Lily melihat kearah Albern dengan wajah memerah, kemudian buru-buru ia turun dari mobil dan berlari tanpa menoleh lagi. Dadanya berdegup dengan sangat kencang, dan tubuhnya sedikit bergetar. Seumur hidupnya, ini adalah pertama kalinya ia mendapatkan perlakuan seperti itu dari seorang lelaki, meski hanya usapan ringan di pucuk kepala.
Sekali lagi tangan Lily terulur menyentuh pucuk kepala yang diusap Albern tadi. Seketika seluruh tubuhnya meremang seperti sedang melewati area pemakaman di malam hari.
Sementara itu, Albern yang melihat Lily salah tingkah dan keluar dari mobilnya dengan setengah berlari tampak tak dapat menahan senyumnya. Wajah Lily yang memerah tadi tampak sangat menggemaskan di mata Albern. Dia masih duduk di dalam mobilnya sambil melihat kearah Lily yang berlari hingga menghilangkan di balik tembok bangunan kampus.
Sekali lagi Albern mengulas sebuah senyuman. Entah kenapa, dari tadi tak bosannya dia melakukan hal itu. Setiap kali teringat akan wajah Lily, pasti akan membuatnya tersenyum tanpa sadar. Ah, Lily. Gadis muda itu telah membuat dunia Albern yang tak berwarna jadi seketika penuh dengan warna, padahal belum lama mereka saling mengungkapkan perasaan masing-masing. Albern jadi tidak sabar menantikan hari-hari selanjutnya bersama dengan Lily.
Tiba-tiba ponsel Albern berdering, menghentikan lamunan indahnya tentang Lily. Tampak nama Asisten Dhani yang tertera di layar ponsel.
Wajah Albern seketika berubah jadi serius. Asistennya ini tidak akan berani menghubungi jika tidak ada sesuatu yang benar-benar penting. Albern pun akhirnya menggeser tombol terima di layar ponselnya.
"Ada apa?" Tanya Albern langsung pada asistennya itu.
"Tuan Muda. Tiga puluh menit lagi Anda harus menemui klien kita dari perusahaan properti yang beberapa hari lalu menghubungi Anda. Beliau sudah sampai setengah jam yang lalu." Terdengar suara Asisten Dhani di seberang sana.
"Perusahaan properti dari Amerika tempo hari? Bukankah jadwal meetingnya besok?" Tanya Albern sambil menautkan kedua alisnya.
"Meeting tetap diadakan besok, Tuan. Tapi saat ini Anda harus menemui klien kita itu diluar urusan bisnis. Sepertinya ini ada hubungannya dengan Chairman, karena Chairman sendiri yang memerintahkan saya untuk memberi tahu Anda agar menemui klien tersebut." Ujar Asisten Dhani lagi.
"Papa?" Albern semakin menautkan kedua alisnya. Dia memang sudah mendengar jika pemilik perusahaan properti dari Amerika yang akan bekerja sama dengan Brylee Group itu adalah teman lama Papanya semasa kuliah dulu. Perusahaan tersebut juga pernah membantu Brylee Group bangkit sewaktu terkena masalah serius di masa lalu. Mungkin untuk alasan itu Papanya meminta Albern untuk menemui perwakilan dari perusahaan tersebut sebelum meeting yang sebenarnya diadakan. Seperti sebuah penyambutan.
"Baiklah." Ujar Albern akhirnya.
"Kirimkan lokasi tempat pertemuan tersebut Aku akan langsung kesana. Kau juga langsung menyusul."
"Baik, Tuan Muda." Asisten Dhani mengiyakan.
Saluran telpon pun terputus. Albern akhirnya menyalakan mesin mobilnya, lalu mulai melaju. Dipandanginya sekali lagi bangunan kampus tempat Lily belajar, sebelum kemudian benar-benar melesat bersama mobilnya.
Sementara itu, Lily yang tengah menunggunya kelas selanjutnya tampak duduk termenung disalah satu bangku taman kampus. Sebuah pemandangan langka yang membuat orang-orang di sekitarnya tergelitik untuk saling berbisik satu sama lain. Lily yang biasanya enerjik dan ceria, kini sedang termangu tanpa daya, sama sekali tak ada pergerakan layaknya patung. Tangannya terlihat masih memegang salah satu pipinya yang tadi dicium oleh Albern.
Agaknya peristiwa itu benar-benar membekas di hati Lily dan punya pengaruh yang cukup besar.
"Lily!" Tiba-tiba suara Zivanna terdengar memanggil Lily. Dari nada bicaranya, dapat Lily tebak jika saat ini gadis itu sedang marah.
Mau tak mau Lily menoleh. Terlihat Zivanna mendekat bersama dengan bodyguard terselubungnya, Darrel.
"Darimana saja kamu?" Tanya Zivanna pada Lily.
Lily agak menahan senyumnya. Zivanna benar-benar berubah menjadi sosok yang cerewet jika sudah berurusan dengan dirinya.
"Dari mana?" Lily malah balik bertanya.
"Jangan berpura-pura tidak kemana-mana. Dari tadi aku mencarimu kesana-kemari." Gerutu Zivanna sambil duduk disebelah Lily.
"Lalu ada yang melihatmu pergi bersama dengan seorang lelaki menggunakan mobil mewah. Apa itu benar?" Tanya Zivanna penuh selidik.
Lily tertegun dan tak tahu harus menjawab apa.
"Jadi, memang benar kamu pergi dengan seorang lelaki yang menggunakan mobil mewah? Lily, jangan bilang kamu punya sugar Daddy." Zivanna mulai terlihat khawatir dan agak panik.
Seketika Lily tertawa dengan terbahak-bahak.
"Kak Zi, sejak kapan suka melawak?" Tanya Lily setelah puas tertawa.
Zivanna tampak memperhatikan Lily dengan seksama.
"Jadi kenapa dari tadi tidak menjawab teleponku?" Tanya Zivanna kemudian.
"Kak Zi menelpon?" Lily balik bertanya sambil merogoh ponselnya yang berada di dalam tas.
"Owhh..."Seketika Lily membekap mulutnya sendiri saat melihat banyaknya panggilan tak terjawab dari Zivanna.
"Maaf, Kak Zi. Ponselku dalam mode silence, jadi aku tidak tahu kalau Kak Zi menelpon." Ujar Lily dengan nada menyesal.
Zivanna masih menatap lekat kearah Lily.
"Lily, kamu masih belum menjawab pertanyaanku. Tadi kamu pergi dengan siapa sampai-sampai bolos kuliah?" Zivanna tetap kembali ke topik sebelumnya.
Lily melebarkan matanya. Zivanna menyadari ia membolos, jika Mama atau Papanya tahu, tamatlah riwayatnya.
"Aku tebak itu Tuan Muda Albern." Darrel yang sedari tadi diam tiba-tiba mengeluarkan suaranya.
"Apa?" Zivanna tampak terkejut, begitu juga dengan Lily.
"Bukankah saat Tuan Muda pulang, tak lama kemudian Lily juga menghilang. Pasti Lily pergi bersama Tuan Muda." Darrel menjabarkannya analisanya.
Lily terdiam, dia tidak tahu mesti jujur atau tidak pada kedua sahabatnya itu.
"Sepertinya ada yang berusaha kamu sembunyikan, Lily. Apa itu?"
Lily kembali melihat kearah Zivanna.
"Aku bakal cerita, tapi kalian mesti merahasiakannya dari siapapun." Ujarnya kemudian setelah sempat menghela nafas panjang.
Zivanna dan Darrel tampak memasang telinga mereka.
"Aku tadi memang pergi bersama Kak Al. Dia tiba-tiba membawaku pergi karena melihat seorang pemuda menyatakan perasaannya padaku."
Zivanna dan Darrel tampak menautkan alis mereka.
"Kenapa Tuan Muda membawamu pergi?" Tanya Darrel.
Lily terdiam sejenak.
"Karena Kak Al tidak mau aku sampai menerima pemuda itu. Dia membawaku kesebuah restoran, lalu menyatakan perasaannya juga padaku." Ujar Lily lagi.
"Apa?" Zivanna nyaris terpekik.
"Kak Al menyatakan perasaannya padamu? Jadi sekarang kalian berpacaran?"
Lily tampak tertegun sejenak.
'Berpacaran?'
Albern tadi tidak menyebutkan status hubungan mereka saat ini meski telah mengakui perasaan masing-masing. Jadi status hubungan mereka saat ini, jika bukan berpacaran, lalu apa?
Merasa bingung dan bertanya-tanya, Lily pun merogoh ponselnya dari dalam tas, lalu mendial nomor Albern.
"Kak Al. Aku mau bertanya sesuatu." Ujar Lily langsung setelah Albern menerima panggilan telponnya.
"Bertanya apa?"
"Kita ... Sekarang kita ini berpacaran, kan?"
Bersambung...
tetep like, komen dan vote
Happy reading❤️❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Momy Haikal
ampun dah ABG
2021-08-28
0
Fitri Reski Taurista Djafar
ngakaknya kek ada autonya gitu yak.. lily bikin gemess . astagahh.. 😂😂😂😂
2021-08-12
0
mirin Mika
lily 😆😆😆
2021-07-31
0