Lily sudah menyelesaikan urusannya dengan Zivanna saat Albern juga kembali ke rumah. Meski tak mengatakan apa-apa, raut wajah Albern terlihat senang ketika melihat ada Lily di rumahnya. Cepat-cepat dia mandi dan berganti pakaian, lalu bergabung juga di ruang keluarga. Tampak Lily sudah bersiap-siap untuk pulang.
"Kak Zi, terima kasih, ya. Karena bantuan Kakak, tugasnya menjadi jauh lebih mudah." Ujar Lily.
"Tidak masalah." Jawab Zivanna.
"Lily sudah mau pulang?" Tanya Zaya kemudian saat melihat Lily sudah membawa serta buku-bukunya.
"Iya, Ma. Mama dan Papaku pasti sudah menunggu untuk makan malam." Jawab Lily.
Albern menoleh tanpa sadar saat mendengar Lily memanggil Mamanya dengan sebutan Mama juga.
"Tadi Mama sudah menelpon Mamamu dan memberitahu jika kamu akan makan malam di sini. Jadi kamu belum boleh pulang kalau belum makan malam bersama kami." Ujar Zaya lagi.
"Eh?"
Lily tertegun selama beberapa saat.
"Kenapa melamun? Ayo." Zaya menggandeng tangan Lily, lalu mengajaknya menuju ke meja makan yang di atasnya sudah terhidang menu makan malam keluarga Brylee.
Albern tertegun sejak tadi. Saat mendengar Lily memanggil Mamanya dengan sebutan Mama juga, entah kenapa dadanya menjadi berdebar tak menentu. Belum lagi saat Mamanya menggandeng Lily dan menuntunnya ke meja makan dengan penuh perhatian, tiba-tiba saja otak Albern menghadirkan pemikiran yang agak konyol untuk seorang laki-laki lajang. Dia membayangkan jika saat ini Lily dan Mamanya sedang menampilkan adegan drama kerukunan antara menantu dan mertua.
Albern menggelengkan kepalanya perlahan. Apa-apaan pemikiran itu?
"Kak Al." Suara Zivanna membuyarkan lamunan Albern, hingga dia tampak terkejut.
"Kakak mau berdiri di sana sampai kapan?" Tanya Zivanna lagi sambil berlalu juga menuju meja. Dia terlihat kesal. Dan jelas kekesalannya itu bukan dia tujukan pada Albern, melainkan pada Lily. Bisa-bisanya Mamanya begitu memperhatikan Lily dan tak menghiraukannya sejak tadi. Biasanya dialah yang selalu mendapatkan perhatian penuh dari Mamanya itu.
"Lily jangan duduk di situ. Itu kursiku, tahu." Ujar Zivanna sambil menunjuk kursi yang di duduki Lily saat ini. Kursi yang berada persis di samping Zaya. Setelah sekian lama bertrasformasi menjadi gadis anggun, karena Lily, Zivanna akhirnya mengeluarkan sifat aslinya yang manja.
"Zi, tidak boleh begitu. Duduk di situ juga kan sama saja." Zaya terlihat tak membiarkan Lily pindah.
Zivanna cemberut seperti gadis kecil yang kehilangan boneka kesayangan, hingga Lily hampir tertawa melihatnya.
"Mama..." Zivanna menghentakkan kakinya beberapa kali. Semua tahu jika itu adalah tanda Zivanna sudah benar-benar kesal.
Lily bangkit dari duduknya.
"Aku duduk di sana saja, Ma." Ujar Lily sambil menuju kursi yang terletak di seberang kursi Zaya. Secara bersamaan Albern juga duduk di kursi sebelahnya.
Sekali lagi Lily mengulum senyum sambil mengedipkan matanya pada Zivanna yang kini sudah duduk di samping Mamanya tercinta. Gadis itu membalas kedipan mata Lily dengan mengacungkan kepalan tinjunya.
Sekuat tenaga Lily menahan diri untuk tidak tertawa. Nona Muda Brylee yang dikagumi banyak orang di kampus, dia tak lebih dari seorang anak manja saat berada di rumah, terutama di dekat Mamanya.
Setelah Aaron bergabung juga di meja makan. Mereka semua mulai menyantap makan malam. Semuanya makan dengan tenang dan tak mengeluarkan suara. Aturan keluarga Brylee memang tidak memperbolehkan berbicara saat makan. Jika ada yang ingin disampaikan, semuanya akan dibicarakan di ruang keluarga saat makan telah selesai.
"Jangan makan itu!" Tiba-tiba terdengar suara Albern saat Lily hendak mengambil hidangan berbahan dasar ikan.
Lily menoleh kearah Albern dengan agak terkejut.
Albern menaruh kembali potongan ikan yang hendak Lily ambil, lalu menggantinya dengan udang.
"Kamu pernah tersedak tulang ikan saat makan masakan itu, jadi makan ini saja." Ujar Albern.
Lily tertegun. Kejadian dia tersedak tulang ikan itu sudah sangat lama terjadi, tepatnya pada acara penjamuan saat Lily baru berusia sepuluh tahun. Bagaimana mungkin Albern masih mengingatnya?
Sementara itu, semua yang ada di meja makan juga terkejut dan menatap kearah Albern dengan heran. Sejak dia masih kecil, hingga sekarang usianya hampir tiga puluh tahun, inilah kali pertama Albern memperhatikan apa yang orang lain makan. Biasanya dia akan makan dengan tenang tanpa memperhatikan sekitarnya. Dia bahkan tidak pernah bersikap sangat perhatian begitu terhadap Zivanna, adiknya sendiri.
"Ah, iya. Terima kasih Kak Al sudah mengingatkan." Ujar Lily menanggapi. Melihat tatapan semua orang yang sedang mengarah padanya saat ini, Lily agak merasa tidak enak. Dia seperti menjadi sumber keributan di meja makan keluarga Brylee yang selalu tenang.
Makan malam itupun akhirnya berakhir. Lily berpamitan pada Aaron dan Zaya untuk pulang. Dia berniat menghubungi Papanya untuk minta dijemput. Tapi kemudian Zaya mencegahnya dan menyuruh Albern untuk mengantar Lily.
Dan akhirnya, Lily benar-benar pulang dengan diantar oleh lelaki pujaannya itu. Hanya Tuhan saja yang tahu bagaimana senangnya hati Lily saat ini. Dia seperti mendapatkan sebuah keberuntungan karena banyak mendapatkan hal baik sejak tadi.
"Kamu meminta bantuan Zi mengerjakan tugasmu?" Tanya Albern sembari mengemudikan mobilnya.
"Iya, ada beberapa hal yang aku kurang paham. Kak Zi kan seniorku, jadi tahu lebih banyak." Jawab Lily. Zivanna memang kuliah di jurusan yang sama dengan Lily.
"Aku justru tahu lebih banyak lagi tentang ilmu bisnis. Kenapa kamu tidak meminta bantuanku?" Tanya Albern lagi.
Lily agak tercenung mendengar pertanyaan itu. Tentu saja Albern tahu lebih banyak. Dia adalah lulusan terbaik jurusan bisnis dari Oxford University, tempat Papa dan Kakeknya dulu juga menuntut ilmu. Tapi Lily tidak pernah berpikir jika Albern bersedia membantunya mengerjakan tugas kuliah. Bukankah Albern terlalu sibuk untuk melakukan hal itu?
"Tentu saja aku malu jika harus meminta bantuan Kak Al. Kakak kan tahu sendiri kalau aku ini pemalu." Jawab Lily.
Sontak Albern menahan tawa mendengar jawaban Lily. Pemalu dari mananya?
"Iya, benar. Kamu sangat pemalu." Gumam Albern masih dengan menahan tawa. Seperti biasa, gadis ini selalu saja bisa menggelitiknya hanya dengan berkata-kata.
Tak terasa, mereka sudah sampai di kediaman orang tua Lily. Mobil Albern memasuki gerbang rumah itu dan berhenti tepat di halamannya.
"Kak Al mau mampir dulu?" Tanya Lily sambil membuka sabuk pengamannya.
"Tidak, lain kali saja." Jawab Albern.
"Baiklah, terima kasih sudah mengantarku pulang." Lily hendak membuka pintu mobil.
"Lily." Tiba-tiba suara Albern menahan Lily.
Lily pun menoleh kearah lelaki itu.
"Lain kali jika kamu kesulitan mengerjakan tugas kuliahmu, kamu boleh meminta bantuanku." Ujar Albern kemudian.
Lily kembali tertegun dibuatnya.
"Benarkah?" Tanyanya tak percaya.
Albern mengangguk mengiyakan.
Senyum Lily pun mengembang.
"Baiklah, nanti saat aku ada tugas kuliah lagi, aku akan minta bantuan Kak Al. Awas kalau Kak Al bilang sibuk."
Albern ikut tersenyum.
"Kirim pesan dulu, nanti aku akan meluangkan waktu." Ujarnya.
Lily terlihat semakin surprise. Bukankah Albern adalah orang yang paling malas membaca pesan?
"Oke." Lily mengangkat dua jempolnya sambil tersenyum senang, lalu membuka pintu mobil.
"Terima kasih, Kak Al. I love you..." Ujar Lily sambil keluar dari mobil Albern.
Setelah menutup pintu mobil, Lily berdiri sambil melambaikan tangannya. Sedangkan Albern masih tertegun setelah mendengar kalimat terakhir Lily tadi.
'Lily, seandainya saja apa yang kamu ucapkan tadi bukan hanya candaan...'
Bersambung...
Tetep like, komen dan vote
Happy reading❤❤❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Disha♡💕
aduh ampun thorr aku senyum2 sendiri bacanya 🤭🤭
2024-02-27
0
PeQueena
jadi ini hanya miskomunikasi,yg satu nganggap bercandaan dan lily serius dengan keinginannya
2022-07-31
0
Sari Tulus Pinasti
ku tersenyum
ah jadi ingat masa pacaran dengan pak suami
2022-01-30
0