Albern memasuki rumah utama keluarga Brylee, disambut dengan hormat oleh para pelayan di sana. Rumah itu adalah kediaman Nyonya Ginna, Nyonya Besar keluarga Brylee yang juga nenek kesayangan Albern.
Belakangan kesehatan Ginna menurun drastis. Sejak Calson meninggal, Ginna juga menjadi sering sakit-sakitan dan lebih sering menghabiskan waktunya di tempat tidur. Mungkin rasa kehilangan yang begitu besar terhadap mendiang suaminya itu membuat Ginna perlahan kehilangan semangat hidupnya.
Aaron dan Zaya sebenarnya sudah sering mengajak Ginna tinggal bersama mereka, tapi Ginna terus saja menolak. Perempuan yang kini telah semakin renta itu tak mau meninggalkan rumah utama keluarga Brylee. Rumah penuh kenangan tempatnya menghabiskan waktu bersama suaminya selama ini. Dan rumah itu juga merupakan warisan dari ayah serta ibu mertuanya, kakek dan nenek Aaron dulu.
Jangankan tinggal bersama Zaya dan Aaron, bahkan saat anak dan menantunya itu berkunjung pun, Ginna seringkali mengusir keduanya karena menolak diperlakukan seperti orang sakit. Ginna selalu mengatakan pada semua orang jika dia baik-baik saja. Dia seakan menikmati kesendiriannya di rumah besar itu bersama para pelayan, seperti sedang mengenang cerita hidupnya selama ini tanpa mau diusik oleh orang lain.
Dan kini, Ginna duduk di sebuah kursi malas sambil menikmati keindahan bunga babybearth yang ditaruh pelayannya di dalam sebuah vas. Pandangannya terlihat sendu. Entah apa yang ada dalam pikiran perempuan renta itu saat ini.
"Grandma." Suara Albern membuyarkan lamunan Ginna. Seketika wajah Ginna berubah menjadi lebih berbinar saat melihat Albern, cucu kesayangannya.
"Albern..." Ginna ingin bangkit dari duduknya, tapi langsung ditahan oleh cucunya itu.
"Duduk saja. Dokter melarang Grandma terlalu sering berdiri, nanti kaki Grandma sakit lagi." Ujar Albern sembari membimbing Ginna untuk kembali duduk.
Setelah selesai membenahi posisi duduk Ginna, Albern ikut duduk di samping neneknya itu, lalu mengamati Ginna dengan seksama.
"Grandma terlihat lebih lemah dari yang terakhir aku lihat. Lebih baik pindah ke rumah Mama dan Papa saja." Ujar Albern kemudian.
Ginna terlihat membuang mukanya kearah lain.
"Omong kosong. Aku baik-baik saja." Dengusnya keras kepala.
Albern menghela nafasnya sambil masih menatap lekat pada neneknya itu. Perempuan yang telah mengurusnya sejak bayi. Lebih banyak waktu yang Albern habiskan bersama neneknya ini ketimbang dengan Zaya, Mamanya sendiri. Dan sekarang, Grandma tercintanya ini telah semakin renta. Tapi meski begitu, kegigihannya seakan tak termakan oleh usia. Tidak ada yang bisa memaksanya jika dia telah mengatakan tidak akan sesuatu. Nyonya Ginna tetap menjadi sosok yang tangguh meski tubuhnya telah semakin melemah.
"Aku benar- benar merasa sedih jika harus meninggalkan Grandma sendirian di sini. Lebih baik Grandma ikut tinggal bersama kami. Itu akan membuat hatiku terasa tenang." Ujar Albern lagi, berusaha untuk membujuk Ginna ikut bersamanya. Namun bukan Nyonya Ginna namanya jika dia mudah dibujuk.
"Jika kau benar-benar peduli pada Grandmamu ini, maka menikahlah. Carilah seorang perempuan yang bersedia menemanimu hingga kau tua nanti, lalu berikan cucu untuk kedua orang tuamu. Ingatlah berapa usiamu sekarang. Apa kau mau melajang terus seperti ini seumur hidupmu?" Balas Ginna.
Sekali lagi Albern menghela nafasnya. Pembahasan akhir-akhir ini bersama Ginna selalu berakhir dengan topik pernikahan. Sebuah topik yang sangat malas untuk Albern bahas.
"Kenapa kau hanya menghela nafas begitu? Kau sudah sangat dewasa, sudah saatnya untuk menikah. Bahkan jika di jamanku dulu, kau ini sudah masuk dalam kategori perjaka tua." Tambah Ginna lagi.
Kali ini Albern menoleh kearah Grandmanya itu dengan agak tak terima.
"Aku adalah lelaki lajang yang dewasa dan matang, bukan tua." Ralat Albern.
Ginna balik melihat kearah Albern dengan sedikit tersenyum. Senyuman yang sangat jarang terlihat di wajah seriusnya.
"Apa kau tahu, sesuatu yang terlalu matang itu cenderung menuju kearah busuk. Dan menurutku, kau ini termasuk ke dalam sesuatu yang terlalu matang."
Albern ingin menjawab, tapi segera diurungkan niatnya itu. Dia bisa memenangkan adu argumen dengan siapapun di dunia ini, tapi bukan dengan Nyonya Ginna. Neneknya ini seakan telah memegang semua kunci atas dirinya sehingga selalu berhasil membuatnya menjadi tak berkutik.
"Sebenarnya apa kau tunggu, Albern?" Tanya Ginna kemudian dengan nada yang lebih serius.
"Apa kau mau menunggu Zivanna menikah lebih dulu?" Tanya Ginna sekali lagi.
Albern bergeming tanpa berniat menjawab pertanyaan Ginna.
"Atau kau menunggu seorang gadis hamil anakmu dulu baru kau akan menikah, seperti Papamu?"
Albern menghela nafas panjang, lalu memutar bola matanya dengan jengah.
"Ayolah, Grandma. Bukankah dia putra kesayangan Grandma sendiri? Bagaimana Grandma bisa menjelek-jelekannya di hadapan orang lain?" Ujar Albern seakan tak ada hubungannya dengan orang yang sedang dia bicarakan itu.
"Dia putraku, dan kau adalah putranya. Aku tidak ingin hal buruk yang pernah dia lakukan terulang padamu juga. Menikahlah dengan benar, jangan menikah hanya karena seorang gadis terlanjur hamil." Omel Ginna sambil melihat kearah Albern.
"Tentu saja aku tidak akan melakukan hal seperti itu. Grandma tidak usah khawatir." Ujar Albern menenangkan.
Ginna terdiam sesaat, lalu kembali melihat kearah Albern lagi.
"Aku sungguh sangat ingin melihatmu menikah, Albern. Itulah impian terbesarku saat ini. Aku harap kau bisa mewujudkan impianku itu sebelum aku mati." Gumam Ginna kemudian dengan pandangan agak menerawang.
Albern berdecak sambil menggenggam kedua tangan Ginna erat. Tampak sangat jelas jika ia merasa takut saat mendengar kata- kata Ginna tadi.
"Grandma tidak akan mati dalam waktu dekat ini. Grandma akan hidup seribu tahun lagi, menyaksikan apapun yang ingin Grandma saksikan. Aku sangat yakin." Ujar Albern sambil tersenyum. Dia seakan ingin menghibur dirinya sendiri karena tidak siap jika harus kehilangan Ginna.
Ginna ikut tersenyum.
"Kau pikir aku vampir?" Tanyanya.
"Aku sudah tua, Albern. Tidak lama lagi aku pasti akan menyusul Grandpa-mu juga. Tapi aku tidak akan tenang jika harus meninggalkan cucu kesayanganku sebelum dia mendapatkan pendamping."
"Grandma, aku mohon..." Albern tampak memohon agar Ginna tidak terus mengatakan tentang kematiannya.
"Tidak, Albrern. Grandma-mu inilah yang harusnya memohon. Aku mohon padamu agar tidak hanya sibuk pada perusahaan dan luangkan waktu untuk hal pribadi juga. Carilah pasangan hidup yang bisa diajak berbagi dalam segala hal. Kau membutuhkan itu."
Albern terdiam selama beberapa saat.
"Aku pasti akan menikah, Grandma. Tapi gadis yang akan kunikahi tidak akan menerima lamaranku sekarang. Dia masih harus melakukan banyak hal untuk mendewasakan diri."
Ginna sedikit menautkan alisnya.
"Apa dia bayi yang baru saja lahir hari ini?" Tanya Ginna.
Sontak Albern tertawa.
"Tentu saja tidak. Tapi dia masih sangat muda. Aku harus menunggunya sedikit lagi. Lagipula aku belum bisa mengambil hatinya sepenuhnya. Tapi aku berjanji pada Grandma jika aku tidak akan menghabiskan seumur hidupku seorang diri. Ada seseorang yang sedang aku nantikan untuk diajak berbagi. Dan Grandma harus berjanji untuk tetap sehat sampai saatnya itu tiba."
Bersambung...
Jgn lupa like, komen dan vote ya
Happy reading ❤️❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Momy Haikal
grandma udah bisa melawak sekarang ya
2021-08-28
0
Isyeu Lismaya
haha mendengar Ginna bilang apa Al menunggu bayi baru lahir dewasa? bikin ngakak
2021-07-17
0
YOLENTA HAREFA
apa dia bayi yang baru lahir hari ini🤣🤣
2021-06-05
0