasakan kesedihan mamanya saat ini, kuangkat dari ranjang tempat tidurnya, kuusap wajahnya dan mencium lembut pipinya penuh kasih sayang.
"Tenang sayang, mama baik-baik saja, jangan khawatir mama akan terus bersamamu, kamu sumber kebahagiaan mama saat ini, kita akan berjuang bersama apa pun yang akan kita hadapi."
Aku memeluknya dalam gendongan, mendekat kearah Ibu dan juga Mas Denis yang tengah duduk saat ini untuk melanjutkan pembicaraan kami.
"Amanda ...." Mas Denis memanggil namaku dengan suara bergetar.
Aku hanya bisa menatapnya lekat melihat ekspresi tak terbaca yang ditunjukkan oleh Mas Denis.
'Ya Allah apa yang terjadi dengan suamiku?' tanyaku dalam hati.
Aku mendekap erat bayi mungil yang berada digendongan, untuk memberi semangat dan kekuatan pada diriku sendiri, menghadapi apa pun yang akan terjadi selanjutnya dalam prahara rumah tangga kami.
Bayi mungil ini akan senantiasa berada dalam pelukanku sampai kapan pun, bukankah kasih Ibu sepanjang masa?
Hanya kematian yang bisa memisahkan kami, bukan karena Retinopathy of Prematurity yang ia derita, kelainan jantung atau penyakit apa pun, bagaimana pun kondisinya bagiku ia tetap anak yang sempurna untukku yang diciptakan oleh-Nya.
"Lepaskanlah anak itu untuk dititipkan di panti asuhan, semua kebutuhannya akan tetap kita berikan. Namun, ia tidak bisa bersama kita dalam satu rumah, anggap kita tidak pernah memilikinya." Suara bergetar diiringi sedikit isak tangis suamiku terdengar.
Perkataan Mas Denis, berhasil memporak-porandakan hati sebagai seorang Ibu yang telah berjuang mengandung dan melahirkan.
Bagai tersayat sembilu, sampai hatinya suamiku tidak mengakui bayi ini adalah anak kami, anak yang dinantikan kehadirannya.
Perjuangan saat melahirkan yang prosesnya harus di bayar dengan darah dan rasa sakit, mempertaruhkan hidup dan mati seorang wanita.
Semakin kudekap erat bayi ini, berharap ia tidak merasakan sedih seperti diriku saat ini, ketika mendengar ayah kandungnya meminta membuangnya dan menganggap dirinya tidak pernah hadir diantara kami.
"Tega kamu, Mas. Apakah kalian tidak mempunyai hati nurani, hah?! Bahkan rasa kasihan saja pada bayi yang tidak berdosa ini, dia anak kita Mas!" Suaraku naik satu oktaf pada suami dan juga ibu mertuaku diiringi deraian air mata yang sudah tak dapat di bendung.
Menatap sinis kedua orang yang berada dihadapanku saat ini dengan amarah, sedih dan kekecewaan mendalam, hancur sudah hati ini setelah mendengar ucapan suamiku, aku kira dia akan mepertahankan kami.
Harapanku ia akan melindungi serta menyayangi kami dengan tulus apa pun kondisi anak kami, tapi nyatanya harapan tak sesuai dengan kenyataan.
"Ini demi keutuhan rumah tangga kita Amanda, Aku mencintaimu dan menginginkan dirimu tetap berada disisiku sebagai seorang istri," ucap Mas Denis sebagai alibi yang melatar belakangi keputusannya.
"Dengan menuruti keinginan ibumu dan mengorbankan darah daging kita, Mas?! Tetap menjadikan aku seorang istri sekaligus seorang ibu yang jahat dengan membuang darah dagingnya sendiri? Apa itu yang kamu inginkan? Apa itu yang dinamakan cinta?" ucapku penuh penekanan.
"Pelankan suaramu dan tenangkan dirimu Amanda!!!" seru Ibu mertuaku.
"Denis sudah memberikan keputusan, sekarang apa keputusanmu? Ibu ingin mendengar keputusanmu sekarang!" perintahnya tanpa memedulikan perasaanku.
Tidak kah mereka melihat kondisi anakku? bahkan saat ini ia ikut menangis dalam dekapan, sepertinya anakku mengerti kesedihan yang aku rasakan.
Kuberikan ASI untuknya sambil tetap memangku tubuhnya dalam pangkuanku, serta dalam buaian kasih sayang utuh untuknya.
"Cukup mama yang menangis, Nak. Tidak akan mama biarkan kamu menangis, kita akan selalu bersama, mama janji." Kubisikkan lirih ditelinga anakku yang sudah terlihat tenang sambil mengelus lembut wajahnya yang masih terlihat merah.
"Tidak ada mantan anak, Bu. Jika kalian tetap memaksa, aku meninggalkan anak ini hanya untuk tetap bersama kalian, maka aku akan merelakan kalian pergi dalam kehidupanku sebagai mantan suami dan mantan Ibu mertua." Kuucapkan dengan tegas dalam satu tarikan nafas.
Tidak perlu mempertimbangkan apa pun, aku sangat yakin dengan pilihan ini, anakku akan menemaniku menggapai naungan surga-Nya disetiap perjuangan menjaga, mendidik serta mengurusnya.
Harapanku kelak anak ini bisa menjadi anak yang berguna dengan apa pun keterbatasan yang akan ia miliki, karena aku yakin ia akan menjadi seseorang yang hebat kelak, yang bisa membahagiakan aku di dunia maupun akhirat.
"Baguslah jika itu keputusanmu, lihatlah Denis inilah akibatnya kamu menikah bukan dari wanita yang ibu pilihkan, berakhir seperti inilah, kamu memiliki anak yang cacat dan ujungnya kamu tetap akan bercerai dengan wanita pilihanmu ini."
"CUKUP! Sudah cukup ibu mengucapkan kalimat penghinaan, tapi aku mohon jangan pernah menyebut bayi ini dengan sebutan anak yang cacat, karena bagaimana pun ia anak yang sempurna dimataku, Bu!"
"Terserah kamu ingin berbicara apa, besok Denis akan meninggalkan rumah ini dan ibu yang akan mengurus berkas perceraian kalian," ucapnya tegas. "Denis, besok ibu tunggu di rumah, ibu permisi karena ada urusan yang harus diselesaikan." lanjutnya.
Ibu mertuaku pun keluar dari rumah yang kami tempati, melewati aku dan anakku begitu saja tanpa menoleh sedikit pun, bahkan menyentuh bayi yang kulahirkan pun tidak ia lakukan.
Kami seperti sampah yang begitu menjijikkan dimatanya. Kukira dengan kehadiran anakku akan meluluhkan hati ibu mertuaku merubah sikap buruknya selama ini padaku.
Namun, keadaan malah sebaliknya, beliau lebih leluasa menentukan akhir dari sebuah pernikahan yang telah aku jalani selama tiga tahun bersama suamiku.
Sepeninggal ibu mertuaku, Mas Denis mendekat, tanpa di duga ia berlutut di hadapanku.
"Maaf, maaf mas tidak bisa mempertahankan pernikahan kita."
"Lihatlah anak kita, Mas, apa tidak ada secuil pun rasa sayang padanya? Dia darah dagingmu sendiri."
Mas Denis membelai wajah Danish anak kami dengan lembut, mengelus puncak kepalanya, dan mencium pipinya.
"Seandainya anak kita sempurna, aku sangat menyayanginya." Ia pun merubah posisi duduk disebelahku. "tapi keluargaku menuntut kesempurnaan, aku tidak bisa mengabaikan itu, dan aku pun menginginkan anak yang sempurna agar tidak menjadi bahan cemoohan orang lain, aku tidak siap mendengar hinaan orang pada kita tentang kondisi anak kita jika mereka tahu."
"Menyayangi itu menerima apa pun kondisi seseorang yang kita sayangi, tapi yang kamu lakukan sebaliknya. Kalian benar-benar telah mati hati nuraninya, darah daging sendiri tidak diakui hanya karena tidak sempurna."
"Itulah kenyataannya Amanda mau atau pun tidak kamu harus menerima semuanya, aku tidak bisa berada disisimu jika kamu tetap mempertahankan anak ini, percayalah melepaskanmu dan mengakhiri rumah tangga kita berat untukku bukan hanya dirimu."
"Aku tidak akan merubah keputusanku Mas, apa pun alasannya, tapi untuk terakhir kalinya aku memintamu sehari saja menjadi seorang papa yang sesungguhnya untuk anak kita, temani dan rawat anak kita berdua layaknya orang tua lainnya hari ini sampai esok pagi, setidaknya Danish pernah merasakan kasih sayang dari orangtuanya secara utuh walaupun hanya sehari, setelahnya Aku akan melepasmu untuk meninggalkan kami." Pintaku pada Mas Denis.
Aku benar-benar mengemis rasa sayang darinya untuk Danish, bukan rasa sayang tapi rasa kasihan karena jika ia sayang pada anaknya tidak mungkin ia akan meninggalkan kami.
Permintaanku bukan tanpa alasan, esok sesuai rencana Danish akan melakukan tindakan operasi laser pada matanya untuk memperbaiki syaraf retina atas ROP stage dua yang ia derita, aku ingin suamiku menemani perjuangan Danish melawan rasa sakit saat operasi demi kesembuhannya.
"Baik aku akan memenuhi permintaanmu, sini Danish biar aku gendong, kamu masaklah untuk makan kita siang ini, aku yang akan menjaga anak kita," ucapnya.
Kuserahkan bayi mungil yang berada dalam dekapan dengan tangan gemetar kepangkuan Mas Denis, karena ini pertama dan terakhir kalinya anakku mendapatkan sentuhan hangat seorang ayah.
'Maafkan mama, Nak. Hanya ini yang bisa mama lakukan untukmu.' Monologku dalam hati seraya menghapus air mata yang mulai menetes, rapuh itulah kata yang menggambarkan perasaanku saat ini.
Keesokan paginya, aku menyiapkan barang keperluan yang akan di bawa kerumah sakit guna melakukan operasi laser mata Danish.
Suamiku benar-benar menjalankan peran orangtua seperti permintaanku, menguatkan hati, berusaha terlihat bahagia meredam rasa sedih yang kurasakan.
Mas Denis ikut memandikan Danish bersamaku, senyum tersungging di bibirnya melihatku dengan pelan membersihkan bagian demi bagian tubuh Danish, ia ikut membantu memakai baju serta menggendong Danish setelah semuanya rapih, bahkan Danish tertidur digendongan papanya.
"Sepertinya ketampananku menurun padamu, Nak. Lihatlah saat tidur begitu menggemaskan dan tampan, papa tidak rela jika kamu tidur, ayo bangun temani papa."
Aku hanya bisa tersenyum tipis melihat Mas Denis berbicara pada bayi yang tengah tertidur pulas saat ini.
"Amanda ...." Aku hanya terdiam tanpa menjawab panggilannya.
"Aku tidak tahu apakah sanggup tanpamu dan juga anak kita setelah ini, sehari bersama Danish terasa hangat dan menyenangkan di sudut terdalam hatiku tapi keadaan yang memaksa, Ibu menjadi alasan bersikap seperti ini, aku tidak ingin melihat kamu selalu mendapat ucapan tajam bahkan hinaan dari ibuku jika kita tetap bersama dengan anak kita. Namun, apakah kita akan bahagia tanpa satu sama lain?" tanyanya dengan penuh keraguan.
Aku tetap diam tanpa menjawab sembari membereskan kamar yang terlihat berantakan.
"Pernikahan yang kita jalani penuh dengan perjuangan, dan sekarang akan berakhir," ucap Mas Denis.
Ia menaruh Danish di ranjang lalu mendekat kearahku, ia memeluk erat tubuh ini dan mencium seluruh wajahku.
Hanya diam yang kulakukan tanpa membalas pelukan ataupun tersenyum ketika ia mencium wajah ini, rasanya hambar dan malah terasa nyeri dihatiku mendapatkan perlakuan seperti itu dari lelaki yang masih sah menjadi suamiku.
Danish menangis kencang, kumelangkah mundur, menjauh darinya karena saat ini posisi kami sangat dekat.
Aku menghampiri dan menggendong anakku hingga terdiam dari tangisnya dan tenang berada digendonganku.
Mas Denis mendekat kearah kami, ia mengambil ponselnya dan mengabadikan foto kami bertiga layaknya keluarga utuh dan harmonis, kusunggingkan senyum sambil tetap menggendong Danish, suamiku merangkul pundak dan mendekatkan tubuhnya sambil tersenyum.
Suara jepretan kamera terdengar, foto pun berhasil diabadikan.
"Ingatlah Amanda, kita pernah bahagia bersama, menjalin rumah tangga penuh cinta, meskipun akhir dari pernikahan yang kita jalani adalah perceraian."
Aku hanya menganggukkan kepala, lidah ini terasa kelu untuk berucap. Mas Denis membalikkan tubuh ini hingga kami berhadapan sambil tetap menggendong bayiku, lalu ia meletakkan tangannya pada puncak kepala, kurasakan tangan Mas Denis bergetar, tatapannya pun terlihat sendu.
"Hari ini aku menalakmu dan melepaskan status istri yang selama ini ada pada dirimu, pernikahan ini telah berakhir, sudah tidak ada keterikatan satu sama lain, sekarang dan selanjutnya kamu dibebaskan dari segala keterikatan pernikahan."
Menetes bulir demi bulir air mata membasahi pipi ini, sampai air mata ini mengenai wajah anakku, kupeluk erat bayi yang kugendong, lalu mengecup keningnya dan menghapus tetesan air mata itu.
'Mama akan sanggup kehilangan apa pun asal tidak kehilanganmu sayang, hari ini kamu pun menjadi saksi berpisahnya orangtuamu, meski tidak mengerti tapi kamu mendengar talak yang diucapkan papamu saat ini.' ucapku yang tertahan dalam hati.
Anakku sumber kekuatan menjalani kehidupan tanpa suami, bahkan detik ini aku menjadi orangtua tunggal untuk anakku.
Meskipun berat, aku pasti bisa melewatinya. Tuhan tidak akan memberikan ujian di luar batas kemampuan hamba-Nya, kuyakin akan hal itu.
Anakku sayang anakku malang, bukan malang kehidupanmu, tapi malang untuk seseorang yang menyia-nyiakanmu, orang itu adalah papamu dan keluarganya.
~Bersambung
follow, rate dan subscribe ceritanya ya ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Siti Zulaiha
ya Alloh ada ya orang tua seperti itu 😭😭😭😭
2024-05-22
0
£rvina
baru baca dah bikin termehek2... 😭😭
2023-09-04
0
Rusiani Ijaq
baru ketemu n baru baca episode 1 tp sdh nyesek, apalagi kata" yg Amanda ucapkan sangat dlm arti dan maknanya 😢😭
2023-09-03
0