Setelah mendapatkan dukungan Zivanna, Lily mulai menyusun rencana lain. Dia berniat mencari dukungan sebanyak-banyaknya dari orang-orang terdekat Albern. Jika dengan Zivanna dirinya memang sudah berteman sejak kecil sehingga tidak sulit untuk meminta dukungannya, maka lain halnya dengan orang-orang terdekat Albern yang lain.
Lily benar-benar harus mengatur strategi yang tepat agak bisa mengambil hati seluruh anggota keluarga Brylee.
Dan sore itu, sepulang dari kampus, Lily izin pada Papanya untuk meminta bantuan Zivanna mengerjakan tugas kuliah. Lily kemudian diantar ke rumah keluarga Brylee oleh Dokter Evan sendiri, meskipun Papa Lily itu langsung pergi setelah menurunkan putri kesayangannya.
Seorang kepala pelayan membukakan pintu untuk Lily dan mempersilahkannya masuk. Kepala pelayan berusia setengah baya yang beberapa tahun terakhir ini menggantikan Bu Asma yang pensiun karena usia tua.
"Selamat sore, Tante." Lily menyapa Zaya yang sedang asyik membuat cemilan sore di dapur.
Setiap datang ke rumah keluarga Brylee, Lily memang langsung diizinkan untuk ke ruang keluarga, hingga sampai ke dapur. Dia sudah tidak dianggap sebagai orang lain lagi.
"Sore, Lily. Kamu cari Zi? Dia belum pulang. Mungkin ada kelas tambahan." Ujar Zaya memberitahu sambil masih sibuk dengan adonan kuenya.
"Ah, iya, Tante. Sepertinya aku datang terlalu cepat. Tapi tidak apa-apa, aku bisa menunggu."
Lily tahu jika Zivanna belum pulang karena ada kelas tambahan, atau lebih tepatnya Darrel yang mendapatkan kelas tambahan. Dan seperti biasa, Zivanna akan menunggu hingga Darrel selesai agar bisa pulang bersama-sama. Terkadang mereka lebih terlihat sebagai pasangan kekasih dibandingkan sebagai teman.
Dan Lily sendiri datang ke kediaman keluarga Brylee sebelum Zivanna pulang juga bukan tanpa alasan. Dia sedang ingin menjalankan strategi pertama untuk memenangkan hati Albern, yaitu merebut hati calon mertua, meski Lily sendiri masih agak bingung harus melakukannya dengan cara apa.
"Tante sedang membuat apa?" Tanya Lily kemudian. Dia mendekati Zaya yang sedang membulat-bulatkan adonan dan memipihkannya di sebuah loyang.
"Tante sedang membuat cookies untuk camilan." Jawab Zaya.
Lily memperhatikan dengan seksama apa yang Zaya lakukan.
"Kenapa repot-repot membuat sendiri, Tante? Cookies kemasan kan banyak di jual." Tanya Lily.
Zaya tersenyum.
"Kalau buat sendiri kualitas bahan dan kebersihannya terjamin. Tidak pakai pengawet. Paman Aaron juga sedang mengurangi mengkonsumsi gula, jadi Tante membuatnya dengan gula rendah kalori. Jadi intinya, membuat makanan sendiri itu jauh lebih sehat."
Lily mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Boleh aku bantu, Tante?" Tanya Lily kemudian.
"Lily mau membantu?" Tanya Zaya meyakinkan.
Lily mengangguk mengiyakan. Dia tidak tahu jika tadi Zaya sudah mengusir semua pelayan dari dapur demi untuk membuat sendiri cemilan itu.
"Boleh, tapi sebelum itu cuci tanganmu dulu."
Lily tersenyum senang, lalu mencuci tangannya seperti yang dikatakan Zaya. Kemudian dia mulai bergabung dengan Zaya membentuk cookies diatas loyang untuk selanjutnya dipanggang.
Dalam hati Lily sangat kagum pada sosok Zaya. Perempuan paruh baya yang meski lebih banyak di rumah, tapi bisnisnya terus berkembang. Kafenya sudah berjumlah puluhan dan tersebar kota-kota seluruh Indonesia. Belum lagi, baru-baru ini dia juga berhasil mendirikan waralaba rumah makan yang outletnya sudah mencapai ratusan. Mama Darrel adalah orang kepercayaan Zaya yang mengurus semuanya.
Dan itu semua bisnis yang tak ada hubungannya dengan Brylee Group. Murni usaha Zaya sendiri.
"Ngomong-ngomong, bagaimana kuliahmu setelah pindah ke jurusan bisnis?" Tanya Zaya kemudian. Zaya juga mendengar tentang Lily yang awalnya kuliah jurusan kedokteran, tapi lalu pindah ke jurusan bisnis.
"Baik, Tante. Aku lebih suka bisnis, jadi menurutku belajar bisnis jauh lebih menyenangkan." Jawab Lily.
"Lalu bagaimana dengan Papamu? Apa dia tidak keberatan kamu batal menjadi seorang dokter?" Tanya Zaya lagi.
"Awalnya tentu saja Papa kecewa. Tapi kemudian, Papa juga melihat kalau aku lebih punya potensi di bidang bisnis seperti Opa, jadi akhirnya Papa mengerti."
"Kamu sudah sambil mulai berbisnis rupanya."
Lily tertawa kecil.
"Baru bisnis kecil, Tante. Aku membuka toko online dan merekrut beberapa orang untuk menjadi reseller." Ujar Lily lagi dengan agak malu. Gadis tidak tahu malu seperti Lily bisa merasakan malu saat berhadapan dengan Zaya.
"Itu bagus. Tidak masalah jika harus memulai dari skala kecil. Saat Tante dulu membuka kafe yang pertama, Tante sendiri bahkan menjadi kasirnya. Itu karena di awal Tante masih belum bisa menggaji banyak karyawan. Tapi seiring berjalannya waktu, bisnis yang kita kelola pasti akan berkembang." Zaya menyemangati Lily.
Lily mengangguk mengiyakan sambil terus membulat-bulatkan cookies. Karena dikerjakan dua orang, selesainya pun lebih cepat. Zaya memasukan cookies buatannya kedalam oven untuk di panggang selama beberapa menit.
"Kita panggang sampai cookiesnya matang." Ujar Zaya.
Lily mengangguk mengiyakan.
"Apa kamu sering membantu Mamamu memasak seperti ini?" Tanya Zaya.
Kali ini Lily menggelengkan kepalanya.
"Mama tidak pandai memasak apapun. Setiap kali masuk dapur, pasti berakhir dengan insiden. Terakhir kali hampir saja dapur meledak terkena serangan bom panci."
Zaya agak membeliakkan matanya.
"Mama salah melakukan cara penggunaan panci presto hingga isi di dalamnya menyembur keluar dan panci hampir meledak. Untung saja Mama tidak apa-apa." Ujar Lily menjelaskan.
Zaya mendengarkan cerita Lily dengan agak tertegun.
"Wah...benar-benar bahaya." Gumamnya.
Lily tersenyum.
"Senang sekali kalau bisa sering bertemu dengan Tante. Aku bisa belajar memasak dan bisa belajar bisnis sekaligus."
Zaya terlihat senang mendengar kata-kata Lily.
"Kalau begitu sering-seringlah datang kemari. Tante senang saat Lily membantu Tante membuat cookies seperti tadi. Tante juga akan membagi pengalaman Tante mengembangkan bisnis selama ini."
Lily melihat kearah Zaya dengan agak tak percaya.
"Apa aku sungguh boleh sering-sering datang kesini, walaupun tidak ada keperluan dengan Kak Zi?" Tanya Lily.
Zaya mengangguk mengiyakan.
"Tentu saja boleh. Tante akan sangat senang jika Lily sering mengunjungi Tante." Jawab Zaya.
'Yes!'
Lily kembali terenyum sambil bersorak dalam hati.
"Kalau begitu, jangan bosan jika nanti aku akan lebih sering datang kemari."
"Tante tidak akan merasa bosan. Lagipula kamu sudah Tante anggap seperti putri Tante sendiri."
Sekali lagi Lily tersenyum.
'Tapi aku inginnya jadi menantu Tante.'
"Apa kamu tahu, Lily? Tante sangat senang kamu akrab dengan Zi. Teman-temannya yang lain mendekatinya hanya karena dia putri dari keluarga Brylee. Untung saja dia masih punya kamu."
"Ya, Kak Zi beruntung punya aku. Dan Kak Zi juga beruntung punya Mama seperti Tante." Lily tertawa kecil.
"Kalau kamu mau, kamu juga bisa memanggil Tante dengan panggilan Mama. Tante akan sangat senang mendengarnya."
"Tentu saja aku mau." Jawab Lily senang.
'Tapi bukan sebagai mama angkat, melainkan sebagai mama mertua.'
Bersambung...
Tetep like, komen dan vote
Happy reading❤❤❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
LENY
Lily ampun deh 😂😂
2025-02-12
0
Mimi Ilham
ya Allah.. ya Allah... lily....
2023-08-13
1
Momy Haikal
cemungut Lily
2021-08-28
1